Mohon tunggu...
Inovasi

Hilangnya Sang Kalender Alam

24 September 2017   21:42 Diperbarui: 25 September 2017   10:59 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini disebabkan karena partikel-partikel tanah semakin memadat dan menempel satu sama lain, sehingga tidak memungkinkan air untuk masuk ke pori pori tanah. Bandingkan jika kita menuangkan air ke sebuah kotak berisi manik-manik dan diatasnya diberi papan gabus dengan yang tidak diberi papan gabus. Di kotak pertama, air pasti tidak bisa menembus sampai bagian dasar kotak, bahkan untuk sampai ke lapisan manik-manikpun tidak memungkinkan. Sementara itu, di kotak kedua, air akan mampu menembus sampai bagian dasar kotak. Ini bisa terjadi karena partikel gabus yang saling menempel sangat kuat satu sama lain tanpa menyisakan ruang, sehingga air tidak bisa masuk, sedangkan di antara manik-manik terdapat celah yang memungkinkan air masuk. Hal yang sama terjadi pada lapisan tanah. Ketidakmampuan tanah untuk menyimpan air ini mengakibatkan saat hujan turun, air akan tergenang di permukaan dan terjadilah banjir.

bk2-59c87d176c139e089a26acf2.jpg
bk2-59c87d176c139e089a26acf2.jpg
Banjir tentu saja memiliki dampak yang buruk pada tanaman. Kelembaban yang berlebih di tanah mengakibatkan kadar oksigen tanah menurun dan menghambat respirasi di akar dan mengakibatkan karbon dioksida, metana, dan nitrogen menumpuk di tanah dan menyebabkan kerusakan pada akar. Selain itu, kadar air yang tinggi di tanah menyebabkan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri tanah seperti Fusarium sp., Phytophora sp. dan Rhizoctoniasolani berkembang pesat. Bakteri-bakteri tersebut bisa menginfeksi akar, sehingga metabolisme di akar menjadi terganggu. Jika batang ikut terendam air, maka batang tidak bisa melakukan respirasi dan hal ini akan menghambat di stribusi hasil fotosintesis. Rusaknya akar dan terhambatnya distribusi hasil fotosintesis di batang akibat banjir mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman, apalagi jika terjadi daram kurun waktu yang panjang. Kejadian ini juga akan mengakibatkan terbentuknya cincin berwarna gelap dan tipis, efek yang sama jika tanaman mengalami kekeringan. Jika kedua kasus ini terjadi, maka para ahli yang mengamati tanaman tersebut akan membaca lingkaran gelap yang terbentuk sebagai akibat dari pergantian musim, padahal sebenarnya efek dari kekeringan ataupun banjir.

Pemanasan global juga mengakibatkan tidak teraturnya pergantian musim di berbagai tempat, termasuk di Indonesia. Hujan bisa turun kapanpun dan demikian pula dengan kekeringan yang bisa melanda kapanpun. Panjangnya musim hujan dan musim kemarau juga tidak selalu 6 bulan. Seperti yang sudah kita ketahui, pembentukan lingkaran tahun merupakan akibat dari jumlah air yang masuk ke tubuh tumbuhan. Jadi, jika pergantian musim sudah tidak teratur, maka pembentukan lingkaran tahun juga menjadi tidak teratur.

Dari penjelasan di atas, kita telah membahas beberapa hal mengenai kekeringan dan musim kemarau, sekarang kita akan membahas tentang musim hujan. Musim hujan yang terjadi saat ini bukan berarti terjadi hujan setiap hari ataupun sering terjadi hujan yang deras. Mungkin saja hujan hanya turun beberapa kali dalam sebulan. Hal ini mengakibatkan pembentukan lingkaran tahun tidak bisa sepenuhnya menunjukkan hasil yang signifikan berbeda dengan hasil lingkaran tahun saat musim kemarau. Perbedaan yang tidak mencolok ini akan membuat pembacaan lingkaran tahun semakin sulit, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan juga semakin besar.

Pemanasan global tidak hanya memberi dampak buruk pada tumbuhan. Suhu bumi yang meningkat juga mempengaruhi proses fisiologis hewan, termasuk serangga. Serangga yang sudah merasa tidak cocok dengan lingkungannya kemudian berpindah ke daerah yang lebih teduh, yang masih ditumbuhi banyak pepohonan. Sayangnya perpindahan serangga ke daerah hutan menyebabkan kerusakan pada bagian dalam batang pohon.  Serangga akan bersarang dan meletakkan telurnya di dalam batang pohon. Larva yang menetas dari telur akan memakan bagian dalam dari batang tumbuhan. Jika di dalam batang terdapat larva dalam jumlah yang cukup besar, maka akan terdapat lubang yang besar yang dihasilkan oleh jalur yang dibuat oleh larva. Adanya lubang tersebut akan mengakibatkan pembacaan lingkaran tahun menjadi sulit atau bahkan tidak akurat lagi.

Jadi kesimpulannya, lingkaran tahun tidak bisa digunakan lagi untuk menjadi patokan usia tanaman karena sudah tidak akurat. Ketidakakuratan ini disebabkan karena pemanasan global yang mengubah suhu bumi dan juga keadaan lingkungan. Pemanasan global menyebabkan terjadinya bencana alam, yaitu banjir dan kekeringan yang akan menimbulkan efek pembentukan lingkaran tahun seperti saat musim kemarau. Banjir juga bisa mengakibatkan tumbuhnya jamur/ patogen lain yang bisa merusak organ tanaman yang akan menghambat pertumbuhan, sehingga menghasilkan efek yang sama. Musim hujan dengan curah hujan yang rendah akan menghasilkan efek lingkaraan tahun yang tidak jauh berbeda dengan musim kemarau, sehingga perbedaannya akan tipis, sehingga mempersulit pembacaan dan kemungkinan salah menjadi lebih besar. Selain itu, pergantian musim yang tidak teratur menyebabkan pembentukan lingkaran tahun juga menjadi tidak teratur. Yang terakhir adalah, migrasi serangga ke daerah hutan mengakibatkan rusaknya bagian dalam batang pohon, sehingga tidak mungkin dilakukan pembacaan lingkaran tahun.

Mari menyelamatkan bumi!

Referensi:

https://www.nap.edu

https://www.climaterealityproject.org

http://www.nationalgeographic.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun