Messi mengawali era emas Barcelona di selembar serbet. Dua dekade berselang, haruskah La Pulga mengakhirinya lewat secarik kertas faksimili?
Kepindahan Cristiano Ronaldo dari Real Madrid ke Juventus mungkin tak terlalu mengejutkan, sebab ia pernah mengaku dirinya sangat terbuka dengan segala kemungkinan. Namun tidak bagi Lionel Messi yang telah menyatakan loyalitas dan kecintaannya pada Barcelona selama dua dekade.
Messi adalah Barcelona dan Barcelona adalah Messi. Sejumlah rekor fantastis sukses ia catatkan selama berseragam Blaugrana. La Pulga menjadi jiwa dari permainan Barcelona selama bertahun-tahun. Posisinya yang tidak tergantikan melahirkan istilah messidependencia, yang artinya ketergantungan berlebihan kepada Messi.
Menurut Transfermarkt, Messi sudah melakoni 731 laga. Tak kurang dari 634 gol dan 254 asis sukses ia torehkan. Artinya, Messi terlibat dalam total 888 gol Barca sejak Oktober 2004 silam.
Kabar hengkangnya Messi kian memanas setelah munculnya burofax (faksimili) yang diduga kuat dikirim oleh pemilik 138 caps Timnas Argentina tersebut dengan memanfaatkan klausul nomor 24 dalam kontraknya.
Dalam klausul itu menyatakan, bahwa Messi bisa meninggalkan Barca secara gratis saat kontraknya tersisa satu musim. Dimana kontrak yang ia sepakati di tahun 2017 akan berakhir pada 2021 mendatang. Barcelona juga menyisipkan release clause fantastis senilai 700 juta Euro atau sekitar Rp 12 triliun.
Selain itu, dalam klausul itu juga tertulis Messi bisa pergi dari Barca secara cuma-cuma ketika ia sudah berusia 32 tahun kemudian mengajukan pengunduran diri langsung kepada manajemen.
Messi menganggap klaimnya telah memenuhi kedua unsur tersebut, lantas dirinya mengajukan permohonan agar diperbolehkan pergi dari klub Catalan.
Namun, pendapat berbeda ditunjukkan oleh pihak manajamen Barcelona yang menilai klausul itu hanya efektif sampai 30 Juni 2020. Artinya, keputusan Messi untuk hengkang sudah terlambat.
Alhasil, kepergian Messi dari Barcelona harus disertai dengan penebusan release clause senilai 700 juta Euro bagi klub peminatnya.
Di sisi lain, kubu Messi meyakini tenggat waktu seharusnya mundur hingga akhir Agustus karena kondisi khusus musim 2019/2020 yang berjalan lebih panjang akibat pandemi virus corona.
Persoalan tersebut berpotensi berlanjut ke jalur hukum sebab kedua belah pihak sejauh ini belum ada kata sepakat.
Kabar keenggenan Messi untuk bertahan di Barcelona sebetulnya bukan hal yang baru. Sebelumnya banyak spekulasi beredar dirinya akan hengkang dari klub Catalan, akan tetapi rumor itu meredup seiring waktu.
Sayangnya situasi kali ini sedikit berbeda, karena kabar itu datang melalui Messi ketika Barcelona sedang berada dalam kondisi krisis baik dari sisi manajerial klub maupun dari segi prestasi.
Keinginan Messi untuk hengkang merupakan puncak dari serangkaian peristiwa yang terus menerus ditimbun hingga ia sampai pada titik jenuhnya.
Berikut ini saya rangkum, sejumlah peristiwa yang pernah ia hadapi selama berseragam Azulgrana yang berujung pada akumulasi kekecewaan dan keputusannya untuk hengkang.
#1 Bobroknya Manajemen Barcelona
Barcelona berada dalam era gelap di bawah rezim Bartomeu. Dirinya hanya jelmaan dari presiden klub terdahulu, Sandro Rosell, yang pernah mendekam di penjara atas kasus pencucian uang di tahun 2014.
Mes que un club adalah moto hidup yang diamini oleh seluruh elemen klub sejak Barcelona berdiri di tahun 1899. Hal ini salah satunya diwujudkan dalam bentuk kebijakan untuk tidak mencantumkan sponsor komersial di dada mereka. Sebagai gantinya, Barca memasang logo UNICEF dengan kompensasi harus memberikan donasi kepada anak-anak tak beruntung di seluruh dunia.
Lalu Logo UNICEF harus tergusur oleh sponsor Qatar Sport Investment (QSI) terhitung dari 2011 hingga 2016 di bawah Sandro Rosell. Bartomeu disinyalir juga turut andil perihal kontrak sponsorship yang penuh dengan konflik kepentingan tersebut.
Sejak kepemimpinan Bartomeu di 2014 lalu, Barcelona kesulitan menciptakan harmoni dalam internal klub. Ia selalu berbuat onar melalui sejumlah keputusan dan kebijakan klub yang dinilai penuh intrik oleh banyak pihak.
Perpecahan internal Barca lantas terjadi di tahun 2015. Barcelona ditinggalkan oleh 6 direktur klub termasuk wakil presidennya. Tudingan korupsi juga sempat diarahkan pada Bartomeu.
Selain itu, Abidal sebagai representasi klub juga pernah memperburuk kedaaan dengan secara tak langsung menyebut Messi tidak menampilkan performa terbaiknya yang berujung pada krisis gelar yang dialami oleh Barcelona belakangan ini. Abidal lantas dijadikan "tumbal" atas perkataanya itu dan ditendang dari klub oleh Bartomeu.
Mengingat semua permasalahan tersebut, Messi tentunya akan berpikir ulang untuk tetap bertahan di Barcelona yang sedang mengalami pembusukan dari dalam.
#2 Hengkangnya Neymar dan Suarez
Siapa yang mampu menandingi agresivitas gol dari trio predator Messi, Suarez dan Neymar (MSN) selama menjalani 3 musim berseragam Barca?
Perpaduan ketiganya menjadi mimpi buruk bagi setiap lawan mereka. Faktor itulah yang membuat Barcelona selalu diunggulkan, tidak peduli tim manapun yang mereka hadapi saat itu. Trio MSN juga sukses mepersembahkan treble winner pada musim 2014/15.
Mereka selalu mencetak 100 gol lebih dalam 3 musim beruntun. Jika ditotal, Trio MSN sukses membukukan total 364 gol untuk Barcelona.
Rahasia agresivitas gol Trio MSN terletak pada chemistry mereka di dalam dan di luar lapangan. Namun, kombinasi ketiganya harus terhenti oleh mega transfer kontroversial Neymar ke PSG di musim 2017/18.
Kepindahan sahabatnya itu sempat membuat Messi kehilangan tandem terbaiknya di lini depan. Ia juga khawatir performa Barcelona akan menurun. Kelak terbukti, Barca tidak sedigdaya di era Trio MSN.
Selepas kepergian Neymar, Barcelona kesulitan mencari suksesor yang sepadan. Kucuran dana Rp 9,1 triliun untuk membeli 9 pemain sebagai proyek pengganti Neymar terbukti tidak efektif. Barcelona gagal menyamai prestasi mereka ketika Trio MSN masih bersama.
Mulai menurunnya permainan dan prestasi Barca akhirnya memicu kekhawatiran Messi. Kepindahan Neymar ke PSG yang penuh konflik juga menjadi bukti betapa buruknya manajemen Azulgrana.
Setelah Neymar, kini keputusan Koemen untuk tidak memasukkan Suarez dalam rencananya di musim depan sedikit banyak juga mengusik Messi karena ia merupakan sahabat baiknya. Keduanya kerap berlibur bersama dengan keluarga masing-masing. Bahkan anak-anak mereka juga belajar di sekolah yang sama.
Tak berhenti sampai disitu, Suarez merupakan pasangan terbaik Messi di atas lapangan saat ini. Total 47 asis yang sudah ia ciptakan untuk Messi.
Pada 24 Agustus 2020 lalu, Koeman dikabarkan telah menghubungi pihak Suarez dan memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa striker Uruguay tersebut. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan Messi untuk memutuskan angkat kaki dari Estadio Camp Nou.
#3 Kasus Pajak Messi
Tingginya pajak merupakan momok bagi pemain sepak bola di Spanyol. Messi pernah merasakan kejamnya kebijakan pajak di Negeri Matador itu.
Messi, bersama ayahnya Jorge, sempat tersandung kasus pajak. Mereka diduga menggelapkan pajak senilai 4,16 juta euro atau 63 miliar pada periode 2007-09. Untungnya setelah membayar denda, La Pulga tak harus dipenjara karena hukumannya di bawah dua tahun.
Selain karena tingginya nilai pajak di Spanyol, sikap manajemen Barcelona dinilai terlalu pasif saat Messi terkena kasus pajak. Sehingga ia sempat ingin pergi dari Barcelona.
Hal yang sama juga menjadi salah satu faktor pindahnya Ronaldo ke Juventus. Pajak memang telah lama menjadi "musuh" bagi pesepakbola di Spanyol, tak terkecuali Messi.
#4 Pelibatan Buzzer Internal Klub
Pada awal tahun ini, sebuah acara di stasiun radio Cadena SER menilai Barcelona telah membayar perusahaan bernama I3 Ventures dengan tugas memoles citra presiden Bartomeu di media sosial. Meski kabar itu buru-buru dibantah oleh pihak yang bersangkutan.
Salah satu tugas mereka adalah menyerang para pemain dan pihak-pihak yang kerap bersebrangan dengan klub, misalnya saja Messi, Gerard Pique, Pep Guardiola, Xavi, Carles Puyol, hingga Joan Laporta.
Situasi tersebut sempat membuat iklim internal dan ruang ganti klub memanas. Hal itu bukan preseden yang baik jika Barcelona masih menginginkan Messi untuk bertahan.
#5 Kekalahan 2-8 Atas Bayern Munchen
Kabar perginya Messi muncul 11 hari pasca Barca dihancurkan Bayern dengan skor 2-8 pada babak 8 besar Liga Champions 2019/20. Akibatnya Quique Setien ditendang dari kursi juru taktik Messi dkk.
Kekalahan itu menjadi pukulan yang sangat telak untuk Barcelona. Menjadi rekor terburuk dalam sejarah mereka, yakni kebobolan 8 gol pertama kalinya sejak 1946.
Catatan buruk itu pula yang merusak tahun emas Messi sebelum memasuki masa pensiun, sehingga ia berpikir lebih baik mencari klub lain yang mampu membantunya dalam meraih trofi.
#6 Pertemuan Messi dengan Koemen
Setelah resmi ditunjuk sebagai pelatih Barcelona pada 19 Agustus 2020, Koemen bergerak cepat untuk membenahi timnya. Sehari berselang ia juga bertemu dengan Messi.
Dalam pertemuan itu, Koeman menegaskan jika Messi tidak akan lagi mendapat keistimewaan di Barcelona. Hal itu yang membuat Messi semakin yakin untuk meninggalkan Barcelona.
Sayangnya, pertemuan yang harusnya tertutup rapat itu justru bocor ke media. Kabarnya, kubu Barcelona sendiri yang sengaja membocorkan hasil pertemuan Messi dan Koeman ke media. Messi pun dibuat semakin meradang.
#7 Faktor Internal Messi
Messi berulang kali menyatakan mimpinya semasa kecil yang masih ia pegang erat-erat, yakni kembali ke Argentina untuk membela Newell's Old Boys.
Hal itu menegaskan jika Barcelona bukan satu-satunya klub yang ingin ia bela selama menjalani karier sebagai pesepakbola. Cepat atau lambat Messi akan meninggalkan Catalunya, terlebih di usianya yang sudah mendekati masa pensiun.Â
Sejumlah faktor di atas semakin membuka peluang bahwa saat ini tidak hanya Newell's Old Boys saja yang bisa menjadi pelabuhan Messi selanjutnya jika memang ia menghendakinya.
*****
Sebelum situasi pelik itu mengemuka, Messi kerap dikaitkan dengan sejumlah klub elit Eropa lainnya. Namun, seperti yang sudah-sudah, kabar tersebut tidak kunjung terealisasikan.
Dari sejumlah klub, Manchester City adalah salah satu klub yang tertarik untuk merekrut Messi. Saat ini mereka memiliki peluang yang lebih besar karena faktor "petrodollar" serta kedekatan Messi dengan sang mantan pelatih, Pep Guardiola.
Apalagi Messi mencapai puncak performanya sebagai predator haus gol selama dilatih Pep. Di bawah asuhannya, Messi bermain di 219 laga dan sukses mencetak 211 gol, rekor terbanyak di bawah asuhan satu pelatih.
Sebagai seorang fan Barcelona garis lucu, saya tidak bisa berbuat apa-apa jikalau memang keputusan Lionel Messi untuk menanggalkan jersey Barcelona sudah benar-benar bulat.
Barca harus mulai berbenah dan langkah pertama yang perlu diambil adalah mendesak para Socios (member yang berhak memilih presiden klub) untuk menggunakan mosi tidak percaya guna menggulingkan rezim Bartomeu.
Ya, tidak ada satupun pemain yang lebih besar dari klub. Namun, tidak bisa dimungkiri Messi adalah puncak dari era emas Barcelona. La Pulga merupakan pusat dari permainan Blaugrana. Tanpa dirinya, agaknya mustahil Barcelona bisa sesukses saat ini.
Jika Messi sudah meninggalkan Camp Nou, ada 2 hal yang berlaku:
Pertama, Barcelona dituntut segera membangun sebuah kerangka permainan tanpa pemain Timnas Argentina Itu dan membuktikan bahwa Barca masih bisa meraih gelontoran trofi tanpa kehadiran Messi.
Kedua, Messi harus segara melupakan klub yang telah membesarkan nama dan menjadi rumahnya selama ini, kemudian membuktikan diri bahwa ia bisa tetap memecahkan rekor meski tidak lagi memperkuat panji kebesaran Blaugrana.
Kehilangan pemain bintang merupakan fenomena yang biasa di dunia sepak bola. Layaknya pohon gugur berganti daun. Hengkangnya para pemain bintang akan tergantikan oleh talenta-talenta muda berikutnya.
Namun, tidak untuk Messi yang bakat dan talentanya belum tentu muncul setiap 500 tahun sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H