Bersatunya Partai Golkar dan Hanura yang ditandai dengan Deklarasi JK-Wiranto sebagai pasangan Capres dan Cawapres menimbulkan berbagai spekulasi Politik di masa depan.
Pasangan JK-Wiranto merupakan kombinasi pasangan pengusaha (ahli ekonomi) dan ABRI (ahli strategi perang), sehingga dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Isyu saling melengkapi dengan dasar perbedaan ini sering diusung JK dalam setiap kesempatan bertemu dengan masyarakat maupun media masa. Tapi benarkah mereka akan saling melengkapi ?
Perolehan suara Partai Hanura pada Pemilu Legislatif jauh dari target yang diharapkan. Bukan saja tertinggal jauh oleh Partai Demokrat, bahkan dengan Partai Golkarpun Partai Hanura harus menekuk dada. Hal ini berdampak pada perubahan target politik, dimana semula Wiranto akan diusung menjadi Capres 2009 oleh partai Hanura berubah dan harus menerima kenyataan bahwasanya Wiranto hanya berhak serta pantas pada posisi RI 2 mendampingi JK dari Partai Golkar yang akan tampil sebagai calon RI 1.
Satu hal yang harus kita cermati adalah: Benarkah Wiranto sedah puas dengan posisi RI 2 ?
Perjalan karir Wiranto di lingkungan ABRI bahkan sampai pada jabatan Pangab tentu bukan suatu hal yang kebetulan. Jabatan Pangab merupakan impian setiap Prajurit TNI. Keberhasilan Jenderal Wiranto duduk sebagai Pangab tentu didasari oleh sebuah strategi dan perhitungan yang jitu serta semangat pantang menyerah. Tanpa modal ini maka mustahil jabatan Pangab dapat diraihnya.
Melihat kenyataan diatas maka sebuah keajaiban apabila Wiranto dengan begitu cepat menurunkan target politiknya, dari seorang yang memprogram diri sebagai Capres, turun menjadi menjadi Cawapres. Sebagai pembanding dapat kita lihat bagaimana Prabowo Subiyanto dari Partai Gerindra yang juga mantan petinggi ABRI begiti gigih dan pantang menyerah dengan targetnya sebagai Capres, walaupun harus bertempur ambisi dengan Megawati dari PDI-P.
Menyikapi permasalahan ini maka Penulis memiliki prediksi bahwa jabatan Wapres hanya merupakan jembatan emas bagi Wiranto untuk menuju posisi RI 1. Ada skenario lanjutan yang masih disimpan rapat oleh Wiranto.
Suatu skenario dimana apabila JK-Wiranto tampil sebagai pemenang dalam Pilpres 2009 maka Penulis memprediksikan akan terjadi salah satu diantra 2 hal:
Pertama: JK akan tampil sebagai Presiden Bayangan.
Pengalaman Wiranto memimpin dan menyatukan visi serta misi dikalangan ABRI merupakan modal utama yang dimiliki oleh Wiranto. Bukan hal yang sulit bagi Wiranto untuk menyusupkan ide yang dimilikinya untuk didoktrinkan kesegenap unsur pemerintahan, mulai dari menteri, Gubernur sampai pada Bupati/Walikota, sehingga hanya keputusan Wiranto saja yang akan menjadi landasan melangkah bagi para segenap unsur pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke daerah. Apabila hal ini terjadi maka tidak terlalu berlebikan apabila menyebut JK sebagai Presiden Bayangan.
Kedua: Turunnya Presiden sebelum berakhir masa baktinya.
Sebagai salah satu Deklarator Koalisi Besar di Parlemen, maka posisi Wiranto di Parlemen cukup kuat. Terlebih dengan tampilnya JK sebagai Capres telah menimbulkan rasa kurang simpati dikalangan PDI-P. Atau dapat dikatakan bahwa Wiranto memiliki nilai lebih dimata PDI-P. Sehingga rasa kurang simpati terhadap JK dapat dijadikan sarana bagi Wiranto untuk mencari dukungan di Parlemen guna menjatuhkan JK dari kursi kepresidenan. Apabila hal ini terjadi maka secara otomatis Wiranto sebagai Wapres akan menggantikan posisi JK sebagai Presiden RI sampai dilaksanakannya Pemilu. Sinetron politik ini pernah dimainkan oleh tokoh Poros Tengah yang dimotori oleh Amien Rais saat menggulingkan Gus Dur sebagai Presiden RI untuk di gantikan oleh Megawati yang pada saat itu berposisi sebagai Cawapres.
Keputusan JK untuk menggandeng Wiranto dalam Pilpres 2009 pada dasarnya didasari oleh rasa emosi serta ingin mengembalikan harga diri JK serta Partai Golkar setelah lamarannya terhadap Partai Demokrat pasca Pemilu Legislatif ditolak secara halus oleh SBY. Belum kering luka yang dimiliki JK dan Partai Golkar atas penolakan Partai Demokrat (SBY), kemudian datang sinyal dari PDI-P bahwa Megawati masih tetap pada target pertama yang dicanangkan yakni maju sebagai Capres bukan Cawapres seperti karapan JK pada saat membangun koalisi besar dengan PDI-P.
Dari berbagai kegagalan JK dan Partai Golkar mulai dari Pemilu Legislatif sampai pada masalah koalisi membuat JK tergesa-gesa menggandeng Wiranto sebagai Cawapres dan segera mendeklarasikannya. Maka lengkaplah sudah kesalahan langkah JK dan Partai Golkar dalam Pilpres 2009.
Salam: Tony Mardianto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H