Mohon tunggu...
kiprah uniga
kiprah uniga Mohon Tunggu... Jurnalis - KIPRAH UNIGA

KOMUNITAS PENA MERAH UNIVERSITAS GAJAYANA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secercah Hidup

28 Oktober 2022   01:46 Diperbarui: 28 Oktober 2022   01:50 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kau pikir dunia ini dipenuhi oleh orang-orang baik yang selalu menawarkan bantuan? Mereka akan membantu jika itu ada untungnya untuk mereka. Semua orang di dunia ini hanyalah sekumpulan orang-orang jahat dan kejam. Mereka tidak akan peduli dengan deritamu," jawabku.

"Jika aku adalah salah satu orang yang kau sebut jahat, maka aku tidak akan menghentikan langkahmu tadi. Namun, kenyataannya aku menolongmu. Itu artinya masih ada orang baik yang selalu menawarkan bantuan padamu."

Aku tertawa sinis mendengar ucapannya itu.

"Sudah kukatakan pula kalau orang mau membantu, hanya karena mau untung. Sama sepertimu. Kamu membantuku hanya agar diakui bahwa kamu orang baik, kan? Kamu sedang mencari pengakuan. Lagipula aku tidak pernah meminta bantuanmu!"

Aku kembali membalikkan badan. Berniat melanjutkan kegiatan yang dihentikan pria tak kukenal ini. Namun, dia berjalan menuju pembatas mendahuluiku dan melihat ke bawah.

"Apakah kamu tahu apa yang disebut takdir? Jika kamu belum ditakdirkan untuk mati, maka apa yang akan terjadi jika kamu jatuh ke bawah sana? Mungkin tubuhmu remuk dan tulangmu hancur. Sementara kamu belum juga mati dan merasakan betapa sakitnya itu. 

Kamu tidak hanya akan merepotkan dirimu sendiri, tetapi juga orang lain yang harus membantu merawatmu. Menghabiskan banyak dana untuk pengobatanmu. Menghabiskan banyak waktu untuk mengurusmu. Apakah kamu pernah memikirkan itu sebelumnya?"

Pertanyaan dan pernyataan yang keluar dari mulut pria ini membuatku membeku. Pikiranku dengan liar membayangkan apa jadinya jika bunuh diriku gagal. Aku tidak pernah memikirkannya. Pendirianku yang tidak takut mati sebelumnya, kini menjadi rasa takut.

Ia menatapku cukup lama untuk menunggu jawaban. Namun, tak sepatah katapun keluar dari bibirku. Aku tidak mampu menjawabnya. Dia menghampiriku. Meletakkan kedua tangannya pada pundakku.

"Aku tak tahu seberapa beratnya masalahmu tetapi aku cukup yakin bahwa kau sudah mampu bertahan sejauh ini adalah hal yang hebat. Kamu mampu menanggung masalahmu dan menghadapinya. Jika kau menyerah sekarang, apakah perjuanganmu selama ini tidak sia-sia?"

 Aku masih belum mampu menjawab. Yang kurasakan hanyalah mataku yang semakin pedih. Beberapa bulir air mata yang memaksa ingin membasahi pipi terus kutahan. Kugigit bibirku karena tidak ingin ada isakan yang terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun