Capek kerja pengin meninggal aja.
Tibalah kita pada suatu masa, saat hidup sudah susah, ingin meninggal pun mahal. Bagaimana tidak, biaya untuk 'ngontrak' lahan pemakaman di kota-kota besar di Indonesia semakin sulit dijangkau nalar.
Faktanya, tidak hanya biaya pernikahan saja yang mahal, biaya pemakaman pun sama. Mahalnya naudzubillah. Sejumlah ritual pemakaman bahkan bisa menelan anggaran hingga ratusan juta rupiah!
Namun, kecurigaan saya ternyata tidak berdasar. Pasalnya, taruhlah di Jakarta, menurut Perda DKI Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Retribusi Daerah, biaya lahan pemakaman di Ibu Kota yakni maksimal seharga Rp275 ribu, bahkan gratis. Nilai itu meliputi biaya sewa lahan selama tiga tahun dari Rp0-100 ribu, sewa ambulans Rp100 ribu, serta peralatan perawatan jenazah Rp75 ribu. Murah, bukan?
Ironisnya, kenyataan yang dihadapi di lapangan jauh berbeda dengan apa yang tertulis di kertas. Salah seorang warga mengaku, harus membayar sekira Rp4 juta untuk pemakaman sang ayah yang tiada pada 28 Juli 2018 lalu. Sang ayah dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jaksel.
Dengan biaya senilai itu, fasilitas yang didapat hanya sebatas sewa tanah, gali kubur, tenda, dan juga kursi. Sedangkan ambulans harus membayar sendiri, dan ekstra Rp150 ribu per bulan untuk biaya perawatan makam.
Fasilitas yang diperoleh adalah kavling tanah, jasa gali-tutup makam, tenda, kursi, dan papan nama dari kayu. Selain itu, keluarganya pun masih membayar Rp100-200 ribu per bulan untuk biaya perawatan makam.
Selain karena praktik pungli, mahalnya biaya pemakaman juga disebabkan oleh keterbatasan lahan kosong di Jakarta. Terlebih lagi, semenjak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, angka kematian meningkat yang selanjutnya memaksa otoritas terkait membuka lahan baru.
Akhir-akhir ini angka kematian terkait Covid-19 makin bertambah, sementara pemakaman khusus pasien virus korona sudah penuh usai dipakai sebagai pusat pemakaman selama pandemi.