Diwaktu yang sama di tempat yang berbeda, Idris sedang mendengar ceramah dari ayahnya “kamu ini udah akil balig, umurmu hampir dua puluh tahun, tapi aku tak pernah melihatmu pergi shalat maghrib berjamaah ke mesjid, padahal antara mesjid dan rumah kita hanya berjarak satu langkah saja”
Idris mencoba memberi alasan “bukannya Idris tak mau ayah, tapi tak satu pun anak muda yang pergi sahalat berjaamah selain pada hari jum’at dan bulan puasa”
“itu bukan alasan yang tepat, jadi jika tak ada anak muda seusiamu yang sholat kamu juga tidak mau sholat. Berarti kamu sholat hanya karena ikut-ikutan saja, apa benar begitu”
Idris tertunduk mendengar kata-kata ayahnya yang semakin keras. “bukan begitu ayah” jawabnya dengan suara merendah.
“jika bukan begitu berarti tak ada alasan untuk tidak shalat berjamaah di mesjid. Bukannya ingin memaksamu anakku, tentu aku tak akan memaksamu, karena jangan sampai kau melakukan itu hanya untuk membuatku senang, tentu hal itu akan merenggut keikhlasanmu. Aku berkata begini karena untuk kebaikanmu, bukankah shalat berjaamaah lebih utama 27 derajat dibandingkan sholat sendirian”
“Ia ayah aku mengerti” kata Idris singkat karena tak ingin berdebat dengan ayahnya.