Karena kesulitan mengingat informasi, kita harus memakai Internet lagi yang menyebabkan siklus ketergantung pada dunia digital terus berputar.
Kecenderungan dalam mengandalkan internet untuk menggali informasi dapat menimbulkan masalah. Kita yang sudah mulai terbiasa dimanjakan Google guna keperluan belajar ketimbang membaca buku, menjadi kebingungan saat tengah menjalani repetisi. Membaca buku jelas memberikan pemahaman yang lebih baik dan mampu bertahan lebih lama di otak.
Dominasi mesin peramban buatan Larry Page itu akhirnya mengubah kebiasaan penggunanya di seluruh dunia. Bahkan, hampir di seluruh aspek kehidupan kita tak bisa lepas dari pelukan "mesin yang tahu segalanya" tersebut.
Cara paling mudah untuk menghindari "Google Effect", yakni dengan mencari alternatif sumber lain untuk mendapat informasi. Namun, hal itu biasanya akan menyita lebih banyak waktu dan tenaga.
Sebagai opsi, kita bisa membuat catatan tulisan tangan atau menyisihkan waktu beberapa menit sebelum mencari suatu informasi. Alih-alih langsung bertanya kepada Google, kita perlu mengaktifkan otak untuk mengingatnya terlebih dulu karena mungkin saja informasi tersebut telah kita baca sebelumnya.
Biar bagaimana pun, teknologi itu netral. Manusia lah yang kerap kali kurang bijak kala menggunakannya. Kehadiran Google membuat diri kita semakin sadar bahwa kemampuan otak manusia juga terbatas.
Agaknya, cukup sulit juga, ya, kalau kita harus mencari literaturnya terlebih dulu di perpustakaan atau di toko buku ketika ingin menulis di Kompasiana.
Ya, Google sudah terlanjur membuat kita nyaman. Jika sudah nyaman, lantas lahir rasa sayang yang amat dalam. Jika sudah begitu, pasti sakit saat ditinggalkan. Duh!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H