Satu lagi soal Irman Gusman Cup 2016
Turnamen Irman Gusman Cup 2016, saya sebut sebagai turnamen glamour. Kata glamour disini mungkin tak harus selalu diartikan sebagai kemewahan, gemerlap, dan bertabur uang.
Glamour disini, setidaknya terwakili dalam konsep yang dikedepankan oleh penyelenggara. Perencanaan yang matang, ada rule dan tahapan mesti dijalankan dengan sangat terukur, plus ada sasaran jelas yang hendak dituju.
Sejatinya tiga hal itu saja sudah layak disebut glamour. Dengan kata lain, mereka tak bikin turnamen asal jadi, atau membuat pendukung tim bisa joget lagi, atau sekadar memberi ruang pada tim-tim pemburu hadiah.
Yang paling penting dicermati disini adalah point ketiga, ada sasaran jelas!. Artinya, ada target masa depan turnamen ini. Menciptakan "The Dream Team Sumbar 2020", adalah tagline tak resmi yang dipilih untuk masa depan turnamen ini.
Serius, saya awalnya agak kecut juga dengan tagline yang saya kira agak "wah" dan lumayan lebay itu. Karena sepengetahuan saya, hanya baru dua tim olahraga di planet ini yang "resmi" menyandang gelar The dream team. Sebutan atau pujian yang tak ada duanya lagi di dunia olahraga
Pertama, tentunya tim AC Milan dibawah Arigo Sachi awal 1990-an, saat merajai sepakbola Italia, Eropa, bahkan dunia. Berikutnya, tim basket putra Amerika Serikat di Olimpiade 1992 Barcelona, ketika para raja bola basket di kompetisi NBA, dizinkan berlaga di Olimpiade untuk pertama kali.
Tapi, no problemo, sah-sah saja jika para pengusung IGC 2016 punya mimpi yang sama. Mungkin dream team disini
diartikan sebagai tim yang tercipta melalui sebuah proses yang benar-benar terencana dengan benar, rapi, terukur, dan muaranya akan menghasilkan sebuah kualitas nomor satu.
Menilik mimpi dream team penggagas IGC, berhasil atau tidak, terwujud atau gagal mimpi itu, yang paling menentukan adalan keberadaan tim talent scout. Dalam bahasa Indonesia mereka kerap didefinisikan sebagai pemandu bakat.
Jelas, ditangan merekalah nasib The Dream Team Sumbar 2020 akan digantungkan. Hasil mengamatan, intuisi, kejelian, dan rekomendasi mereka dalam memilih bakat- bakat muda dari berbagai pelosok Sumbar, adalah kuncinya.
Saya sedikitpun tak ragu, ketika penggagas IGC menyebut nama-nama yang akan masuk tim talent scout IGC 2016. Karena nama yang diapungkan, adalah orang-orang yang punya kompetensi dan sudah teruji di bidang tersebut.
Suhatman Imam, Emral Abus, Â Nil Maizar, Jafri Sastra, Indra Sjafri, adalah beberapa nama besar yang akan masuk grup talent scout IGC. Mereka orang-orang terbaik yang dimiliki Sumbar hari ini untuk urusan melihat bakat calon-calon pemain sepakbola.
Terlepas dari bagaimana cara mereka melakukan scouting, yang paling penting, nama-nama diatas punya kelebihan masing-masing dalam upaya mereka mencari mutiara-mutiara sepakbola Sumbar yang masih terpendam. Mereka adalah jaminan mutu, dengan basic yang tentunya berbeda-beda. Juga cara kerja mereka yang mungkin ada juga yang berbeda. Ada yang modern, tapi ada juga yang klasik.
Suhatman Imam, sang "living legend" sepakbola Sumbar tentu akan melihat bakat seorang pemain dengan gaya klasiknya. Kejelian dan pandangan mata telanjangnya, dipadu dengan pengalamannya yang segudang bergelut dengan sepakbola, adalah senjata scout-nya.
Seorang Emral Abus, tentunya akan bekerja dengan sisi keilmuan, dengan latarnya sebagai seorang tekhnokrat olahraga. Pendekatan sains dan Iptek Olaharaga, adalah senjata pria yang pernah disebut sebagai guru besar para pelatih sepakbola di Indonesia.
Nilmaizar dan Jafri Sastra, dua pelatih muda yang sedang merangkai jalan menuju puncak kejayaan saat ini. Keduanya telah dibekali dengan ilmu-ilmu kepelatihan sepakbola, mulai dari strata terbawah di tingkat youth, sampai lisensi kepelatihan profesional. Dengan visi dan pengetahuan sepakbola modern yang dimiliki, tentunya mereka akan bisa mencium bibit-bibit potensial Sumbar yang bisa diorbitkan dimasa depan.
Indra Sjafri, juga tak perlu diragukan. Makan tangan dan kejelian menangkap potensi pemain muda, sudah terbukti. Apalagi, basic ilmunya memang spesialisasi pemburu bakat di tingkat grass root.
Dengan memakai jasa orang-orang terbaik itu, sepertinya penggagas IGC paham betul, bahwa peran scout bagi sebuah tim sepakbola memang tak bisa diremehkan. Bahkan tak berlebihan, jika disebut masa depan sepakbola atau sebuah tim, berada di tangan para scout.
Sekarang, IGC sudah mulai bergulir. Beberapa zona Kabupaten dan Kota, sudah memulai pertandingannya. Saatnya kita menunggu realisasi hasil kerja tim talent scout IGC ini. Dua bulan ke depan, akan ketahuan hasil hunting mereka.
Selamat bekerja, scouts.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H