Artikel ini bukan dibuat untuk memberi tips bagaimana cara cepat jobseeker agar mendapat pekerjaan, bukan juga berisi tips membuat CV yang baik, atau  spoiler pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika wawancara kerja dan cara menjawabnya, bukan. Artikel ini dibuat dengan harapan untuk membantu para jobseeker agar tidak clueless dan keluar dari hal-hal menjebak yang bersifat teknis.Â
Saya memakai terminologi teknis sebab anak-anak sekarang seringkali kehilangan focus dalam persiapan karir. Mereka lebih banyak introspeksi terhadap format CV atau terpaku pada pembuatan cover letter yang baik dan yang paling umum terjadi adalah mencari tahu seputar pertanyaan yang sering ditanyakan ketika interview.Â
Kalau diperhatikan, rata-rata event persiapan karir berputar pada topik-topik teknis yang kemudian memburamkan esensi persiapan karir itu sendiri yang sebenarnya bersifat personal.
Kenyataan di lapangan berbicara bahwa jobseeker ketika memperkenalkan dirinya sudah sangat terlihat manipulatif. Ketika digali kembali satu sifat yang diucapkannya dengan sangat lihai tadi, nyatanya jauh sekali dari kata sesuai.Â
Dari sini saya rasa, keberhasilan orang dalam menaklukkan proses seleksi bukan hanya dari CV yang user-friendly, bukan juga dari seberapa banyak pertanyaan seputar wawancara yang sudah pernah dijelajahi.
Lebih dari itu, proses seleksi sendiri adalah proses perkawinan antara diri kandidat dan juga perusahaan. Sehingga, yang perlu dipersiapkan adalah diri masing-masing secara kompetensi, potensi dan ekspektasi.Â
Untuk itu, di sini saya coba menjabarkan persiapan karir dari sudut pandang lain yang sifatnya lebih reflektif khususnya buat para freshgraduate dan atau yang belum pernah mencicipi dunia kerja.
Bagi para rekruter, mendapat kandidat yang lancar dalam menjawab setiap lontaran pertanyaan merupakan angin segar, yang artinya ia paling tidak merupakan sosok yang well-prepared, sehingga rekruter setidaknya cukup puas karena CV yang diloloskan tidak zonk. Namun sebenarnya, kandidat yang apa adanya dalam menampilkan dirinya ketika proses seleksi, dalam hal ini adalah wawancara adalah kebahagiaan para rekruter.Â
Sebab paling tidak kandidat tersebut tidak bersembunyi dibalik tips wawancara kerja instan dan berbelit yang ujung-ujungnya tidak diloloskan sebab semua yang dikatakannya hanya fiktif dan tidak bisa dibuktikan secara behavioral. Yang paling kerap di manipulasi adalah pertanyaan tentang kekurangan diri.
Kandidat seringkali bersembunyi di balik keterbatasan dalam menggunakan bahasa asing, terutama untuk job role yang jauh keterkaitannya dengan daily activity menggunakan bahasa asing. Padahal nggak ada salahnya bercerita tentang diri sendiri secara utuh, karena jika kandidat tidak jujur dan terbuka dari awal, yang susah bukan hanya perusahaan, tapi juga dia sendiri akan sangat mungkin bermasalah saat beradaptasi.Â
Kandidat dengan tipe well-prepared ke arah manipulatif itu bener-bener bikin kesel para rekruter, lho. Bukan malah impress, yang ada kesel karena waktunya makin banyak terbuang untuk bisa mendapatkan profil kandidat yang konsisten.
Sekali lagi, proses hiring adalah proses perkawinan antara diri kandidat dan perusahaan. Dengan mempelajari value perusahaan dan mencocokkan dengan value internal masing-masing, adalah langkah pertama yang bisa dibilang penting gak penting. Sebab paling tidak ketika valuenya sejalan, orang tersebut akan memiliki pride dan bukan hal yang susah untuk membangkitkan produktivitasnya.
Langkah kedua adalah memperhatikan deskripsi pekerjaannya, apakah tipe pekerjaan yang memiliki banyak variasi, atau tipe yang monoton, atau tipe administratif, atau tipe yang strategis? Ini juga penting nggak penting sebab karakter masing-masing orang dan kecenderungannya untuk bisa bertahan dalam situasi pekerjaan yang sifatnya 'menekan', memiliki pola yang berbeda-beda.Â
Maka, bagi para kandidat, kenali terlebih dahulu kecenderungan tipe kerja Anda. Langkah ini juga akan menentukan seberapa besar Anda akan mampu bertahan dan berkembang dalam pekerjaan.
Langkah ke empat, jika ternyata Anda dinyatakan lolos, ya, bagus!. Tapi kalau tidak juga jangan berkecil hati. Ingat dan camkan baik-baik bahwa, ketika Anda belum diterima bukan berarti profil Anda tidak layak.Â
Banyak kejadian alasan tidak diterimanya kandidat juga karena overqualification atau bisa juga terkait kesediaan perusahaan untuk membayar gaji yang Anda harapkan. Yang jelas, tidak ada salahnya untuk terus membenahi diri dan focus pada tujuan karir Anda.
Langkah selanjutnya adalah mengatur ekspektasi. Sebagai seorang rekruter, pertanyaan yang akhir-akhir ini kerap saya lontarkan pada kandidat adalah "Apa ekspektasi Anda terkait dunia kerja?". Beberapa menjawab secara normatif, beberapa yang lain cukup menunjukkan idealismenya, dan rata-rata senior menjawab dengan realistis.Â
Alasan saya tertarik menanyakan hal tersebut adalah, sebab bagi saya, seberapa kuat seseorang dapat bertahan di lingkup pekerjaan, atau bahkan di semua aspek kehidupan, adalah tentang bagaimana ia menghadapi kenyataan yang ada di depannya, yang kerapkali sulit diprediksi dan dikontrol, dan bagaimana ia bersedia dan mampu beradaptasi dengan hal tersebut.Â
Maka hal pertama yang muncul di benak saya adalah ekspektasi. Sebab ekspektasi lah yang secara tidak sadar menjadi drive seseorang dalam bertindak dan merespon kejadian-kejadian di sekitarnya.
Untuk para freshgraduate, ketahuilah jika saat ini persaingan dalam mendapatkan pekerjaan akan semakin sengit, terlebih Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada bonus demografi di mana jumlah usia produktif akan membeludak. Jangan menyusahkan diri sendiri dengan idealisme Anda. Dunia kerja mungkin sulit ditebak.Â
Bertemu dengan atasan yang menjengkelkan, bertemu bawahan yang nyusahin, hal-hal tersebut jauh dari kontrol. Sehingga, satu-satunya yang bisa dipersiapkan adalah diri masing-masing termasuk mengatur ekspektasi bahwa dunia kerja memang begitu adanya.
Melalui paparan di atas, saya menegaskan bahwa esensi hacks berupa tips dan trik wawancara sesungguhnya adalah agar masing-masing pembaca lebih siap untuk menyelami dirinya sendiri dan mengenali tujuan-tujuannya.Â
Bagaimana pun prosesnya, nikmati saja dan jangan merasa paling menderita ketika belum diterima kerja, hehe.Â
Mencari kerja itu susah, menjadi pengusaha juga susah. Maka, pilihlah susahmu!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H