Mohon tunggu...
Kirana Kusuma
Kirana Kusuma Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Seorang perupa asal Kota Bandung yang menyukai menulis sebagai bentuk ekspresi dari pikirannya

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Yang Dipelajari dari Sekolah Seni

27 Januari 2023   16:14 Diperbarui: 27 Januari 2023   16:33 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa kali dibulan ini saya selalu mengatakan hal yang sama. 6 Bulan lagi aku lulus. Sebuah penantian panjang yang berujung pada garis finish padahal gak ada yang begitu tahu berapa meter lagi untuk mencapai garis itu. 

Sebagian orang bilang itu buang waktu, seharusnya saya bisa menempuh pendidikan yang lebih serius daripada ini katanya. Tidak ada jaminan untuk menjadi seorang seniman yang terkenal, tidak ada tips, apalagi taktik untuk menjadi Van Gogh, atau Rembrant, atau artisan fenomenal lainnya. Benar. 

Namun, ini yang setidaknya saya dapatkan menuju 4 tahun menekuni bidang kesenian. Dan barangkali untuk menyimpan 4 tahunmu, jika kamu berpikiran untuk masuk kedalam bidang seni secara formal. Atau jika kamu sekedar ingin tahu. Ini dia.

Pertama-tama yang pasti tidak diragukan, mengenai skill dasar menggambar, melukis, memahat. Melatih kepekaan terhadap warna, bentuk dan anatomi manusia, prinsip-prinsip estetik, teknik berkarya, pengenalan material dan media, sejarah dan kritik seni, dan segala hal dasar yang pasti orang awam perkirakan. 

Kedua, sekolah seni segalanya mengenai proses dan menghasilkan proses. Proses berpikir, menciptakan ide, berkarya, display karya, mencerna makna pada karya seni. Proses ini barangkali hal paling utama yang harus dicari ketimbang dari hasil akhir. Proses ini melibatkan jalan panjang dengan asistensi didalamnya, berbentuk teknis, diskusi dan argumentasi.

Ketiga, efisiensi dan adaptasi peran. Dalam menciptakan sebuah karya juga berarti kita harus terbiasa secara tiba-tiba, satu waktu saya melukis, di waktu kemudian saya tukang bakar kayu, penjahit, atau perakit. Karena seni tidak melulu soal melukis dan memahat, hal-hal teknis yang tidak diajarkan ini sebagai jalan keluar atau plan B untuk menghadapi setiap problem yang tidak diperkirakan. Singkatnya, mempelajari pertukangan secara otodidak. 

 Keempat, dalam berproses ini kita dilatih untuk memahami, observasi, mengkontemplasi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Seperti menggali tanah yang didalamnya terdapat sesuatu yang baru. Entah bentuknya bisa berupa box harta karun, laci, celengan, buku, cermin, sepatu, sampah, gelas air atau bumi dengan versi lebih kecil. Dan ini yang paling saya rasakan dari kelima pelajarannya. 

"Kita mampu memahami satu sama lain, tetapi hanya masing-masing kita yang dapat memaknai diri kita sendiri - Hermann Hesse."

Kelima dan bukan menjadi yang terakhir, kamu tahu siapa dirimu. Tahu sebagian besar yang kamu pikirkan dan yang menjadi penting untukmu, warna kepribadian, estetika personal, juga pandanganmu perhadap suatu problem. Hal itu terwujud membentuk pada visual/gaya senimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun