Pada Perang Dunia II (1939-1944), Jenderal Nazi, Heinz Wilhelm Guderian, sukses merebut wilayah Perancis dengan strategi Blitzkrieg yang bertumpu pada unsur kecepetan dan kejutan.
Serangan mendadak, cepat dan tak terduga akan membawa kekalahan yang telak di pihak lawan dengan tidak memberikan kesempatan apapun untuk mengorganisasikan pertahanan diri yang stabil.Â
Strategi itu menempatkan tank sebagai striker utama dalam menggempur pertahanan lawan. Meski pada saat itu fungsi tank adalah sebagai altileri pendukung pasukan infantri, bukan ujung tombak serangan.
Guderian mendobrak tradisi militer dan berhasil menguasai Perancis hanya dalam tempo 5 minggu melalui taktik Blitzkrieg.
Delapan dekade berselang. Strategi yang sama diterapkan oleh Hansi Flick untuk meruntuhkan raksasa La Liga di babak delapan besar Liga Champions.
Superioritas Bayern pada laga itu adalah murni buah kejeniusan seorang Flick dalam meramu taktik yang dipadukan dengan filosofi Blitzkrieg ala Nazi Jerman yang mencoba melakukan serangan secepat mungkin saat bola berada dalam kendali mereka.
Ia menempatkan Muller sebagai tank di lini depan. Tak hanya membangun serangan, pemain timnas Der Panzer itu juga memiliki tugas merebut bola sesaat setelah rekannya kehilangan penguasaan bola atau pada saat Barcelona mulai membangun serangan.
Jika Sun Tzu berujar bahwa serangan adalah rahasia dalam pertahanan dan pertahanan adalah sebuah perencanaan serangan, maka Muller adalah serangan dan pertahanan yang berdiam dalam satu tubuh. Ia menyerang dan bertahan dengan sama baiknya meski kerap beroperasi di sepertiga akhir lapangan.
Muller bisa berada dimana saja dan kapan saja karena perannya yang unik itu. Menerapkan pola man to man marking pada Muller adalah sebuah kesalahan fatal. Selain itu, ia juga sangat sulit untuk dikawal.
Pada laga kontra Barca malam itu, Muller menegaskan pada dunia mengenai peran seorang Raumdeuter. Fleksibilitas dan pergerakannya sama sekali tidak mampu diprediksi oleh barisan pertahanan Barca. Ia menjadi awal kehancuran dari klub asal Catalan.
Total dua gol dan satu asis berhasil dicatatkan oleh pemain berusia 30 tahun itu. Pergerakan free roam-nya membuka borok dari barisan pertahanan Barcelona. Hanya dibutuhkan sepersekian detik bagi dirinya untuk menghilang dari kawalan pemain Barca dan muncul tepat dimana bola digulirkan.