yang paling menarik adalah pandangnya terkait politik dalam masyarakat muslim, dia menyatakan "musuh kolonialisme bukan lah islam sebagai Agama, Melainkan islam sebagai doktrin Politik". Snouck dengan tegas meminta pemerintah belanda bahkan jika harus menggunakan cara kekerasan untuk menumpas segala bibit2 fanatisme agama dan kebangkitan islam utamanya pan-islamisme (paham yang berpahaman bahwa ummat islam sedunia harus bersatu).
islam sebagai doktrin politik memang perlu dipahami lebih dalam lagi karena sederhananya politik berarti kegiatan mengurus urusan orang lain yang terkadang dipersempit hanya dalam kalimat kekuasaan atau pemerintahan.
Yang menurut saya semakin harus membuat kita memperhatikan teori dan rekomendasi snouck ini adalah karena setelah pemerintah belanda melaksanakan dan mengunakan pola pikir yang diramukan snouck akhirnya kesultanan aceh berhasil dikalahkan. Setelah lebih dari 20 tahun peperangan akhirnya bangsa nenek moyang kami (orang aceh menggunakan kami untuk mengatakan saya) yang bergelar negeri serambi mekkah itu kalah juga.
Ada 2 hikmah setidaknya yang bisa saya sarikan :
1. Keilmuan pada bidang soscial science tidak lah bisa dianggap sebelah mata oleh mereka orang2 natural science. Dengan keilmuan sosial akhirnya snouck bisa membaca kelemahan bangsa aceh dan memberikan rekomendasi cara menghancurkannya.
2. Kolonialisme paling takut dengan keislaman adalah ketika islam telah dibawa menuju arena perpolitikan. Ibadah tetap perlu dan tetap no. 1 tapi kita tidak boleh berhenti sampai disitu. Tempuhlah sampai pada jalan yang akan mengetarkan nalar2 kolonialisme
Ini nasehat dari seorang prof. Kehormatan, penyusup yang berhasil masuk ke mekkah, intelejen yang berhasil menikahi 2 wanita bangsawan muslim nusantar, pencetus strategi yang berhasil mengalahkan bangsa Aceh. Setidaknya nasehat beliau layak kita renungkan.
*kenapa saya mengunakan kata kolonialisme bukan non-muslim dst. Karena yang menjadi musuh kita bukan lah agama tapi pola pikir yang menjadikan orang lain diperbudak dan terjajah sehingga mereka tidak bisa sejahtera.
Bacaan lebih lanjut
[1] Seri Informasi budaya no. 29/2012
[2] https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/JUWITRA/article/view/103/72 (hlm 5 dari 17)
[3] https://www.academia.edu/12073113/Orientalisme_Christian_Snouck_Hurgronje_Ignaz_Goldziher_dan_Louis_Massignon (hlm 6)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H