Kehidupan masyarakat menuntut kita untuk mentaati etika dan norma yang berlaku. Dengan etika, orang bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Pada akhirnya, pandangan normatif tersebut tak hanya berlaku di lingkungan masyarakat, namun juga dunia kerja. Setiap Profesi memiliki etika yang tentunya harus dipatuhi.Â
Akuntansi menjadi salah satu profesi yang menerapkan etika sebagai penilaian. Etika profesi akuntansi dikenal pula dengan istilah kode etik profesi. Ini berarti para akuntan wajib mematuhi kode etik yang berlaku selama bekerja. Seorang Akuntan harus menerapkan prinsip-prinsip dasar etika akuntan yaitu Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, dan Perilaku Profesional.Â
Dalam prinsip etika profesi akuntansi, skandal yang bertentangan dengan kode etik merupakan masalah besar. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran etika profesi, seperti kebutuhan pribadi, kurangnya pedoman, lingkungan yang tidak etis dan perilaku masyarakat. Â Di Indonesia ini banyak sekali terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap etika profesi salah satu nya kasus pelanggaran kode etik profesi akuntan (konsultan pajak) dan pegawai pajak pada kasus suap PT. Â Gunung Madu Plantations tahun 2017.
Kasus ini berawal ketika Angin Prayitno selaku Direktur P2 Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 memerintahkan anak buahnya yaitu Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian untuk mencari wajib pajak yang potensional. Alasan Angin Prayitno mencari wajib potensial ini adalah semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi.Â
Kemudian Wawan  membuat analisis Risiko wajib pajak pada PT. Gunung Madu Plantations untuk tahun 2016. Dari analisis tersebut, didapat potensi pajak PT. Gunung Madu Plantations tahun 2016 sebesar Rp. Rp5.059.683.828. Setelah menemukan angka tersebut Angin memerintahkan anak buahnya untuk menemui langsung PT. Gunung Madu Plantations.Â
Pertemuan Pertama tersebut dilakukan pada 11 Oktober 2017, dimana perwakilan PT GMP yang hadir adalah Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi selaku konsultan pajak yang ditunjuk PT GMP.
Sebulan setelah pertemuan tersebut, Wawan mendatangi kembali PT. GMP untuk melakukan pemeriksaan. Saat pemeriksaan itu tim pajak menemukan catatan di ruang kerja Finance Manager PT. Gunung Madu Plantations (GMP), isi catatan itu adalah instruksi rekayasa invoice yang dikeluarkan PT. Gunung Madu Plantations (GMP).
PT. Gunung Madu Plantations (GMP) ingin menutupi catatan itu agar tidak diproses Ditjen Pajak. PT. Gunung Madu Plantations (GMP) menjanjikan uang Rp30.000.000.000 untuk pembayaran pajak PT GMP beserta fee pemeriksa pajak dan pejabat struktural yang membantu proses pengurusan tersebut.Â
Setelah pertemuan tersebut, Yulmanizar dan Febrian menghitung nilai pajak PT. Gunung Madu Plantations (GMP) pada tahun pajak 2016 yaitu sebesar Rp19.821.605.943,51, sedangkan untuk fee pemeriksa  dan pejabat struktural pajak sebesar Rp10.000.000.000. Namun Angin meminta fee lebih dari Rp10.000.000.000 sehingga Yulmanizar menyampaikan kepada Aulia dan Ryan bahwa fee yang disetujui adalah Rp15.000.000.000.Â
Pada tanggal 18 Desember 2017, ditandatangani laporan hasil pemeriksaan PT. Gunung Madu Plantations (GMP) sebesar Rp19.821.605.943,51. Selanjutnya Ryan dan Aulia menyerahkan uang sebesar Rp15.000.000.000 pada Yulmanizar di Hotel Kartika Chandra tanggal 23 Januari 2018.Â
Lalu Wawan Ridwan diperintahkan Angin untuk menukarkan uang tersebut dalam bentuk pecahan dolar Singapura. Setelah uang ditukar dalam mata uang dollar Singapura, ternyata uang yang dibawa hanya Rp 13.200.000.000 miliar sehingga masih kurang Rp1.800.000.000 miliar. Â Aulia dan Ryan lalu hanya memberikan tambahan Rp300.000.000, sedangkan sisanya sebesar Rp1.500.000.000 miliar adalah untuk fee Aulia dan Ryan.Â