Kejengkelan Indra dalam melihat fenomena pemain titipan itulah yang membuat dirinya dikenal dengan gaya "blusukannya" untuk mencari talenta muda di seluruh penjuru Indonesia. Ia memandang pemilihan pemain adalah hak prerogratifnya sebagai pelatih. Tak seorangpun--tidak pula PSSI--yang dapat mengintervensinya.
Di level setingkat lebih bawah. Pelatih Timnas U-17 Fakhri Husaini mengaku pernah dihubungi seorang penjabat yang meminta anaknya diikutsertakan di skuad Timnas. Dengan tegas Fakhri menolaknya karena ia tak mau mengakomodasi pemain titipan.
Rumor tersebut rupanya tidak hanya berkembang di kalangan internal PSSI dan tim kepelatihan saja. Eks pemain Timnas medio 1998-2004, Alexander Pulalo, juga turut mengungkapkan sejumlah fakta tentang persepakbolaan Indonesia.
Salah satunya ketika PSSI terlalu ikut campur dalam pemilihan pemain timnas, sehingga adanya pemain titipan tidak terhindarkan. Ketika menjadi punggawa timnas ia harus "berdarah-darah" untuk menyisihkan pamain lain agar bisa lolos, namun saat ini pengurus PSSI lah yang menentukan.
Alex menjelaskan, jika PSSI memang benar-benar serius mencari talenta muda seperti yang dilakukan oleh Indra, tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa menembus Piala Dunia. Harapan ini agaknya sudah terwujud, meskipun hadirnya Timnas U-20 pada Piala Dunia 2021 bukan atas kehebatannya melainkan karena "tiket auto-lolos" sebagai host.
Pada tataran klub. Tak jarang ditemui pejabat atau pihak-pihak yang memiliki akses dan afiliasi dengan klub meminta kerabatnya untuk diloloskan ke dalam skuad. Tentunya ada simbiosis mutualisme di sini.
Mereka tidak memiliki kuasa untuk memilih semua pemain yang memang benar-benar murni atas dasar pilihannya sendiri. Selalu ada saja pemain-pemain yang disusupkan untuk kepentingan sponsorship.
Apalagi jika pemain tersebut sudah lebih dahulu menjalin kontrak dengan sponsor, semakin sering bermain maka semakin meroket pula popularitas para pemain titipan beserta brand sponsornya.
Kapitalisasi meyebabkan peran sponsor sebagai sumber dana utama organisasi sepak bola teramat vital untuk menghidupi dirinya. Tanpa sponsor, klub dan organisasi sepak bola akan limbung.
Dominasi sebuah organisasi atau perusahaan dalam ranah kapitalisme adalah profit orientied. Artinya, penetapan suatu kebijakan (bisnis) selalu mengarah pada rasionalitas untung rugi sehingga urusan sepak bola itu sendiri seringkali dikesampingkan.