Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sudah Coba Oreo Supreme? 500 Ribu Isi Tiga!

20 Mei 2020   20:28 Diperbarui: 25 Juni 2022   22:11 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lontong x Supreme (detik.com)

Seketika jiwa missqueen saya bergejolak, tercabik-cabik, biskuit Oreo isi tiga biji dibanderol setengah juta rupiah. Sebiji 166 ribu rupiah! Sebiji!

Oreo isi tiga ini harganya terbilang sangat fantastis-bagi rakyat jelata-mengingat Oreo dengan varian yang sama normalnya hanya dijual tigu ribuan.

Bagi kaum yang urat-urat kemiskinannya sudah kuat seperti saya-yang beli Silverqueen dua belas ribuan saja kadang tidak ikhlas-begitu melihat banderolnya langsung istighfar lanjut baca Yasin.

Biskuit itu viral berawal dari video unboxing Rachel Goodard di channel youtube-nya, mengulas rasa Oreo x Supreme yang dibelinya seharga 500 ribu berisi tiga biskuit.

Menurutnya, tidak ada perbedaan dari segi rasa, bedanya hanya pada warna merah mencolok dengan logo khas "Supreme" dan harganya yang menguras kantong.

Saya prediksikan, manfaat yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi biskuit itu bisa membuat badan lebih segar, capek-capek hilang, seketika lebih bertenaga dan harga diri melonjak drastis. Anda wajib coba!

Produk kolaborasi brand makanan dan streetwear itu pertama kali rilis di New York pada 20 Februari 2020. Biskuit-yang sering dipakai ngeprank dengan mengganti krim vanilanya dengan pasta gigi-ini awalnya 'hanya' dibanderol USD 3 atau sekitar Rp 44.500 untuk varian berisi tiga biskuit.

Namun di Indonesia biskuit itu dijual 500 ribu sampai yang paling mahal seharga Rp 1 juta. Artinya satu kardusnya bisa menyentuh Rp 97 juta. Bahkan menurut Forbes, ada salah satu user eBay yang menawarkan satu kemasan seharga USD 92.000 atau setara Rp 1,4 miliar.

Harga yang dipatok tidak terlalu mengherankan-bagi keturunan sultan-karena Supreme terkenal dengan produk eksklusifnya yang dijual terbatas dan telah memiliki segmen pasar yang sangat loyal.

Brand streetwear yang didirikan James Jebbia pada tahun 1994 itu tidak hanya menjual fashion item seperti kaos, jaket, topi, sepatu, dan kaos kaki. Supreme juga pernah menjual barang-barang yang sangat absurd, misalnya kantong kertas, dupa, kain lap, pemadam api, terompet angin, pistol uang, penyimpan pil, hingga plester luka. Lengkap sudah!

Bagi para tukang yang ingin terlihat keren dan hype luar biasa, Supreme juga menyediakan meteran bangunan, tang, palu, linggis, sekop, dan batu bata.

Material batu bata di Indonesia yang dijual seribuan per batanganya, di Supreme dihargai USD 30 (setara Rp 432 ribu) dan sekarang mulai dijual di eBay nyaris mencapai USD 1.000 (setara Rp14,4 juta). Gila!

Walaupun produk-produknya terkesan konyol bin absurd dan tidak benar-benar dibutuhkan, faktanya semua produk Supreme selalu ludes terjual bahkan dalam hitungan detik, harga jual kembalinya pun bisa mencapai puluhan bahkan ratusan kali lipat. 

Para hypebeast-nya selalu memburu semua rilis terbaru Supreme bukan karena faktor fungsi dan kebutuhan, namun karena kekuatan identitas dari brand tersebut.

Lontong x Supreme (detik.com)
Lontong x Supreme (detik.com)
Penulis beranggapan, lontong seribuan itu bisa naik kelas ribuan kali lipat cukup dengan cara ditempel label Supreme di bungkus daunnya. Mengerikan!

Lantas apa yang membuat manusia rela membayar mahal barang branded yang sepele sekalipun?

#Tingkat kebutuhan

Menurut teori hierarki Abraham Maslow, saat kebutuhan utama manusia yaitu sandang, pangan, dan papan sudah terpenuhi, maka meningkatlah ke kebutuhan yang lebih tinggi.

Peningkatan kebutuhannya bersifat tersier seperti lifestyle, prestise, aktualisasi diri dll. Jadi tidak heran bagi mereka yang keturunan sultan prioritas penggunaan uangnya bukan lagi pada kebutuhan dasar, melainkan kebutuhan setingkat di atasnya.

#Harga sesuai kualitas

Sebuah penelitian membuktikan jika pikiran kita akan otomatis mengasosiasikan harga dengan kualitas. Harga barang yang tinggi membuat konsumen tersugesti bahwa kualitas yang dimilikinya juga lebih baik, alhasil kita memilih untuk membelinya meski dengan harga yang mahal.

Harga yang mahal tentu bukan jadi persoalan bagi keturunan sultan, asalkan kualitas barang tersebut mampu menunjang kebutuhan aktualisasi dirinya.

#Loyalitas brand

Tidak sedikit orang yang rela mengantri berjam-jam hingga berhari-hari serta menguras habis tabungan untuk membeli produk dari brand favoritnya yang baru saja dirilis. Ada juga yang rela terbang hingga ke luar negeri dengan tujuan utama untuk membeli barang yang diminati.

Mereka akan mengabaikan produk serupa sekalipun yang dijual lebih murah. Hal ini membuktikan jika perilaku konsumen semacam itu tidak didasari pada fungsi barang tersebut, melainkan hanya sekedar dari daya tarik atau kekuatan brand tertentu.

#Kelangkaan barang

Sebuah brand ekslusif memposisikan dirinya untuk sulit didapat sekalipun ada permintaan yang besar. Salah satu contohnya Supreme yang tetap konsisten memproduksi dalam jumlah yang terbatas. Satu buah desain dari satu produk itu hanya akan diproduksi dan dijual dalam sekali rilis.

Semakin langka, harganya akan semakin mahal karena ada banyak orang yang berlomba-lomba mendapatkanya sebagai barang eksklusif.

***

Dalam hal ini, pertimbangan rasional yang berfokus pada fungsi terkalahkan oleh pertimbangan irasional yang lebih mengutamakan dorongan psikologis atau emosional, terlebih lagi produk itu dikeluarkan oleh brand ternama yang sangat eksklusif.

Apakah ada yang berminat mencoba Oreo Supreme?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun