Mohon tunggu...
Kirana Salsabilla
Kirana Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa hukum

mahasiswa hukum di universitas Islam negeri sunan Ampel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyelundupan Emas oleh Pejabat Diplomatik: Tinjauan Hukum Internasional dan Imunitas Negara

26 November 2024   16:10 Diperbarui: 26 November 2024   16:33 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada era globalisasi ini, negara dituntut untuk aktif dan turut serta dalam kerja sama internasional. berbagai cara dan bentuk yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mengembangkanhubungan tersebut dinamakan diplomasi yang dilaksanakan oleh para diplomat. Kemudian setiap perwakilandiplomatik setiap negara mempunyai hak kekebalan (immunity) dan keistimewaan (privilige) di negara penerima dengan tujuan agar perwakilan asing tersebut dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan bebas. 


Hak-hak tersebut tidak hanya melekat pada para Pejabat atau Kepala Perwakilan, tetapi juga melekat pada
anggota keluarga, staff diplomatik, dan staff pembantu lainnya. Pemberian hak-hak tersebut didasarkan pada
prinsip resiprositas antar negara. 

Namun, dalam prakteknya masih terdapat penyalahgunaan hak kekebalan yang dilakukan oleh pejabat diplomatik di negara penerima. Sebagai contoh kasus penyelundupan emas oleh pejabat diplomatik korea utara di Bangladesh 2015 silam. Pada saat Son Young Nam yang menjabat sebagai Sekretaris I Kedutaan Besar Korea Utara di Bangladesh, ditangkap di bandara Dhaka karena ketahuan menyelundupkan emas seberat 27 kilogram atau senilai 1,7 juta dollar. 

Pada awalnya Young Nam menolak saat petugas memeriksa tas nya dengan alasan bahwa ia memiliki red pasport dan kekebalan diplomatik sehingga petugas tidak boleh memeriksa barang bawaannya. Akhirnya setelah berdebat lebih dari 4 jam, Young Nam menyerah dan mengizinkan petugas memeriksa tasnya. Kecurigaan petugas custom dan polisi pun terbukti, emas batangan ditemukan didalam tas milik Young Nam. Pemerintah Bangladesh memerintahkan pejabat diplomatik Korea Utara tersebut untuk segera meninggalkan negara itu setelah emas tidak sah ditemukan di dalam tasnya saat ia tiba di bandara Dhaka, kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri.


Seminggu setelah kejadian penyalahgunaan hak kekebalan yang dilakukan oleh perwakilan diplomatiknya, Korea Utara menyatakan permintaan maafnya kepada pemerintah Bangladesh. Penyalahgunaan hak kekebalan diplomatik yang dilakukan oleh pejabat diplomatik Korea Utara ditinjau dari Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik. Pasal 27 ayat 3 Konvensi Wina 1961 yang berbunyi: "The diplomatic bag shall not be opened or detained." artinya pelaku sebagai pejabat diplomatik berhak untuk
menolak saat barang bawaannya akan diperiksa oleh petugas di bandara Bangladesh. 

Selanjutnya Pasal 31 ayat 1 Konvensi Wina juga menjelaskan pejabat diplomatik Korea Utara dari negara pengirim (sending state) kebal dari yurisdiksi pidana di negara penerima (Bangladesh). Sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut, Mr Son Young Nam selain kebal dari yurisdiksi pidana, penjabat diplomatik juga kebal dari yurisdiksi sipil dan administratif. Mengetahui bahwa dirinya memiliki hak kekebalan ini, Mr Son Young Nam menyalahgunakan haknya tersebut dengan memasukkan emas batangan seberat 27 kilogram ke dalam tas yang ia bawa. 

Namun dalam pasal 27 ayat 4 berbunyi "pejabat diplomatik hanya boleh memasukkan dokumen-dokumen penting yang  berhubungan dengan misinya ke dalam kantong diplomatik dan tidak boleh memasukkan barang illegal ke dalam tas atau bagasi yang ia bawa". Walaupun memiliki hak kekebalan, namun hak tersebut tidak bersifat mutlak. 

Sudah tepat Bangladesh sebagai negara penerima sudah melaksanakan kewajibannya untuk menghormati hak kekebalan yang dimiliki Mr Son Young Nam, dengan tidak menahannya di kantor polisi, pada saat itu yang dilakukan pihak berwenang hanyalah memanggil pejabat dari Kedutaan Besar Korea Utara untuk bekerja sama menangani kasus ini sesuai pasal pasal 31 ayat 3 Konvensi Wina 1961: "No measures of execution may be taken in respect of a diplomatic agent except in the cases coming under subparagraphs (a), (b) and (c) of paragraph 1 of this article, and provided that the measures concerned can be taken without infringing the inviolability of his person or of his residence." Pasal ini menunjukkan bahwa langkah-langkah eksekusi yang diambil tidak boleh melanggar dan mengganggu gugat hak kekebalan pejabat diplomatik yang bersangkutan. 

Tindakan hukum yang dilakukan oleh Bangladesh kepada pejabat diplomatik tersebut adalah persona non grata yaitu melakukan pengusiran atau dipulangkannya pejabat diplomatik dari negara penerima ke negara pengirimnya karena melakukan tindakan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Wina 1961. 

Persona non grata dapat menembus hak kekebalan dan keistimewaan pada saat pejabat diplomatik menyalahgunakan keistimewaannya tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri ataupun melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan keselamatan negara penerima. Persona non grata dapat dikenakan apabila pejabat diplomatik tersebut
melakukan tindakan-tindakan seperti: mencampuri urusan dalam negeri negara penerima kegiatan mata-mata
(spionase), pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Wina 1961, pelanggaran terhadap hukum
dan peraturan perundang-undangan negara penerima.


Bangladesh selaku negara penerima ingin mengajukan tuntutan kepada Mr Young Nam atas kejadian penyelundupan ini, terlebih dahulu hak kekebalan diplomatik yang melekat pada Son Young Nam harus ditanggalkan oleh Korea Utara. Selama hak kekebalan tersebut belum ditanggalkan, Bangladesh tidak dapat menuntut Son Young Nam. Kemudian Bangladesh meminta Korea Utara agar pejabat tersebut dituntut berdasarkan hukum negaranya, namun pada saat itu Korea Utara tidak mengabulkan permintaan tersebut dan hanya menyampaikan permintaan maafnya atas kasus pelanggaran yang terjadi kepada Pemerintah Bangladesh. Korea Utara sebagai negara pengirim berhak untuk memutuskan apakah mengabulkan permintaan Bangladesh untuk mengadili Son Young Nam atau tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun