Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Hindari Konten Toksik, Begini Cara Detoksifikasi Linimasa Twitter

26 Januari 2021   11:15 Diperbarui: 27 Januari 2021   12:04 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi detoksifikasi Twitter. | Yourstory.com

Pernah terganggu konten toksik? Adopsi trik berikut agar linimasa terbebas dari konten sampah dan kejomloan kamu lebih berfaedah.

Menilik catatan Oberlo, Twitter memiliki pengguna aktif harian mencapai 145 juta pada 2019 lalu. Terdapat sekitar 500 juta cuitan setiap hari atau 5787 cuitan setiap detik yang bersirkulasi di linimasa.

Layaknya partikel debu di luar angkasa, beberapa kicauan itu akan mengorbit di atmosfer linimasa kita setiap hari. Oleh sebab itu, konten di Twitter bisa sangat melimpah, begitu pula konten sampah.

Meski hanya mengikuti akun-akun dan topik yang kita kehendaki, sayangnya, algoritme baru Twitter memungkinkan cuitan-cuitan sampah dari akun sebelah (mutual) untuk terlihat di linimasa kita.

Sistem algoritme linimasa pada Twitter yang mulai digunakan pada 2018, kerap memancing keluhan pengguna. Format baru tersebut membuat pengguna bisa melihat cuitan dari akun yang kita ikuti, termasuk dari akun yang mereka ikuti.

Apalagi, format "show top tweets first" yang justru lebih banyak memuat konten gorengan selebtwit, twitwar tak penting, hingga komentar yang penuh kebencian dari buzzer pro dan kontra pemerintah.

Tagar-tagar pembebalan pun mewarnai linimasa akibat algoritme baru tersebut. Sejatinya, kita tak pernah menginginkan konten itu berkeliaran di linimasa.

Perubahan itu membuat manusia waras di manapun akan kesulitan menikmati kegiatan bermedsos-ria. Hal yang sama juga bisa membuat manusia tidak waras semakin tenggelam ke dalam kebebalan yang tidak berujung.

Meski membantu kita dalam mengikuti tren dan informasi terkini secara instan, fitur trending topic juga acapkali dipakai sebagai katalis untuk mengkampayekan hoaks dan konten beracun lain.

Alih-alih mendapatkan asupan konten yang bergizi, kita justru dipaksa untuk menelan kicauan toksik yang sarat akan pembodohan. Di mana konten itu dapat membentuk senyawa radikal bebas yang tertimbun di otak dalam jangka panjang.

Saking banyaknya konten beracun yang beredar, sampai-sampai kita kesulitan dalam mengidentisifikasi mana asupan yang mengandung fakta dan mana yang terpapar hoaks dan conflict of interest.

Lebih mengerikannya lagi, menurut hasil penelitian dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada 2018, hoaks lebih cepat bersirkulasi dibanding berita yang memuat fakta, di jagat Twitter.

Saat peneliti mengamati "cascade" atau rantai retweet yang tak terputus, sirkulasi hoaks bisa melaju mencapai 10 hingga 20 kali lebih cepat daripada berita faktanya.

Studi itu juga memaparkan sebanyak 70 persen kicauan hoaks lebih banyak di-retweet daripada berita asli. Dari angka itu terdapat jasa dari jari-jemarimu!

Sebagai netizen yang masih waras, kita pasti bertanya-tanya, mengapa Twitter bisa menjadi habitat subur hoaks.

Penelitian bertajuk "The Spread of True and False News Online" memaparkan bahwa Twitter menjadi ekosistem subur hoaks sebab kita mengaksesnya sebagai sumber utama berita. Layaknya bisnis, di mana ada konsumen, di sana ada pasar.

Tentunya kamu pernah merasa jengkel oleh kicauan-kicauan sampah, baik dari kubu #1 ataupun kubu #2 ketika musim pemilu tiba, terutama saat pilpres. Tak hanya itu, ujaran beracun lain juga bisa datang dari akun buzzer, selebtwit, dan bocah labil yang gemar menebar hoaks, sensasi, dan pembodohan.

Di tengah pandemi Covid-19 sekalipun, hoaks masih banyak dijumpai. Melihat hal itu, sejak 18 Maret 2020 lalu, Twitter mencatat sudah menghapus lebih dari 1.100 cuitan hoaks terkait virus korona.

Selain itu, Twitter juga akan menandai kicauan yang mengandung hoaks, baik yang terkait Covid-19 maupun yang tak sesuai regulasi mereka, taruhlah hoaks serta glorifikasi kekerasan yang pernah diutarakan oleh eks presiden AS, Donald Trump, belum lama ini.

Hari ini (26/1/2021), Twitter baru merilis layanan bernama Birdwatch yang dipakai sebagai periksa fakta berbasis komunitas atau crowdsources dari para pengguna.

Sayangnya, fitur yang masih dalam fase uji coba itu baru tersedia di AS. Langkah itu tampaknya sebagai wujud akumulasi dari kondisi politik yang terjadi di sana. Puncaknya, mereka sampai memblokir permanen akun Twitter pribadi Trump.

Sebagian besar dari cuitan tersebut hanya akan menjadi sampah peradaban. Apabila kamu membiarkan cuitan-cuitan toksik terus-terusan mampir di linimasa, akan menggerogoti kesehatan logikamu kala mencerna suatu informasi.

Cuitan-cuitan toksik dapat menimbulkan kebingungan dan bias dalam masyarakat sebab tak semua orang bisa membedakan antara fakta dan hoaks. Tagar penolakan terhadap vaksinasi Covid-19 adalah salah satu masifnya dampak buruk penyebaran hoaks di jagat Twitter.

Beberapa akun dengan sengaja menyebar konten beracun untuk bermacam agenda, sementara yang lain melakukannya tanpa disadari. Jangan biarkan dirimu menjadi agen terselubung mereka.

Ayo perangi konten toksik di Twitter. | Localfame.com
Ayo perangi konten toksik di Twitter. | Localfame.com
Selain bisa digunakan untuk membisukan konten berupa kata, akun, dan tagar, fitur "mute" juga dapat dimanfaatkan untuk memfilter algoritme Twitter.

Teknik "mute" ini tak hanya didasarkan kata kunci tertentu, tetapi juga berbasis format algoritme pengumpulan berbagai data yang digunakan oleh sistem Twitter.

Kamu dapat mendetoksifikasi linimasa kamu dari konten-konten toksik dengan menambah baris kode (string) sehingga aktivitas berkicau ria-mu menjadi lebih bergizi sekaligus menyehatkan.

Caranya sangatlah mudah. Buka aplikasi Twitter. Masuk ke akun kamu. Sekali lagi, masuk ke akun pribadimu, bukan akun mantan kamu, ya!

Akses menu Settings > Notifications > Muted > Muted words atau klik link ini, lalu tambahkan untaian string berikut:

suggest_activity_tweet
Baris kode di atas bisa digunakan untuk menghentikan rekomendasi twit yang dianggap oleh sistem algoritme Twitter menarik bagimu.

suggest_recycled_tweet_inline
Baris kode di atas bisa digunakan untuk menghentikan berbagai twit yang viral yang muncul berulang kali di linimasa atau di kolom trending topic.

suggest_pyle_tweet
Baris kode itu digunakan agar tidak ada lagi twit rekomendasi atau cuitan yang disukai oleh akun yang diikuti oleh para pengikutmu.

suggest_grouped_tweet_hashtag
Baris kode di atas bisa digunakan untuk mencegah tagar atau kata yang tengah viral sehingga tidak akan muncul lagi di kolom trending topic.

suggest_who_to_follow
Baris kode di atas bisa digunakan untuk mencegah Twitter menyarankan akun tertentu untuk kamu ikuti.

generic_activity_momentsbreaking
Baris kode di atas bisa digunakan untuk menampilkan cuitan terbaru saja, bukan yang sudah digoreng buzzer atau konten beracun yang sedang viral.

Data diolah dari tangkapan layar laman Twitter. | dokpri
Data diolah dari tangkapan layar laman Twitter. | dokpri
Ubah centang di kolom "mute from" ke "from anyone". Usai menambakan baris kode di atas, muat ulang laman Twitter di peramban atau restart aplikasi Twitter di gawaimu agar algoritme dapat bekerja.

Pada Twitter versi dekstop, trik itu akan langsung bekerja. Sementara pada versi aplikasi akan perlu waktu beberapa saat untuk bisa bereaksi secara efektif.

Cara tersebut mungkin tidak akan dapat membantumu dalam menemukan jodoh, tapi sangat efektif untuk memutus mata rantai sirkulasi hoaks dan cuitan toksik dalam masyarakat melalui jagat Twitter. 

Selain itu, trik di atas juga membantu untuk menjaga kesehatan logika serta persepsimu dalam memandang dunia dan peradaban. Melalui upaya kecil itu, kamu telah berpartisipasi aktif dalam menghentikan sirkulasi konten toksik.

Namun, semua trik itu tidak akan efektif bekerja jika kamu tidak melakukan cek fakta atau memeriksa kebenaran sebuah konten, terlebih sebelum kamu hendak me-retweet cuitan tersebut. Pasalnya, apa yang kamu retweet juga akan dilihat oleh jutaan netizen lain di luar sana.

Manfaatkan peramban untuk mengecek fakta suatu informasi, apakah konten itu sudah seirama dengan yang diberitakan media arus utama. Pakai Google Reverse Image Search untuk mendeteksi, apakah suatu foto melenceng dari konteksnya. Seluruh kendali berada di tangan kamu.

Sekali lagi, efektivitas detoksifikasi akan sangat bergantung terhadap cara kamu dalam menyikapi suatu informasi. Jangan terlalu mudah percaya. Selalu cek fakta!

Jangan biarkan dirimu terjebak kicauan beracun. Aplikasikan trik di atas supaya logikamu tidak terpapar konten sampah dan kejomloanmu lebih berfaedah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun