"Sa, besok ikut study tour ke Puncak ngga?" tanya Fita. Tak ada jawaban. "Sa, Raisa!!!" Seru Fita sambil mengguncang tubuh sahabatnya itu karena sang empunya nama tak kunjung meresponnya. Sadar dari lamunannya, Raisa menatap heran Fita.Â
"Kenapa si Fit?" Tanyanya.Â
"Ya kamu, dari tadi aku tanyain ko ngga nyaut-nyaut. Malah asik ngelamun."Â
"Ooh, kamu tadi nanya sama aku? maaf yaa, aku lagi ada yang dipikirin hehe"
"Jadi gimana? ikut?"Â
"Hmmm, aku masih bingung sebenernya. Belum izin sama mama ayah." Gumam Raisa.
"Ayolah.. Ikut aja plis, temenin akuuu:(( aku paling ngga bisa pergi-pergi tanpa temen"
"Lah, temen sekelas kan ikut pastinya"
"Beda ih Raisaaaa... Pokonya beda! kamu kan sahabat aku." Rengek Fita.
Raisa terdiam. Dia bingung bagaimana menyampaikan rahasia kepindahan dirinya dua hari lagi kepada Fita. Entah sudah keberapa kalinya keluarga Raisa berpindah-pindah kota. Setiap tahun ada saja alasan yang dilontarkan ayahnya perihal kepindahan tersebut. Karena itu, sejak SD hingga SMP Raisa tidak pernah memiliki teman dekat dan selalu berpindah-pindah sekolah setiap tahunnya. Hingga tiba di Kota Bogor dua setengah tahun lalu, saat Raisa mau menduduki bangku SMA, keluarganya tidak lagi membahas soal kelindahan selanjutnya. Karena itu, Raisa merasa senang akan karena membayangkan bisa sekolah di satu tempat yang sama hingga kelulusannya. Raisa pun berteman baik dengan beberapa teman di sekolahnya. Salah satu yang terdekat adalah Fita. Kepribadian Fita yang ceria seakan bisa mengembalikan dirinya yg telah lama hilang. Namun ternyata mimpi satu-satunya Raisa untuk bisa lulus bersama teman2 dekatnya harus pupus. Tepat seminggu lalu, ayah Raisa mengumumkan kepindahan keluarga kepada dirinya dan sang ibu. Lagi-lagi, tentunya, dengan alasan yang berbeda-beda dan dipaksa masuk akal.Â
-----Flashback on-----Â
Tok tok tok (suara ketukan pintu)
"Siapa? masuk aja ma, yah.. Pintunya ngga Raisa kunci kok"
"Mama masuk ya sayang, assalamualaikum.."
"Waalaikumussalam.. Ada apa ma? tumben jam segini belum bobok, biasanya jam 8 mama udah di kamar" Jawab Raisa sambil melirik jam weker di atas nakasnya.
"Ada yang mau ayah bicarain sama kamu dan mama, udah selesai belum sayang belajarnya? boleh minta waktunya sebentar?"
Seketika raut wajah Raisa menegang. Bayangan setiap kali berita kepindahan keluarganya datang, menyeruak begitu saja. Firasatnya tidak baik.Â
"Ada apa ma? ada sesuatu yang penting?"
"Mama juga kurang tau sayang, kita ke bawah dulu yuk, ayah udah nunggu" Jawab Amira (mama Raisa) sambil membujuk Raisa.
Sesampainya Amira dan Raisa di ruang keluarga, terlihat Sofyan (ayah Raisa) sedang termenung sendiri. Kerutan diwajahnya menunjukkan seberapa besarnya masalah yang tengah ia pikirkan.Â
"Mas..." Panggil Amira.
Tersadar kedua bidadarinya sudah ada disampingnya, Sofyan kembali menormalkan raut wajahnya.Â
"Eh dua kesayangan ayah udah disini ternyata, maaf ayah ngga sadar" Jawabnya berusaha senetral mungkin, tanpa emosi negatif.
"Oke, karena udah lengkap ayah mulai ya... Jadi, ayah harus sampaikan dua berita. Ada berita suka dan berita duka. Mama sama Raisa mau dengar yang mana dulu?"
"Yang duka dulu aja mas.." Jawab Amira. Perasaan Raisa semakin tak karuan.
"Baik, berita dukanya kita harus pindah ke Majalengka paling lambat 10 hari ke depan. Ayah minta maaf, khususnya untuk Raisa, karena sebenarnya ayah sudah usahakan agar kamu bisa bersekolah SMA secara normal seperti siswi SMA pada umumnya, namun ternyata usaha ayah hanya bisa bertahan selama 2 setengah tahun ke belakang. Maafkan ayah ya nak?"
Raisa hanya terdiam. Kepalanya begitu berisik. Ia bingung bagaimana merespon berita kepindahan yang kesekian kalinya (Raisa tidak ingat saking seringnya). Hening. Melihat Raisa yang terdiam, Amira inisiatif memecah kesunyian.
"Kali ini kenapa mas?"
"Kode nol." Jawab Sofyan yang singkat membuat Amira terdiam. Ia paham betul apa arti kode itu. Mendengar itu, Raisa mendongak. Tersadar dari keterdiamannya.Â
"Yah, apa tidak bisa menunggu sampai Raisa lulus? Raisa hanya butuh 6 bulan lagi untuk lulus yah.. Raisa sudah sampai kelas 12, masa harus pindah di akhir begini si yah?"
"Ayah paham sayang, kamu pasti ingin merasakan kelulusan dengan sahabat dekat, bukan dengan orang baru. Tapi ini sudah di luar kehendak ayah, sayang.. Ayah sudah berusaha semampu ayah, tapi ternyata usaha ayah masih kurang cukup.. Maafkan ayah ya sayang.." Sofyan tertunduk dalam.
"Ayah jangan minta maaf, Raisa tau ayah selalu mengusahakan yang terbaik untuk keluaga kita. Tapi tolong beri Raisa penjelasan pasti. Raisa rasa, Raisa berhak tau kebenarannya."
Amira mengelus surai Raisa, mencoba menenangkan.Â
"Suatu saat, mama dan ayah pasti akan menceritakan semuanya ke kamu, sayang.. Sekarang belum saatnya. Mama janji hari itu pasti datang." Sahut Amira ditengah keheningan.
"Berita sukanya apa mas?" Lanjut Amira.
"Berita sukanya, ayah sudah berhasil mendapat rumah baru di Majalengka. Rumah sederhana dipinggiran kota. Ayah juga sudah mendaftarkan Raisa di salah satu sekolah dekat rumah. Kebetulan kepala sekolahnya teman kecil ayah."
Mendengar hal tersebut, air mata Raisa meleleh. Seperti biasa, selalu ada pertimbangan sepihak dari kedua orangtuanya -terutama ayah. Raisa memang tipikal anak penurut selama ini. Ia hanya bisa memendam semua keluh kesahnya sendirian. Tidak ada yang pernah tau bagaimana perasaan Raisa selama ini. Ia tidak pernah menangis di depan orang lain, termasuk kedua orangtuanya. Namun ia juga tidak ceria. Dalam artian lain, Raisa terlalu tidak ekspresive akan perasaannya. Namun berbeda dengan malam ini, ia tidak bisa lagi sembunyi dan menahan air matanya.Â
Melihat itu, Amira segera meraih Raisa ke dalam pelukannya. Membiarkan putri semata wayangnya itu menumpahkan kekecewaan atas keputusan yang suaminya buat.Â
-----Flasback of-----
"Weh Sa, bener-bener ya, malah ngelamun lagi." Sahut Fita.
"Eh iya, gimana tadi?"
"Ya kamu gimana, jadi ikut apa ngga ke Puncak?"
"Hmm, Fit, sebenernya..." (Teng Teng Teng)
Belum sempat Raisa mengatakan yang sebenarnya, bel masuk kelas berbunyi kencang. Fita segera menarik tangannya untuk berjalan kembali ke kelas.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan interaksi mereka sejak awal...Â
-To be continued-
Akan update minimal 1x seminggu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H