Mohon tunggu...
kisno
kisno Mohon Tunggu... Ilmuwan - Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cermin Retak di Era Kekinian: Kontemplasi Dialektika "Guru Penggerak Indonesia Maju"

24 November 2019   23:39 Diperbarui: 24 November 2019   23:51 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalaupun sudah, apakah sudah maksimal dan tepat? Kecanggihan teknologi pada zaman ini sudah banyak memakan korban, menggerus ketradisionalan dan mentransformasinya bahkan (barangkali) meniadakan ketradisionalan tersebut menjadi kekininian. Guru yang dulu hanya bisa diakses di dalam kelas, kini sudah berubah menjadi guru yang bisa diakses di mana saja dan kapan saja.

Sebagian besar kerap menyebut kata "update", "upgrade", "upload", "download", "share", "group", "googling", namun sudahkah sadar akan arti kata tersebut secara mendalam? Atau jangan-jangan hanya sekadar terpaku pada teks "kekinian" supaya tidak dianggap tidak ketinggalan zaman?

Lantas, implementasi dan praksisnya ada di mana? Hanya sekadar mampu menyebutkan tanpa mengkritisi lebih lanjut arti kata-kata tersebut? Andaikata suatu saat sosok guru insani digantikan dengan "kecerdasan buatan", sudahkah siap? Memang ada yang mengatakan "guru takkan terganti oleh teknologi secanggih apapun", namun sudahkah ada sesuatu yang pasti di balik ungkapan tersebut selain kematian?

Teknologi di masa 5.0 sudah dirancang menjadi teknologi yang bersifat humanis. Sudah siapkah dengan itu? Teknologi berbanding lurus dengan kemajuan dan tak jarang dikaitkan dengan negara-negara maju. Kiblat pendidikan sudah kebablasan, hanyut dalam arus globalisasi yang sering dikaitkan dengan "update" dan "upgrade" informasi serta aplikasi, sehingga diarahkan untuk bersaing dengan negara maju.

Hal ini justru bertentangan dengan seorang pemikir dan praktisi pendidikan bernama Henry Alexis Rudolf Tilaar yang menyatakan bahwa "Tapi pendidikan kita diarahkan untuk bersaing dengan negara maju, bukan untuk memecahkan masalah bangsa".

Lho, ini sesuatu yang paradoks, ingin maju, tapi malah melupakan esensi dari masalah bangsa sendiri. Pendidikan era kekinian masih mengadopsi pemikiran era kolonial, asyik mengejar kemajuan bangsa lain yang "dianggap" lebih maju, padahal "kurikulum berbasis pemecahan masalah bangsa sendiri" belum pernah digembar-gemborkan. Secara tidak sadar, kita tenggelam dalam arus globalisasi tanpa (barangkali) pernah mengkritisi diri sendiri.

Penutup bagian ini saya tuliskan "Sudahkah memangkas jarak antara aplikasi teknologi dengan pengetahuan, sikap, serta spiritualitas? Atau malah semakin menjauh?" Sudahkah teknologi dalam genggaman kita mendekatkan yang jauh atau malah menjauhkan yang dekat?"

3. Guru versus Diri Sendiri
Saya mulai dengan kutipan dari salah satu proklamator bangsa ""Perjuanganku Lebih Mudah karena Melawan Penjajah. Tapi Perjuangan Kalian akan Lebih Berat, karena Melawan Saudara Sendiri".

Berapa banyak aparat di instutusi pendidikan yang bahkan masih berani mempertanyakan "Wani piro?" untuk pengurusan NUPTK, NIDN, dan administrasi lainnya? Bukankah aparat negara sejatinya adalah "abdi negara" yang mengabdi untuk rakyat?

Namun fenomena di kehidupan sehari-hari yang terjadi adalah abdi negara malah justru "dilayani" dan bukan "melayani", kalaupun mereka melayani masih ada embel-embel "uang kopi", "uang rokok", "pengertian", dan lain-lain. Hehehehe... Maaf ya...

Namun sadarkah bahwa jabatan yang diemban itu adalah "amanat" baik dari institusi maupun dari Sang Khalik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun