Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pembatasan Sosial Berskala Besar, Surganya Kaum Ansos

6 Mei 2020   02:19 Diperbarui: 6 Mei 2020   02:20 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anti Social Social Club (Pinterest/Adam Katz)

Anti Social Social Club! Brand indie yang pernah hype di kalangan Generasi Y-Z yang digagas oleh seorang berkebangsaan Korea yang tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat.

"Anti Social Social Club (ASSC) bukanlah sebuah brand, tapi lebih kepada life project. Sebuah perwujudan dari hari-hari terendahku. Dan ini (ASSC) adalah persembahan untuk para losers dan weirdos," ujar Neek Lurk yang dilansir dari Hypebeast.

Anti Social Social Club jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti "Klub Sosial Untuk Para Anti Sosial." Sejak kemunculannya, ASSC didapuk menjadi kiblat sekaligus simbol kaum ansos di Indonesia. Saking fenomenalnya, kalimat itu pun kerap ditemui dalam bentuk meme atau lelucon yang berseliweran di timeline. Anti Mantan Mantan Club

Bagi Neek, ASSC merupakan sebuah bentuk ekspresi untuk menyuarakan uneg-unegnya kepada dunia. Neek kemudian mengakui bahwa ia adalah seorang introvert dan merasa orang-orang disekitarnya tidak menyukainya.

Chujo, 24 tahun, telah menjadi hikikomori selama dua tahun. (nationalgiographic.grid.id)
Chujo, 24 tahun, telah menjadi hikikomori selama dua tahun. (nationalgiographic.grid.id)
Di Jepang, ada sekelompok orang yang memilih menutup diri dari dunia luar yang dikenal dengan sebutan hikikomori.

Hikikomori jika dilihat dari sudut pandang sosiologi termasuk ke dalam kategori masalah sosial. Pelaku hikikomori melakukan sebuah tindakan mengasingkan diri dari dunia luar selama jangka waktu berbulan-bulan.

Bahkan mereka akan memutuskan komunikasi dan tidak berinteraksi dengan teman-temannya namun masih berhubungan dengan keluarganya, walaupun dalam beberapa kasus ada yang justru menjauhkan diri dari keluarga.

Fenomena yang sama juga dikenal di Indonesia dengan istilah ansos. Akronim modern yang dipopulerkan oleh kalangan muda Indonesia, yang juga kerap diasosiasikan sebagai gangguan kepribadian anti-sosial, meskipun sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki perbedaan dan tidak sesederhana yang diperkirakan.

Pelabelan itu sering digunakan untuk orang-orang yang dianggap penyendiri, tidak punya teman, dan "nggak gaul". Secara harfiah ansos adalah akronim dari anti-sosial, namun dalam perkembangannya, istilah ansos telah mengalami pergeseran makna.

Ansos secara psikologis memiliki kedekatan indikasi dengan jenis kepribadian introvert atau asosial dibandingkan dengan gangguan kepribadian anti-sosial itu sendiri. Introvert adalah jenis kepribadian sedangkan anti-sosial merupakan gangguan kepribadian.

Antisocial personality disorder atau gangguan kepribadian anti-sosial merupakan gangguan kepribadian yang ditandai dengan ketidakpedulian akan perasaan orang lain dan sikap mengacuhkan norma-norma yang berlaku di masyarakat akibat dari pengalaman traumatik tertentu.

Pengidap anti-sosial tidak memiliki rasa empati dan cenderung memanipulasi orang disekitarnya atau bahkan melakukan perilaku riskan yang berujung pada pelanggaran hukum tanpa alasan yang logis. Mereka juga tidak takut akan konsekuensi atas perbuatannya. Pengidapnya juga kerap dikaitkan dengan psikopat atau sosiopat. 

Seseorang yang memiliki perilaku anti-sosial dan introvert memilik persamaan yang unik, mereka cenderung lebih suka menyendiri dibandingkan dengan berkumpul dengan banyak orang.

Dalam menghadapi pembatasan sosial berskala besar yang baru-baru ini diberlakukan pemerintah, kaum ansos adalah kelompok yang paling siap secara mental. Karena mereka lebih nyaman tinggal di dalam rumah atau kamarnya sendiri untuk meminimalisir interaksi sekaligus menghindari keterlibatan orang lain dalam rutinitasnya.

Bagi kaum ansos, isolasi diri atau karantina wilayah sekalipun, lebih terlihat seperti daily routine dibandingkan suatu kebijakan yang mengekang. Mereka tidak akan merasakan kejenuhan ataupun tekanan sebesar orang normal pada umumnya.

Kebalikan dari orang normal yang secara alami berorientasi pada dunia luar dan mendapatkan energi lewat interaksi sosial dengan banyak orang, kaum ansos justru mendapatkan energi dari stimulasi dalam kesendirian dan ketenangan batin, dan bukan dari dorongan faktor luar.

Saat di rumah sendiri, mereka merasa lebih bebas melakukan apapun yang mereka suka seperti mendengarkan musik, membaca buku, dan menulis, tanpa merasa bosan. Sehingga mereka menjadi lebih produktif dalam kesendiriannya.

Menjadi ansos tentu bukan solusi di tengah pandemi dan diberlalukannya PSBB, namun kita bisa meniru rutinitas positif yang dilakukan oleh kaum ansos agar tetap produktif.

Kita, bersama-sama, mampu keluar dari situasi sulit ini. Dan semoga pandemi segera berakhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun