Mohon tunggu...
Kiswah Nul Fiili
Kiswah Nul Fiili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Quality Life ^-^

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Pandangan Generasi Z Terhadap Perilaku dan Pola Asuh Anak Usia Dini

13 Desember 2024   23:59 Diperbarui: 14 Desember 2024   14:10 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa kecil adalah periode awal dalam kehidupan seseorang, dimulai dari lahir hingga usia remaja awal (sekitar usia 12 tahun). Masa ini adalah salah satu fase terpenting dalam perkembangan manusia karena membentuk dasar kepribadian, keterampilan, dan pola pikir individu. 

Masa kecil sering dianggap sebagai "masa emas" karena periode ini adalah waktu terbaik untuk menanamkan nilai-nilai positif, mengasah keterampilan, dan memberikan dukungan emosional yang kuat. Hal ini membantu anak tumbuh menjadi individu yang sehat, percaya diri, dan mandiri.

Di masa ini anak-anak mengalami banyak perkembangan dan perubahan yang mempengaruhi segala aspek dalam dirinya baik fisik maupun psikis anak. Terkadang perilaku-perilaku tersebut membuat marah orang yang melihatnya, terutama pada usia dewasa awal hingga lansia. Hal ini menjadi salah satu faktor GEN Z memilih untuk childfree ataupun tidak menikah.

Anak kecil sering dianggap "bandel" karena beberapa alasan yang berkaitan dengan perkembangan emosional, sosial, dan kognitif mereka. Berikut beberapa penyebabnya:

1. Eksplorasi Dunia

Anak kecil sedang berada dalam fase eksplorasi untuk memahami lingkungan sekitar. Mereka mencoba berbagai hal, termasuk melanggar aturan, karena rasa ingin tahu yang tinggi.

2. Belum Memahami Konsekuesi

Kemampuan mereka untuk memahami konsekuensi dari tindakan masih berkembang. Apa yang terlihat sebagai "bandel" sering kali hanyalah ketidaktahuan mereka terhadap dampak perbuatan tersebut.

3. Mencari Perhatian

Anak kecil sering bertindak di luar aturan sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dari orang dewasa, baik perhatian positif maupun negatif.

4. Perkembangan Emosi yang Belum Stabil

Anak kecil belum memiliki kemampuan penuh untuk mengendalikan emosi, sehingga mereka cenderung bereaksi dengan cara yang tampak "bermasalah" seperti tantrum atau tidak mendengarkan.

5. Pengaruh Lingkungan

Sikap anak sering dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk pola asuh, teman sebaya, dan suasana rumah. Lingkungan yang kurang stabil dapat memicu perilaku yang dianggap "bandel".

6. Uji Batasan (Testing Boundaries)

Anak kecil sering menguji batasan yang diberikan oleh orang tua atau guru untuk memahami sejauh mana mereka bisa berperilaku tanpa konsekuensi besar.

7. Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi

Ketika kebutuhan fisik, emosional, atau sosial mereka tidak terpenuhi, anak bisa bertindak dengan cara yang tampak "bandel" sebagai bentuk komunikasi.

Menyadari bahwa perilaku "bandel" biasanya adalah bagian dari proses tumbuh kembang anak dapat membantu orang dewasa merespons dengan lebih sabar dan mendidik. Berikut adalah beberapa contoh perilaku yang mungkin menguji kesabaran orang dewasa:

  • Tantrum atau Mengamuk

Anak-anak sering menangis, menjerit, atau bahkan melempar barang saat mereka merasa frustasi atau tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Biasanya terjadi karena keterbatasan mereka dalam mengekspresikan emosi atau kebutuhan secara verbal.

  • Tidak Mau Mendengarkan

Anak kecil kadang mengabaikan instruksi atau menolak mengikuti aturan, baik karena rasa ingin tahu yang tinggi atau keinginan untuk menguji batasan.

  • Bertengkar dengan Teman atau Saudara

Rebutan mainan, saling menyalahkan, atau bahkan memukul adalah perilaku umum yang sering memicu konflik kecil di rumah atau sekolah.

  • Berteriak di Tempat Umum

Anak kecil sering lupa menjaga suara mereka di tempat yang membutuhkan ketenangan, seperti di restoran atau perpustakaan, yang bisa membuat orang dewasa merasa malu atau terganggu.

  • Berkelakuan Kasar

Memukul, menggigit, atau mencubit bisa terjadi ketika anak belum memahami cara mengekspresikan kemarahan atau rasa frustasi secara tepat.

  • Merengek Terus-Menerus

Merengek untuk meminta sesuatu, terutama jika permintaan tidak segera dituruti, bisa terasa sangat menjengkelkan bagi orang dewasa.

  • Mencoret-Coret di Tempat yang Tidak Semestinya

Misalnya, menggambar di dinding rumah atau barang berharga lainnya, yang biasanya dilakukan karena dorongan kreativitas mereka belum diarahkan.

  • Suka Membantah

Anak-anak yang mulai memahami konsep "kebebasan" kadang menjadi lebih sering membantah perintah, meskipun alasannya tidak masuk akal.

  • Memilih-Milih Makanan

Menolak makanan tertentu atau hanya mau makan makanan favorit bisa menjadi tantangan besar saat jam makan.

  • Mengganggu Saat Orang Dewasa Sibuk

Anak kecil sering mencari perhatian dengan cara "mengganggu," seperti memanggil terus-menerus atau melakukan hal-hal yang menarik perhatian.

Tips Menghadapi Perilaku Ini:

  • Sabar dan Konsisten: Anak-anak belajar dari respons orang dewasa, jadi tetap tenang dan tegas.
  • Berkomunikasi dengan Jelas: Jelaskan alasan aturan atau konsekuensi dari tindakan mereka.
  • Alihkan Perhatian: Ketika anak mulai bertingkah, alihkan perhatian mereka ke aktivitas lain.
  • Berikan Contoh yang Baik: Anak meniru perilaku orang dewasa, jadi tunjukkan sikap yang diharapkan.
  • Apresiasi Perilaku Positif: Berikan pujian ketika mereka berperilaku baik untuk mendorong kebiasaan tersebut.

Perlu diingat bahwa perilaku menyebalkan pada anak kecil adalah bagian dari proses belajar dan eksplorasi mereka. Pendekatan yang sabar dan penuh kasih sayang biasanya lebih efektif dalam menangani hal ini.

Dalam menangani perilaku anak yang beragam kita juga harus bisa menerapkan pemahaman terkait bagaimana menghadapi anak yang sulit diatur. Dalam sebuah jurnal yang berjudul “KELEKATAN DALAM PERKEMBANGAN ANAK” membahas bagaimana perilaku anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Dijelaskan bahwa tokoh yang mencetuskan konsep kelekatan adalah Bowlby. Menurutnya (dalam Santrock) Kelekatan (attachment) adalah suatu ikatan emosi yang kuat antara anak dan pengasuhnya. 4 Pengasuh dapat ibu, baby sitter, ayah atau orang dewasa lain yang mampu memberikan kenyamanan bagi anak. Orang yang dijadikan objek lekat oleh anak dinamakan figur lekat.

Proses kelekatan (attachment) merupakan fase dimulainya perkembangan psikoemosional dan kognitif anak serta sebagai dasar pengembangan psikososial. Anak terlibat dalam afeksi keberanian dalam mengeksplorasi lingkungan saat merasakan kenyamanan terhadap sekitarnya. Kelekatan merupakan sarana eksplorasi bagi anak. Anak dengan kelekatan yang aman (secure attachment) cenderung berani melakukan eksplorasi sekalipun figur lekat tidak terlihat tetapi anak mengerti bahwa figur lekat ada. Sebaliknya kelekatan yang tidak aman, membuka peluang bagi anak untuk menjadi anak yang minder dan tidak percaya diri jika berada dalam situasi sosial, sehingga gerak anak untuk berinteraksi dengan lingkungan menjadi terbatas.

Demikian pemaparan mengenai anak kecil yang menjadi fokus utama untuk selalu diperhatikan terutama generasi muda yang akan menjadi orang tua.

Referensi

IAIN Metro Digital Repository. Diakses pada 2024. Kelekatan Dalam Perkembangan Anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun