5. Menolak kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Â
Konferensi ini juga menjadi cikal bakal lahirnya Gerakan Non-Blok pada tahun 1961, yang berfokus pada menjaga netralitas negara-negara dunia ketiga dari pengaruh Blok Barat dan Blok Timur. Â
Konferensi Asia-Afrika 1955 menjadi bukti kemampuan Indonesia dalam memainkan peran sebagai pemimpin di kawasan dan dunia. Sebagai tuan rumah, Indonesia tidak hanya menunjukkan keberhasilan diplomasi, tetapi juga memperkuat reputasi sebagai negara yang berkomitmen pada perdamaian dunia. Â
Dampak dari konferensi ini terasa di berbagai bidang: Â
1. Politik Internasional: konferensi ini mempersatukan negara-negara Asia dan Afrika dalam menentang kolonialisme, memperjuangkan kedaulatan nasional, dan melawan segala bentuk diskriminasi rasial. Â
2. Solidaritas Global: meskipun negara-negara peserta memiliki ideologi yang berbeda, Konferensi Asia-Afrika menunjukkan bahwa persatuan dapat dicapai melalui dialog. Â
3. Posisi Indonesia:dalam konteks nasional, konferensi ini memperkuat legitimasi pemerintahan Indonesia di mata rakyat dan dunia, meskipun domestik Indonesia saat itu penuh gejolak. Â
Namun, era Demokrasi Liberal di Indonesia segera berakhir pada tahun 1959, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli dan mengganti sistem politik menjadi Demokrasi Terpimpin. Meskipun demikian, keberhasilan Konferensi Asia-Afrika tetap menjadi salah satu tonggak terbesar dalam sejarah diplomasi Indonesia. Â
Konferensi Asia-Afrika adalah puncak keberhasilan diplomasi Indonesia pada era Demokrasi Liberal. Meskipun Indonesia saat itu menghadapi tantangan internal yang besar, negara ini mampu memimpin gerakan solidaritas global yang berpengaruh hingga saat ini. Dengan warisan berupa Dasasila Bandung dan pengaruhnya dalam Gerakan Non-Blok, Konferensi Asia-Afrika membuktikan bahwa Indonesia adalah aktor penting dalam membangun dunia yang lebih adil dan setara.
Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Asia%E2%80%93Afrika