Kita harus menyadari satu hal, bahwa buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Seorang politisi sedikit banyak akan menurunkan sifat genetis politisi pula kepada garis keturunan biologisnya. Hal ini lantas menjadikan fenomena dinasti politik sejalan dengan hukum alam. Demikian pula Gibran yang terlahir dari gen politik sang ayahanda, Jokowi.
Jika mendasarkan pada filosofi politik Machiavelli, maka mekanisme mempertahankan kekuasaan melalui dinasti politik tidak hanya berlaku bagi trah Jokowi. Karena memang fenomena dinasti politik sudah ada dan telah diimplementasikan oleh berbagai rezim di Negeri ini baik di level Pilpres, Pilkada, Pileg ataupun dalam pemerintahan, sejak era Orde Baru Soekarno sampai saat ini.
Bahkan jauh sebelum itu, Nusantara sudah terlebih dahulu mengenal feodalisme pada zaman kerajaan yang memiliki esensi serupa dengan sistem dinasti politik di era demokrasi.
Selain Gibran yang maju pada Pilkada Solo dan sang menantu Bobby Nasution pada Pilkada Medan, ada pula Wahyu Purwanto yang merupakan suami dari adik kandung Jokowi serta Dolly Sinomba Siregar yang tak lain adalah paman dari Bobby Nasution.
Pada Pemilu 2019, dinasti politik pun meningkat. Berdasarkan riset Nagara Institute, setidaknya ada 99 orang anggota DPR RI 2019-2024 merupakan bagian dari dinasti politik karena memiliki hubungan keluarga dengan pejabat publik. Lalu pada Pilkada serentak pada 9 Desember mendatang sekitar sembilan keluarga pejabat yang akan terlibat.
Tidak berlebihan kiranya jika perhatian publik lebih tertuju kepada Gibran dan Bobby karena keduanya terkait erat secara kekerabatan (keluarga inti), yakni sebagai Putra Mahkota dan menantu Presiden RI.
Masuknya Gibran di Pilkada adalah fenomena baru dalam varian politik dinasti di Indonesia. Ia menjadi keluarga presiden (yang masih menjabat) pertama dalam sejarah perpolitikan Indonesia yang maju di pentas Pilkada serentak.
Politik dinasti sebenarnya tidak hanya tumbuh subur di Indonesia. Di luar negeri sekalipun, politik dinasti bisa dengan mudah ditemukan. Dinasti Bush misalnya, sudah menempatkan dua anggota keluarganya sebagai Presiden AS, George H. W Bush  sebagai presiden ke-41 (1988-92), dan sang putra George W. Bush sebagai presiden ke-42 (2001-09). Lalu di India ada Dinasti Nehru-Gandhi, sedangkan di Pakistan ada Dinasti Bhutto dan Dinasti Trio Kim dari Korea Utara.
Banyak orang berpendapat, penyebab utama politik dinasti tumbuh subur di Indonesia disebabkan oleh mandeknya fungsi partai sebagai media kaderisasi politik yang objektif. Anggota keluarga dinasti yang memiliki privilese, modal popularitas dan dukungan finansial yang kuat dipandang lebih potensial untuk memenangkan pemilihan dibandingkan pihak lain di luar trah dinasti.
"Surat sakti" Gibran akhirnya menyingkirkan jalur meritokrasi Achmad Purnomo yang dinilai lebih matang dan lebih berhak untuk maju. Terlebih ia adalah wakil walikota Solo saat ini. Purnomo harus rela mengalah oleh anak muda yang karier politiknya masih mentah setelah ia tidak mendapatkan restu dari Kanjeng Mami.
Memang sebagai warga negara Gibran memiliki hak untuk dipilih maupun memilih. Secara konstitusi pun tidak ada yang dapat menghadang Gibran terjun ke dunia politik. Hanya saja jika dilihat dari kaca mata etika, ia dinilai tidak etis mencalonkan diri saat sang ayah masih gagah-gagahnya berkuasa. Dan lagi-lagi, teori politik Machiavelli terbukti masih relevan.