Sepak bola dan rivalitas menjadi kesatuan integral yang tak dapat dipisahkan. Berkat rivalitas, sebuah pertandingan sepak bola bisa menjadi kompetisi yang epik untuk dinikmati.
Rivalitas yang bermula dari dalam lapangan pun bisa menjalar hingga ke luar lapangan. Fanatisme para suporter dalam mendukung klub kesayangannya acapkali menimbulkan perseteruan.
Namun kali ini bukan tentang suporter setia klub yang berseteru. Dunia sepakbola Indonesia baru-baru ini juga diwarnai dengan konflik yang terjadi antara Indra Sjafri dan Shin Tae-yong.
Perseteruan itu bermula dari kritik Shin yang dikemukakan secara terbuka kepada media lokal Korea Selatan. Ia menyebut Indra indisipliner karena pulang tanpa ijin dari pemusatan latihan timnas U-19 seusai menjalani latihan di Thailand.
Indra yang kala itu mengetahui Shin sedang marah langsung meminta maaf melalui Yoo Jae Hoon--mantan kiper Persipura--sebagai penerjemahnya.
Alih-alih memaafkan, Shin justru mengusir Indra saat rapat evaluasi TC timnas U19 yang digelar pada 3 Februari 2020 lalu. Tidak berhenti sampai di situ, nama Indra pun tidak dicantumkan dalam susunan tim yang dipersiapkan untuk mengikuti pelatnas timnas senior di Jakarta.
Usut punya usut, di balik penunjukkan Indra sebagai direktur teknik oleh PSSI membuat kejengkelan pria berusia 51 tahun itu semakin memuncak. Bisa jadi Shin merasa superioritasnya sebagai pelatih kepala terusik oleh kehadiran Indra.
Saat menggelar laga uji coba pada 21 Februari lalu, timnas senior digilas 1-4 oleh Persita Tangerang. Sebagai pelatih kepala, Shin justru menyalahkan Indra yang tidak memiliki wewenang menentukan taktik dan starting line up.
Shin mengatakan para pemain timnas senior bukan pilihannya, melainkan pilihan Indra. Meski pada saat rapat penentuan pemain Indra sudah diusir keluar.
Sebagai seorang pelatih kepala, kritik yang secara langsung dilontarkan ke media merupakan preseden yang buruk bagi sebuah timnas yang sudah terlalu lama mengalami krisis prestasi. Kecendrungan untuk mencari kambing hitam dari setiap kekalahan juga bukan solusi untuk memperbaiki kinerja sebuah tim.
Sebagaimana komunikasi antar pemain di dalam lapangan, komunikasi pada level manajerial juga memainkan peranan yang vital untuk menentukan kapasitas sebuah tim.