Mohon tunggu...
Kirana Meidy
Kirana Meidy Mohon Tunggu... Lainnya - on process

di atas langit masih ada langit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minoritas Muslim di Kawasan Asia Tenggara hingga Gerakan Separatisme

5 Juli 2021   16:04 Diperbarui: 5 Juli 2021   16:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu rintangan yang paling serius dalam mengembangkan pemahaman sistematis tentang Islam di Asia Tenggara adalah fakta bahwa topik tersebut telah lama sekali terpinggirkan dalam lapangan studi Islam dan studi Asia Tenggara. Fakta tersebut dikarenakan dalam studi Islam, para sarjana Barat dan Timur Tengah sama-sama berkecenderungan menempatkan Asia Tenggara di pinggiran dalam arus intelektual di dunia Islam. Dalam beberapa tulisan tentang sejarah dan peradaban Islam, Asia Tenggara hanya dibahas sekilas, atau bahkan tidak sama sekali. Padahal kenyataannya, Asia Tenggara memiliki hampir 200 juta muslim, para pengamat, bahkan beberapa intelektual tidak terbiasa mengidentifikasikan Islam Asia Tenggara dengan Islam di Timur Tengah dan menganggap Asia Tenggara secara intelektual dan institusional sebagai pengembangan Islam dari Timur Tengah (Rena, 2011: 225).

Memang, secara geografis, kawasan Asia Tenggara terletak jauh dari wilayah Timur Tengah, yang secara konvensional dalam pikiran sarjana Barat, Timur Tengah sering diasosiasikan dengan Islam. Ironisnya, banyak kaum muslim Timur Tengah yang tidak cukup akrab dengan Asia Tenggara karena bagi Muslim Timur Tengah, kawasan Asia Tenggara dianggap bukan sebagai pengikut murni dari ajaran Islam yang benar. Warna Islam di Asia Tenggara telah terkontaminasi dengan budaya setempat. Meskipun demikian, realitanya, Asia Tenggara sesungguhnya merupakan sebuah rumah bagi kawasan penduduk muslim terpadat di dunia, terutama di Indonesia.

Muslim di Asia Tenggara merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian Islam secara universal. Namun, kajian Islam di Asia Tenggara masih belum begitu gencar sebagaimana Islam di belahan dunia lain, seperti Islam di Arab, Islam di Amerika atau Islam di Eropa. Dalam melakukan studi Islam, para intelektual Barat dan intelektual Timur Tengah cenderung meletakkan Asia Tenggara sebagai kajian pinggiran, bukan sesuatu topik yang menarik untuk dikembangkan dalam arus intelektual dunia Islam. Meskipun ada, belum begitu banyak. Secara geografis, letak Asia Tenggara sangat jauh dari Timur Tengah, sehingga tidak tersentuh oleh para intelektual Arab dan Barat. Bahkan masyarakat Asia Tenggara juga dikenal sebagai muslim Melayu.

Menurut Azyumardi Azra dalam bukunya yang berjudul "Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam", dalam tulisan tersebut ia berpendapat bahwa Asia Tenggara dapat dikategorikan sebagai wilayah kebudayaan yang cukup berpengaruh dari tujuh wilayah kebudayaan yang ada di dunia. Tujuh wilayah kebudayaan Islam tersebut antara lain; pertama, wilayah kebudayaan Arab yang mencakup semenanjung Arabia dan daerah-daerah Madrid, Afrika Utara dan sebagainya. Kedua, wilayah Persia, Iran dan sebagian wilayah Asia Tengah yang dalam unsur bahasa dan kebudayaannya dipengaruhi oleh bahasa dan kebudayaan Persia. Ketiga, wilayah kekuasaan Islam Turki dengan beberapa wilayah strategis di Eropa Timur, seperti: Bosnia, Kosovo, dan sekitarnya. Keempat, wilayah kebudayaan Islam Indo-Pakistan, India dan Bangladesh. Kelima, wilayah kebudayaan Afrikanistan yang mencakup wilayah Madrid (Spanyol), Praha, Nigeria dan sebagainya. Keenam, wilayah kebudayaan Islam-Melayu. Ketujuh, wilayah kekuasaan Islam di dunia Barat.

Filipina adalah salah satu wilayah di Asia Tenggara yang sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam-Melayu, mengingat letak negaranya yang dekat dengan Malaysia, Singapura dan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia dan Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, di Filipina justru sebaliknya. Terbentuknya minoritas muslim di Filipina karena hanya sebagian kecil penduduknya menganut agama Islam (sekitar 10%), itu pun di wilayah tertentu dan dianggap zona berbahaya oleh pemerintah Filipina. Dalam membahas minoritas muslim di Asia Tenggara yang terdapat di Filipina, kasus minoritas muslim di Filipina memiliki perbedaan dengan minoritas muslim Makkah pada zaman Nabi Muhammad SAW. Minoritas muslim di Filipina harus berjuang terus menerus memperlihatkan bagaimana kondisi yang tidak kondusif tersebut berakibat buruk bagi masyarakatnya sendiri. Kemiskinan kehidupan masyarakatnya memaksa mereka harus hidup seadanya, dan mengabaikan pendidikan. Tidak hanya itu,  terdapat beberapa kebijakan dari pemerintah Filipina yang dinilai membatasi ruang gerak umat muslim dan memperlakukan mereka secara tidak adil.

Sebagai ilustrasi dari keberadaan umat muslim di Filipina dapat diibaratkan seperti mereka mendapatkan tempat dalam "rumah" di Filipina, namun mereka tidak mendapatkan perhatian, keamanan dan kebahagiaan untuk menempati rumah tersebut. Sehingga dari kasus tersebut terdapat beberapa organisasi yang berjuang untuk memerdekakan diri diantaranya yaitu MNLF (Moro National Liberation Front), ada dua kelompok sebagai pecahan dari MNLF disebabkan konflik internal, yaitu: Pertama; MILF (Moro Islamic Liberation Front), yang memisahkan diri dari MNLF tahun 1977, tetapi secara formal baru didirikan tahun1984. Kedua: Abu Sayyaf, didirikan pada tahun 1991 (Adhe, 2016: 119). Abu Sayyaf yang merupakan kelompok pecahan dari MNLF di mana MNLF ini merupakan kelompok bersenjata yang memberontak pemerintahan Filipina sejak tahun 1960-an yang sangat berpengaruh dalam memperjuangkan keberadaan dan kebebasan hak atas Muslim bangsa Moro di Filipina. Abu Sayyaf yang memiliki tujuan awal ingin memperjuangkan dan melindungi hak atas penduduk pribumi di Mindanao bagian Barat dan daerah Sulu yang mayoritasnya umat Muslim. Setelah Filipina Utara dikuasai oleh umat Kristen maka umat Muslim bergeser ke Filipina Selatan, agama Kristen dan Islam saling berkompetisi di Filipina untuk memperebutkan perhatian penduduk pribumi. Karena merasa wilayah mereka dikuasai oleh pendatang, maka upaya dari perjuangan Abu Sayyaf adalah ingin membangun sebuah negara Islam yang merdeka berdasarkan hukum dan syariah Islam.

Dari perubahan visi-misi oleh kelompok Abu Sayyaf, hingga saat ini kelompok tersebut menjadi salah satu kelompok separatis yang dianggap radikal di Filipina. Berawal dari umat muslim yang memperjuangkan keadilan di wilayahnya yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah hingga berujung pada keinginan untuk mendirikan negara Islam melalui kekerasan yang dianggap cenderung bersifat radikal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun