Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Samuel Paty, Karikatur Nabi, dan Hoaks yang Merenggut Jiwanya

11 Maret 2021   08:10 Diperbarui: 11 Maret 2021   08:37 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster dukungan kepada Samuel Paty di Conflans-Sainte-Honorine. | (AP/Michel Euler) Kompas.com

Samuel Paty menjadi bukti bahwa hoaks, khususnya yang bernuansa agama, bisa berakibat amat fatal, bahkan dapat merenggut jiwanya.

Pada 6 Oktober 2020 lalu, seorang siswi sekolah menengah di Prancis berinisial Z mendapat hukuman skorsing selama dua hari lantaran dirinya kerap membolos.

Ketika ia tidak menghadiri kelas, seorang guru sejarah dan bahasa bernama Samuel Paty sedang membahas tentang karikatur Nabi. Karikatur itu merujuk pada majalah satire Charlie Hebdo setelah penyerangan oleh teroris pada Januari 2015 lalu, yang menewaskan 12 orang.

Paty disebut-sebut telah meminta siswa muslim di kelasnya guna menutup mata mereka atau beranjak sejenak di koridor saat ia hendak menunjukkan gambar itu kepada siswa lainnya.

Poster dukungan kepada Samuel Paty di Conflans-Sainte-Honorine. | (AP/Michel Euler) Kompas.com
Poster dukungan kepada Samuel Paty di Conflans-Sainte-Honorine. | (AP/Michel Euler) Kompas.com
Kemudian, dua hari berselang, sang siswi mengaku kepada ayahnya bahwa dirinya diskors oleh Paty lantaran ia menyatakan ketidaksetujuannya. Ia merasa keberatan mengenai keputusan Paty yang meminta siswa muslim untuk keluar kelas sebelum sang guru menunjukkan karikatur Nabi.

Mendengar pengakuan putrinya, sang ayah, Brahim Chnina, lantas membuat sebuah video, dan mengunggahnya di Facebook. Dalam video dia mengecam serta menuduh Paty sudah melakukan diskriminasi. Dia juga menuntut agar Paty dipecat sebagai guru di sana.

Tak hanya itu, Chnina juga mengadu ke sekolah dan melapor ke polisi. Laporan itu dibuat dengan menuduh Paty sudah menyebarkan gambar pornografi, yang memicu isu Islamofobia di sekolah.

Sontak, isu islamofobia serta dua video Chnina terekskalasi dalam media sosial, hingga mencapai Abdullah Anzorov (18), sosok imigran kelahiran Chechnya yang teradikalisasi.

Sekitar 10 hari kemudian atau pada 16 Oktober, Anzorov mendatangi sekolah tersebut. Dia diketahui membayar dua siswa untuk menunjukkan sosok Paty.

Saat Paty hendak pulang ke rumahnya, Anzorov membuntutinya dari belakang. Nahas, dia menikam Paty dengan pisau, kemudian memenggal kepalanya.

Ironisnya, Anzorov lantas mengunggah foto korban ke laman Twitternya yang diiringi dengan cacian kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

#Karikatur Nabi
Pemvisualisasian nabi dan rasul adalah hal tabu serta diharamkan dalam Islam. Tak jarang pula yang menilai, tindakan itu sama halnya menyerang umat Islam secara keseluruhan.

Menurut ulama, dasar pelarangan itu adalah sadduzzaro'i. Artinya, menutup kemungkinan lahirnya hal yang buruk.

Isu tersebut amatlah sensitif di Prancis karena keputusan majalah satir Charlie Hebdo saat menerbitkan karikatur nabi. Kondisi itu semakin diperburuk karena Macron menyebut penggambaran nabi sebagai wujud kebebasan berekspresi.

Kebebasan berekspresi seharusnya tak boleh dilakukan melampaui batas atau kebablasan sehingga bisa mencederai kehormatan dan kesakralan agama.

Penghinaan simbol agama atas nama kebebasan berekspresi adalah potret standar ganda intelektual yang dapat memicu kebencian. Pelakunya harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

Meski demikian, tindakan main hakim sendiri juga tidak pantas dibenarkan lantaran Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Ibarat kobaran api yang disiram bensin, imbas dari kombinasi antara kebebasan berekspresi tanpa batas dan fanatisme pun tidak main-main. Puluhan nyawa melayang di tangan ekstremis Prancis.

#Dampak Hoaks Berbau Agama
Setelah didakwa di hadapan para hakim, siswi berinisial Z tersebut mengaku telah berbohong tentang tuduhannya terhadap Paty. Ia berbohong perihal klaimnya yang menyebutkan bahwa Paty meminta siswa muslim untuk keluar kelas.

"Dia tidak berani mengakui kepada ayahnya soal alasan sebenarnya dia dikeluarkan (dari kelas) sesaat sebelum tragedi, yang pada faktanya terkait dengan perilakunya yang buruk," tulis Le Parisien.

Sang siswi membuat pengakuan seolah dirinya berada di dalam kelas meski ia diskors ketika itu. Ia berbohong karena ingin menyenangkan ayahnya.

"Jika saya tidak mengatakan itu kepada ayah saya, semua ini tak akan terjadi dan tidak akan menyebar dengan begitu cepat," ucap siswi itu kepada hakim anti-teroris setempat, seperti dilansir RFI.

Hoaks yang ia ciptakan akhirnya memicu ekskalasi besar-besaran dalam berbagai media sosial yang melahirkan kampanye daring untuk mengecam sang guru.

Jaksa penuntut mengatakan tidak lama setelah pembunuhan, ada "hubungan sebab-akibat langsung" antara konten kampanye tersebut terhadap insiden yang menimpa Paty.

Dalam hal ini, beban berat tragedi tidak hanya diarahkan terhadap siswi berusia 13 tahun itu. Perilaku ayahnya pun dinilai sangat berlebihan ketika membuat video yang menimbulkan terjadinya eksklasi kebencian secara sporadis terhadap Paty.

Hoaks bermuatan SARA yang kerap kita jumpai di media sosial rupanya berakibat sangat masif bagi nyawa seseorang dan keutuhan suatu bangsa.

Sirkulasi hoaks menimbulkan efek yang lebih besar di tengah masyarakat karena dapat memprovokasi orang lain untuk menyebarkannya secara luas. Oleh sebab itu, hoaks sudah seharusnya dihindari.

Sebagai negara dengan muslim terbesar, Indonesia seyogyanya menyikapi insiden tersebut dengan sangat serius. Kita harus mengutamakan persatuan dan toleransi terhadap pemeluk agama dan keyakinan lain untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Serangkaian kasus bermuatan SARA di Prancis merupakan pelajaran berharga untuk Indonesia yang dibangun di atas pondasi keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan. Tak kalah penting, kebebasan dalam berekspresi juga tidak boleh dimaknai secara semena-mena.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun