Judul Buku : Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa
Penulis : Alvi Syahrin
Penerbit : GagasMedia, Jl. Haji Montong No.57, Ciganjur-Jagakarsa, Jakarta Selatan
Tebal Buku : xii+236 hlm, 13 x 19 cm
Genre : Pengembangan Diri
Cetakan 1 : 2019
ISBN : 978-979-780-948-5
Sinopsis :
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa, kau melihat teman-teman dan mereka sudah mendapatkan impian, sementara kau masih termangu menggenggam harapan. Pelan, dalam hati kau berujar, “Kapan mimpiku terwujud?”.
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa, selama perjalanan mencapai tujuan, adakalanya kau melihat sekeliling.. menakar jauh jangkauan. Atau, kau malah membandingkannya dengan orang lain. Lalu, lupa melanjutkan perjalanan.
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa, benarkah segala usaha dan upayamu selama lembur bersama kecewa yang kau bangun sendiri? Sungguhkah sesuatu yang hanya kau lihat dalam dunia maya menjadikanmu merasa bukan apa-apa?
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa akan menemanimu selama perjalanan. Buku ini untukmu yang khawatir tentang masa depan.Tenang saja, kau tidak sedang diburu waktu. Bacalah tiap lembarnya dengan penuh kesadaran bahwa hidup adalah tentang sebaik-baiknya berusaha, jatuh lalu bangun lagi dan tidak berhenti percaya bahwa segala perjuanganmu tidak akan sia-sia. Bukankah sebaik-baiknya apa-apa yang fana tidak selayaknya membuatmu kecewa?
Untuk melihat versi lengkapnya, silahkan bisa membaca langsung ya…
Ulasan dan Opini Pembaca :
Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa adalah satu dari beberapa karya Alvi Syahrin yang saya rekomendasikan untuk dibaca bagi kalangan pemuda yang sedang bimbang menentukan arah masa depannya. Dalam buku ini sang penulis kembali lagi mendeskripsikan setiap peristiwa yang realistis dan benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Ini menjadikan buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa menjadi lebih praktis dan non teoritis. Tidak dapat dipungkiri juga, Alvi Syahrin terkadang mencantumkan beberapa figure tokoh dunia seperti Steve Jobs (penemu Apple), dan Bill Gates (penemu Microsoft) dan lain sebagainya sebagai komparasi dari beberapa bab yang di usung.
Dari segi sampulnya, desaign yang disajikan tidak berbelit-belit namun elegan. Ada makna tersendiri dari warna maupun gambar kapal yang diusung oleh penulis. Saya sendiri sebagai pembaca sekaligus reviewer buku ini berasusmsi bahwa buku ini menunjukkan karakter khas dari sang penulis. Sederhana dan realistis. Sampul ini juga hampir sama dengan seri kedua buku lainnya yang berjudul Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta dan Jika Kita Tak Pernah Baik-baik Saja.
Hakikatnya buku ini hadir untuk membentuk mental visioner bagi si pembaca dengan harapan berkurangnya rasa pesimis dari dalam diri walaupun sangat sulit untuk menghindarinya dari setiap langkah menuju kesuksesan. 25 Bab yang tersusun di belakang sampul utama buku ini menjadi representasi untuk mempertimbangkan opsi atau keinginan membaca sesuai keadaan hati/ mood. Artinya, tidak ada runtutan peristiwa atau pengakategorian dari sub sub masalah. Penulis menyajikannya secara acak dan memungkinkan pembaca memahami setiap bab tanpa harus membaca bab sebelumnya. Hanya beberapa bab yang berhubungan dengan pra-bab, namun tidak mengurangi segi esensi yang ingin disampaikan pada bab tersebut. Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa hampir sama dengan Jika Kita Tak Pernah Jatuh Cinta dari segi pembahasaan dan kelugasan kata, karena keduanya berangkat dari penulis yang sama.
Sesuai dengan karakter penulisnya yang religious, Alvi Syahrin kembali menyajikan buku ini dengan mengintegrasikan pada sumber agama. Disisi lain, Alvi Syahrin menguraikan setiap bab dengan lugas dan mudah dipahami. Selain itu, penambahan aspek problem solving menjadi sajian empuk di setiap permasalahan yang diangkat. Satu hal yang menjadi ciri khas dari penyelesaian masalah itu terletak pada campur tangan Tuhan. Sang penulis selalu merujuk pada hadits atau pun ayat al-Qur’an sebagai pijakan dalam setiap hal. Ia berasumsi bahwa semua yang berhubungan dengan cinta juga harus dikembalikan kepada Tuhan. Tidak ada yang kekal di dunia ini, semua bisa saja rusak atau fana’. Hanya dzat Tuhan yang kekal.
Dari Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-apa, saya sendiri juga banyak belajar bahwa dalam mengagapai masa depan, pasti ada kekhawatiran. Namun jika bukan diri sendiri yang meredakan dan menggerakkan, kita hanya seonggok daging yang tak akan memiliki serta mendapatkan apa yang kita impikan di masa depan. Manusia boleh berharap, namun sekali lagi Kuasa hanya milik Tuhan. Maka dari itu, jangan pernah absen dari berdoa kepada Nya. Coba lebih mendekat dan berkomunikasilah. Semua pasti akan ada solusinya.
There are two people who had very high dreams. One person is still busy dreaming and the other one is busy getting up early and working hard to reach his dream. I want to be the second person.
Happy Reading and Thank You!
Regards,
Kismunthofiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H