Mohon tunggu...
kisno
kisno Mohon Tunggu... Ilmuwan - Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cermin Retak di Era Kekinian: Kontemplasi Dialektika "Guru Penggerak Indonesia Maju"

24 November 2019   23:39 Diperbarui: 24 November 2019   23:51 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Selamat Hari Guru" merupakan ungkapan yang lazim dilontarkan baik secara tertulis, maupun secara verbal menjelang, dan saat 25 November setiap tahunnya di Indonesia, namun sudahkah ungkapan tersebut mewakili perayaan yang dihiasi dengan gegap gempita berbagai aktivitas? Mari berkontemplasi sejenak mengenai pendidikan di era kekinian.

1. Guru versus Siswa

Siswanya milenal, gurunya kolonial. Empat kata yang sangat sederhana untuk menggambarkan kondisi saat ini. Kemajuan zaman tidak mampu lagi membatasi pola, gerak-gerik, tingkah laku, dan pemikiran siswa di era saat ini. Tak jarang dijumpai guru yang masih membuka kelas dengan ucapan salam dan kemudian "Ayo anak-anak, buka buku halaman sekian...".

Memang, kecakapan di abad XXI menuntut guru untuk lebih kreatif dan kritis dalam memikirkan dan melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas (umumnya pembelajaran di Indonesia masih diselenggarakan di balik tembok gedung sekolah), namun tak jarang pula guru yang masih menggunakan hal-hal yang berbau kolonial, menganggap guru sebagai "manusia super" yang mengetahui segala sesuatu. Sikap superior ini masih tampak di dalam aktivitas pembelajaran, belum mampu berubah menjadi fasilitator.

Tak bisa ditampik bahwa kurikulum sudah menuntut peran guru menjadi fasilitator, namun barangkali karena masih hanya sebatas "dokumen" alias "teks", menjadi fasilitator masih sulit untuk diaktualisasikan.

Namun tunda dulu emosi negatif kita, mengkritisi satu sisi tentu tidak serta merta memberikan deskripsi atau eksplanasi yang menyeluruh bukan? Siswa era kekinian juga tak ketinggalan luar biasanya, selain prestasi yang meningkat secara linier, degradasi perilaku serta akhlak juga tak ketinggalan meningkat secara eksponensial. 

Renungkan saja, (1) Berapa kasus siswa yang menganggap gurunya hanya seperti "radio" yang menyala tanpa pendengar yang setia?; (2) Berapa kasus siswa berlaku tak pantas pada gurunya?; (3) Berapa kasus guru yang dengan tulus mendidik malah harus berhadapan dengan jerat hukum yang terkesan "tebang pilih"; (4) berapa banyak lagi guru yang harus "mengelus dada"? Ahhh... Lanjutkan sendiri dengan kata tanya "berapa".

Apakah lantas kemajuan zaman harus menyisihkan akhlak? Hal yang laik direnungkan, baik untuk guru maupun siswa.

2. Guru versus Teknologi

Saya mulai dari kata "berapa" lagi. Berapa banyak di antara kita (khususnya guru) memahami secara mendalam ketika saya cantumkan sebuah kata kunci yakni "disrupsi"? apakah sudah menyadari disrupsi teknologi dalam kehidupan kita sehari-hari? Atau jangan-jangan insan guru sudah menjadi korban dari disrupsi teknologi itu sendiri? 

Mungkin banyak di antara kita para guru menggembar-gemborkan istilah "teknologi", bahkan sudah menjadi pengguna aktif (bisa jadi pasif) dari aplikasi teknologi itu sendiri, namun tanyakan kembali, sudah sejauh mana kita para guru memanfaatkan eksistensi teknologi itu sendiri dalam proses pembelajaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun