Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Transfer Horor Rezim "Nobita", Barcelona Terancam Bangkrut

4 November 2020   16:21 Diperbarui: 4 November 2020   18:38 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelian dan penjualan pemain termahal Barca di era presiden Bartomeu. | Besoccer.com

Situasi mencekam saat ini tengah melanda Barcelona, selain tampil loyo di La Liga, mereka juga harus bertahan dari teror kebangkrutan.

Usainya bulan Oktober yang mencekam oleh perayaan Halloween ternyata tidak serta-merta mengakhiri sensasi horor bagi klub kebanggaan rakyat Catalunya.

Lengsernya sang presiden, Josep Maria "Nobita" Bartomeu, belum benar-benar bisa meredam situasi mencekam itu. Kini Barca harus menghadapi ancaman teror mencekam lainnya, yakni kebangkrutan.

Barcelona merupakan salah satu tim elit Eropa yang bergelimang prestasi. Selain itu, Barca juga menahbiskan diri menjadi klub dengan penghasilan paling tinggi di dunia. Meski demikian, status prestise itu tidak menjamin kondisi finansial mereka bisa kebal terhadap ancaman krisis akibat pandemi Covid-19.

Krisis yang dialami Barca sejatinya cukup mengherankan, mengingat pada musim 2018/19 mereka sukses bercokol di posisi tertinggi sebagai klub berdompet paling tebal di dunia. Menurut laporan Deloitte's Football Money League, mereka berhasil meraup pendapatan mencapai 741 juta pounds atau setara dengan Rp 13 triliun.

Alih-alih kokoh bertahan dari gempuran krisis, mereka justru menjadi tim raksasa di daratan Eropa pertama yang terancam mengalami gulung tikar.

Tidak adanya pos pemasukan dari tiket, penjualan merchandise, serta tur stadion (sektor pariwisata) disebut-sebut sebagai penyebab utama kondisi keuangan klub yang berdarah-darah.

Krisis itupun diakui oleh presiden interim klub, Carles Tusquets, yang kini memiliki tanggung jawab penuh atas Barca. Fokus utama klub, menurut Tusquets, adalah ekonomi. Pandemi menghantam kondisi finansial klub dengan sangat keras.

"Klub bergantung pada pariwisata dan sekarang semua pendapatan itu telah hilang. Kami harus menggunakan ide (pemangkasan gaji) dewan sebelumnya untuk mengatasi masalah yang kami hadapi." kata Carles. Dilansir dari Marca.

Menurut laporan media berbasis Spanyol, RAC1, klub yang berdiri pada tahun 1899 itu bisa berpotensi bangkrut pada Januari 2021 mendatang jika tidak memangkas gaji para pemainnya dalam waktu dekat.

Ketika kompetisi dihentikan selama tiga bulan, Barca memang sempat memotong gaji para pemainnya mencapai 70 persen. Absurdnya, mereka masih tetap merugi. Barcelona mengklaim telah mengalami kerugian mencapai 88 juta pounds awal bulan Oktober ini.

Pada awal musim 2020/21, ketika kondisi belum juga membaik, klub kembali harus memilih rasionalisasi gaji sebagai taktik instan guna menyeimbangkan neraca dan bertahan dari teror kebangkrutan.

Gaji pemain merupakan area yang paling membebani kondisi keuangan klub. Barca menghabiskan 235 juta pounds per tahun untuk menggaji pemain di skuat utama.

Barca memiliki tanggungan gaji tertinggi dari kesebelasan mana pun. Mereka harus mengalokasikan 69 persen pendapatan mereka untuk gaji pemain. Angka yang sangat mencolok dibandingkan rivalnya, Real Madrid, yang hanya menghabiskan 52 persen dari total pendapatan mereka.

Barcelona dilaporkan tengah memulai negosiasi dengan para pemainnya untuk pemotongan gaji sebesar 30% atau 190 juta euro (sekira Rp 3,2 triliun). Kebijakan itu harus segera menemui kata sepakat pada Kamis 5 November sebelum hantu kebangkrutan menjadi kenyataan.

Manajemen klub mengemban tugas berat guna meyakinkan para pemainnya karena sebagian dari mereka tidak setuju dengan pemotongan gaji. Hasil akhir pertemuan antara tim hukum Barcelona dengan para pemain sangatlah krusial.

Sensasi jumpscare ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ. Barcelona juga harus bersiap-siap menghadapi situasi horor lain yang mengintai mereka dari kegelapan, yakni kontrak Lionel Messi.

Sudah genap dua dekade ia menegaskan dirinya sebagai El Mesiah (juru selamat) bagi Barcelona. Cahaya illuminatus yang mengiringi kelahirannya di Camp Nou akan segera memudar kemudian disusul dengan kebangkitan El Diablo yang dapat menyeret Barca ke dalam era kegelapan.

Kontrak Messi akan habis pada Juni 2021. Selain berpotensi kehilangan sang juru selamat, Barca juga akan dibebani oleh pemberian bonus loyalitas kepada Messi di akhir masa pengabdiannya.

Hal itu akan sangat membebani finansial Blaugrana yang sedang tidak sehat saat ini, sehingga menjadi perlu bagi Barca untuk membujuk Messi agar tidak pergi pada akhir musim 2020/21.

Terlepas dari hal-hal tersebut, benarkah pandemi menjadi satu-satunya hantu yang menyeret Barcelona dalam jurang kebangkrutan?

Bursa Transfer Horor Tanpa Visi ala Nobita

Benih krisis finansial yang dialami oleh Bercelona sejatinya sudah ditanam saat Neymar hengkang ke PSG. Kala itu Barca mengantongi fresh money mencapai 222 juta euro untuk dibelanjakan.

Akan tetapi, manajemen Barca di tangan Bartomeu tidak memiliki visi yang jelas mengenai aspek sepak bola. Mereka telah menyia-nyiakan uang hasil penjualan kontroversial dari mega bintangnya itu.

Penjualan Neymar yang hingga saat ini masih menjadi rekor pemain termahal di dunia, meninggalkan efek domino berupa inflasi di bursa transfer. Setiap tim yang mengetahui rekening gendut Barca tentu tak akan melepaskan pemainnya dengan harga murah.

Sejumlah pemain rekrutan Barca era Bartomeu yang sebagian besar gagal. | Diolah dari Barcatimes.com
Sejumlah pemain rekrutan Barca era Bartomeu yang sebagian besar gagal. | Diolah dari Barcatimes.com
Barca mengeluarkan 150 juta euro untuk talenta muda Dortmund, Dembele, yang terbukti menjadi pembelian gagal. Selain rentan cedera, pemain berusia 23 tahun itu juga belum membuktikan diri sebagai pemain kunci yang dapat diandalkan.

Keputusasaan guna mengisi kekosongan Neymar membuat Barca kembali harus menggelontorkan 140 juta euro untuk menebus Coutinho. Ia masih kesulitan untuk menyatu ke dalam sistem Barca. Bahkan ia juga sempat dipinjamkan ke Bayern untuk mengurangi beban gaji.

Transfer Griezmann yang menghabiskan anggaran klub senilai 120 juta euro bukan lagi untuk menggantikan posisi Neymar, tapi untuk mencari suksesor Luis Suarez. Seiring berjalannya waktu, perekrutan Griezmann belum mencerminkan pilihan yang tepat bagi tim. Sama halnya dengan Coutinho, ia masih kesulitan membaur ke dalam sistem.

Kebijakan transfer pemain yang dibuat Barca di bawah rezim Nobita tidak pernah direncanakan dengan matang. Aktivitas jual-beli pemain hanya dipakai sebagai langkah untuk menyeimbangkan neraca keuangan klub dan hal itu terbukti gagal.

Sejak rezim Bartomeu yang dimulai pada Januari 2014, hanya pemain seperti Ter-Stegen, Bravo, Suarez, dan Paulinho yang dapat dikategorikan pembelian sukses. Lenglet, De Jong, dan sejumlah rekrutan baru lainnya masih memiliki banyak hal untuk dibuktikan.

Pembelian pemain-pemain seperti Andre Gomes, Thomas Vermaelen, Aleix Vidal, Lucas Digne, Arda Turan, Yerry Mina, Malcom, Martin Braithwaite, dan sederet pemain lain yang berakhir di daftar jual tak memiliki kapasitas untuk bisa sukses di Camp Nou.

Barcelona terkesan hanya membuang-buang tabungan mereka untuk membeli sejumlah pemain (panic buying) yang tidak benar-benar dibutuhkan oleh tim.

Menurut calon presiden klub, Victor Font, Barca belum mengelola keuangan mereka dengan cermat sejak pemilihan presiden terakhir (2015). Hal itu dikombinasikan dengan manajemen buruk yang saat ini menempatkan Barca dalam posisi sulit.

"Jika Anda menambahkan pandemi, itu membuat situasi menjadi lebih buruk. Klub akan mencoba menjelaskan, bahwa kesulitan keuangan mereka disebabkan karena pandemi, tetapi masalah yang mendasarinya sudah terlebih dahulu ada di sana." Kata Font seperti dilansir dari BR Football.

Yang ada di dalam kepala mereka hanya uang tanpa menimbang aspek teknis dan prestasi klub. Tudingan korupsi juga sempat diarahkan kepada Bartomeu dkk atas keuntungan pribadi yang mereka dapatkan dari sejumlah kesapakatan.

Pembelian dan penjualan pemain termahal Barca di era presiden Bartomeu. | Besoccer.com
Pembelian dan penjualan pemain termahal Barca di era presiden Bartomeu. | Besoccer.com
Di era Bartomeu, Barca menghabiskan lebih dari 1 milyar euro guna membeli 34 pemain dan hanya 20 persen saja yang dapat dikatakan sukses. Mereka hanya meraup 724 juta euro dari penjualan 43 pemainnya. Beberapa pemain bahkan dilepas ke klub lain secara cuma-cuma.

Dari data tersebut dapat dikonklusikan, bahwa Barca sangat buruk perihal jual-beli pemain. Ketidakseimbangan neraca (minus 276 juta euro) tersebut yang hari ini menggiring Barcelona menuju lubang kelam kebangkrutan.

Barcelona memiliki opsi talenta muda La Masia dengan prospek yang sangat cerah. Namun, mereka (Bartomeu dkk) lebih memilih untuk menghamburkan uang guna membeli pemain yang tidak benar-benar dibutuhkan tim.

Terlebih dari segi gaji, talenta La Masia lebih efisien dibanding nilai gaji pemain dari luar akademi. Barcelona juga tidak perlu merogoh kocek sepeser pun untuk menggunakan jasa mereka.

Kondisi krisis yang dialami Barca saat ini menjadi momentum yang sangat tepat untuk mengobarkan kembali cahaya La Masia yang belakangan mulai meredup dengan mengorbitkan para talenta muda.

Visca Barca! Y visca La Masia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun