"Gara-gara Corona, bukan saja kegiatan belajar mengajar yang harus dialihkan di rumah. Tapi kelulusan kena imbasnya." - Najwa Shihab
Sebelum istilah Ujian Nasional (UN) diperkenalkan pada tahun 2005, sebutan ujian akhir telah banyak mengalami perubahan, diikuti dengan penyesuaian kebijakan dan sistem pendidikan.
Pada tahun 1950 hingga 1965 ujian akhir pertama kali dikenal dengan istilah Ujian Penghabisan yang diadakan secara nasional. Kemudian pada 1965 sampai dengan 1971, disebut dengan Ujian Negara guna menentukan status kelulusan.
Ujian Negara lantas berganti nama menjadi Ujian Sekolah pada 1972 sampai 1979, dimana sekolah berhak penuh atas soal dan penentuan kelulusan siswa yang saat itu disebut 'Tamat'--bukan lulus.
Setelah itu, pada 1980 hingga 2002 berganti nama menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau EBTANAS yang berlaku untuk mata pelajaran pokok dan EBTA untuk mata pelajaran non-EBTANAS.
Pada 2003 hingga 2004, berubah lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Dengan tujuan menentukan kelulusan, pemetaan mutu pendidikan nasional, dan seleksi ke jenjang pendidikan lanjutan.
Kemudian UAN berubah menjadi Ujian Nasional (UN) pada 2005 hingga 2019. Lantas pada 2014 hingga 2019 Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) diberlakukan untuk mengukur kompetensi lulusan sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Angkatan 2020 resmi menjadi alumni mendadak, sekaligus menjadi tonggak sejarah penghapusan Ujian Akhir (UN) yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1950, tepatnya di era Soekarno.
Rencana penghapusan UN oleh Nadiem Makarim (Mendikbud) sempat menjadi polemik. Banyak yang mendukung kebijakan tersebut, namun tidak jarang pula yang menentang.
UN membuat para siswa, guru, dan sekolah hanya fokus pada nilai dan bukan kompetensi. Akibatnya, banyak kecurangan yang terjadi, seperti kebocoran soal yang terjadi setiap tahun di berbagai daerah.
Selain itu juga dianggap hanya membuang-buang anggaran negara, karena UN hanya mengukur kapasitas hafalan dan belum mampu menyentuh kemampuan nalar siswa. Ditambah lagi akan memberikan dampak negatif bagi siswa karena tekanan psikologis akibat tuntutan harus lulus.
Di sisi lain, peniadaan itu dinilai dapat menciptakan generasi Indonesia yang lembek. Akan membuat siswa menjadi malas lalu kehilangan semangat dan motivasi belajar.
Terlepas dari pro-kontra yang terjadi, penghapusan UN tahun ini terbilang mulus tanpa hambatan. Tidak ada demonstran memenuhi jalan. Tidak diwarnai pula dengan aksi protes yang berkepanjangan.
Bagi mereka yang selama ini sudah sangat vokal dalam mendukung penghapusan UN, agaknya ini adalah waktu yang tepat untuk berterima kasih kepada Corona.
Sebagian besar siswa mengaku senang dan lega, namun ada pula yang merasa kecewa karena telah mempersiapkan diri menghadapi ujian dari jauh-jauh hari. Bagi mereka, UN adalah ajang pembuktian diri untuk menuju ke tahap pendidikan selanjutnya.
Adik saya adalah salah satu dari mereka yang dinyatakan lulus tanpa UN, karena telah resmi ditiadakan oleh pemerintah lebih awal dari rencana 2021.
Tanpa UN, tanpa perpisahan, tanpa tangis bahagia, tanpa jabat tangan serta pelukan, dan tanpa tanpa lainnya.
Meski begitu, lulusan angkatan 2020 dirasa spesial oleh Najwa Shihab. Sampai-sampai ia memberikan apresiasi khusus dengan menyebut mereka sebagai angkatan emas Indonesia.
Mbak Nana juga memberikan pembelaan terkait tudingan netizen yang menyebut lulusan tahun ini sebagai 'Angkatan Corona'. Lantas ia memberikan alternatif sebutan lain yakni angkatan LDR, karena sudah terbiasa dengan jarak.
Barangkali hanya dua hal yang saya rasakan ketika mengetahui adik saya yang duduk di bangku SMP bisa lulus di tahun 2020, yaitu bangga dan lega.
Alasan kenapa saya bangga yaitu karena adik saya mendapatkan apresiasi dari mbak Nana. Dan yang membuat saya lega adalah karena saya tidak perlu khawatir lagi adik saya mampu lulus atau tidak.
Bagaimana tidak khawatir, mulai dari mata melek sampai tertidur lagi, smartphone selalu lengket di genggaman tangannya. Main PUBG siang-malam. Mungkin tulisan ini juga mewakili kegelisahan para orang tua tentang nasib kelulusan putra-putrinya.
Hindari untuk mendiskreditkan angkatan Corona, sebab mereka berjasa dalam menyelamatkan uang negara mencapai Rp 210 Miliar untuk anggaran penyelenggaraan UN tahun 2019/2020.
Sebuah pencapaian yang patut untuk diapresiasi, sebab belum pernah ada lulusan-lulusan terdahulu yang mencatatkan prestasi serupa.
Semoga dengan adanya penghapusan UN 2020 akibat COVID-19 menjadi "a blessing in disguise" bagi peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H