Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tetaplah Bersuara! Begini Cara Aman Mengkritik Negara

10 Februari 2021   02:54 Diperbarui: 10 Februari 2021   18:26 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kritik terhadap pemerintah. | Legaldesire.com

Meskipun telah dijamin konstitusi, kebebasan berpendapat kerap kali menyeret warga negara ke dalam jeruji penjara. Diperlukan adanya cara cerdas dan aman agar dalam bersuara tak berujung aksi pidana.

Dalam alam semesta demokrasi, semua manusia yang berpijak di bawah lapisan atmosfernya, secara otomatis berperan sebagai sosok kritikus tanpa terkecuali.

Berbeda halnya jika kita hidup di bawah langit tirani dan monarki, di mana suara kita akan dideteksi seolah ancaman bagi penguasa. Mereka akan selalu berusaha untuk membungkam mulut-mulut yang dinilai berpotensi mengusik kekuasaan.

Sebagai makhluk demokratis, agaknya kita semua senada dengan Adam Kirsch. Dalam jurnalnya yang berjudul "How to Live With Critics", Kirsch memaparkan bahwa kritikus hanyalah pembaca yang membuat pertanyaan, lantas mencoba menjawabnya di hadapan umum, demi kepentingan pembaca lainnya.

Kirsch ingin menyampaikan bahwa kita berhak memberikan penilaian terhadap sesuatu. Setiap orang diberikan otoritas yang kritis, taruhlah untuk mengatakan: "saya suka atau saya tidak suka".

Meski demikian, setiap kritik hendaknya  disampaikan dengan cara yang beradab, bukan dimaksudkan untuk menghakimi pribadi seseorang, apalagi sampai harus menyerang aspek kemanusiaannya.

Sangat sulit dimungkiri, akan selalu ada saja orang yang berpikiran bahwa kritik ialah wujud ekspresi kebencian. Padahal, kritik muncul sebagai bahan evaluasi. Ia terlahir sebagai reaksi alamiah manusia dalam menyikapi suatu hal.

Kritik dapat dilayangkan kepada siapa saja. Orang boleh mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan asas kemaslahatan bersama.

Tatkala Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk lebih aktif lagi dalam memberikan kritik terhadap kerja-kerja pemerintah, saya merasa senang, tetapi juga merasa cukup khawatir.

Rasa senang tersebut dilandaskan pada adanya niat mulia dari sosok pimpinan negara yang berkata kepada rakyatnya bahwa kritik merupakan hal yang baik dan diperlukan dalam menyikapi suatu kebijakan dan kinerja pemerintah.

Namun, pada saat yang sama, saya juga khawatir. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, sudah banyak warga negara yang memberikan kritik, tetapi justru diamankan oleh aparat penegak hukum atau dihakimi secara berjamaah oleh buzzer kekuasaan di media sosial.

Apa lagi jika bukan UU ITE yang dapat melahirkan beragam tafsir, tergantung pada agenda politik pemerintah. Pasal-pasal karetnya sangat elastis sehingga mampu menempatkan 270 juta kepala sekaligus ke tahanan sewaktu-waktu.

Warga negara yang seharusnya dijamin kebebasan berpendapatnya oleh negara, justru mengalami kriminalisasi. Dalam berekspresi memang harus ada batasnya. Namun, batasan itu sendiri yang sampai kini masih remang-remang di Indonesia.

Penindakan terhadap para kritikus yang dinilai menyinggung pemerintah bukan dilandaskan untuk memberikan edukasi tentang tata cara berekspresi yang baik kepada masyarakat, melainkan sebagai manifestasi pembungkaman.

Sebagai kepala negara, Presiden Jokowi harus memiliki modal jiwa besar dalam menghadapi berbagai kritik tajam yang diarahkan kepada dirinya. Begitu pula dengan pejabat-pejabat negara lainnya.

Ada banyak ruang dalam mengutarakan kritik. Media sosial bahkan memberikan kemudahan dan akses selebar-lebarnya bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi serta kritik terhadap kebijakan pemerintah. Berikut beberapa cara agar prosesi kritik-mengkritik tidak sampai berujung pada aksi penjemputan paksa.

#1 Fokuskan pada Ide (Kabijakan)
Tidak ada satupun konstitusi yang bisa menghakimi ide, kritik juga termasuk di dalamnya. Sebagai warga negara yang baik, kritik harus difokuskan tehadap kebijakan yang tidak memihak rakyat.

Dengan memfokuskan pada kebijakan, kita akan terhindar dari argumentum ad hominem atau upaya penyerangan atas pribadi seseorang. Cara itu melahirkan kesesetan logika dalam berpendapat.

Jangan sampai menyentuh ranah pribadi ketika melontarkan kritik, termasuk juga kepada pejabat negara. Kita sudah sering disuguhi pemandangan mengenai betapa elastisnya hukum di Indonesia.

Lontarkan kritik pada kebijakan negara yang dinilai telah melenceng dari relnya sehingga mustahil bagi penguasa untuk membungkamnya.

#2 Jangan Menyebut Nama
Apalah arti sebuah nama. Demikian kata pujangga. Akan tetapi, konsep itu tidak berlaku pada konteks kritik-mengkritik. Jangan sebut nama seseorang, terlebih nama pejabat negara, ketika mengkritik.

Pasalnya, penyebutan nama yang diikuti dengan kritik tanpa data yang akurat dan memadahi dapat menyeretmu selangkah lebih dekat ke dalam tahanan. Kamu akan dituduh menyebarkan informasi palsu, pencemaran nama baik, atau hate speech.

Pastikan mengkritik tanpa menyebutkan nama secara spesifik. Cara tersebut akan sangat sulit dibuktikan sebagai tindakan melanggar hukum, tetapi pendapat dan kritik kita akan tetap tersampaikan.

#3 Libatkan Data
Kritikus piawai selalu melibatkan data dalam setiap kritik yang diutarakannya. Dalam mengkritik, data yang dibumbui dengan argumentasi cerdas tidak akan mampu dibendung oleh pasal karet.

Penglibatan data akan merobek-robek elastisitas pasal karet dan mengungkap buruknya kebijakan dan kinerja negara. Kritik cerdas yang didasaran pada data akurat sangat sulit untuk diperkarakan. Langkah itu juga akan mencegah hoaks dalam setiap materi kritik kita.

#4 Hindari Ujaran Kebencian
Hindari mengutarakan ujaran kebencian yang sifatnya menghasut atau mengarah pada tindak kriminal. Langkah tersebut bisa membuka peluang untuk dilakukan penindakan secara hukum.

Ada batasan yang sangat jelas di antara kritik dengan ujaran kebencian meski terkadang hal itu kerap dikaburkan oleh pemerintah melalui jasa pasal karet.

Namun, jika kita sudah menaati ketiga langkah sebelumnya, maka tidak akan ada celah bagi aparat penegak hukum untuk menjemput kita secara paksa.

#5 Hindari Memakai Akun Anonim
Penggunaan akun anonim mungkin bisa membuat kita merasa lebih bebas dalam mengekspresikan pendapat. Namun, di saat yang sama, bisa memicu kita untuk mengutarakan ujaran kebencian.

Kita akan selalu merasa bahwa tidak ada hal yang harus dijaga saat berada dalam mode anonim. Dampaknya, hal itu bisa membuat kritik dan pendapat kita tanpa perhitungan yang matang dan terukur.

Jangan menilai dengan menjadi anonim tidak dapat meninggalkan jejak digital, sebaiknya hilangkan anggapan tersebut. Pasalnya, telah banyak pemeran di balik akun anonim yang gemar mengutarakan kritik atau mengusik pemerintah yang telah dijebloskan ke dalam penjara.

Sebaliknya, dengan tetap memakai akun pribadi, kritik serta aspirasi kita akan lebih didengar. Jangan samakan diri kita dengan akun anonim atau akun buzzer yang gemar mengolah propaganda.

Ilustrasi pembungkaman kritik. | Einnetwork.org
Ilustrasi pembungkaman kritik. | Einnetwork.org
Semoga cara itu tetap bisa menyalurkan hasrat dalam meluapkan kritik terhadap pemerintah dan pejabatnya tanpa harus menjerumuskan diri ke dalam penjara. Sesungguhnya UUD 1945 sudah sangat jelas menjamin kebebasan rakyat dalam berpendapat. Jangan takut karena benar.

Kritik tidak akan terlepas dari realitas kehidupan manusia. Ia akan selalu ada, kemudian beranak pinak melalui rahim demokrasi meski negara mencegahnya.

Bersuaralah dengan cerdas tanpa harus menjadi pesakitan. Dari kritik keras nan cerdas masa depan Indonesia bertumpu!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun