Mohon tunggu...
Ki Pangkas
Ki Pangkas Mohon Tunggu... -

toto sing neng jero ati kuwi, awasono atimu dewe-dewe karo lan waspodo...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Janganlah Begitu...

22 April 2013   15:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:47 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

diistilahkan ini anjing, ketika nanti itu berkendara menjadi unta…
dan saat jalan disini berganti kuda, maka kemudian disana ada sapi yang memerah keduanya…
dan saat begini yang bertali dengan susu terbawa berita...
kemudian begitu disambut kerbau yang membajak lahannya…

derita lalu susu karena lelah berdebu waktu ,kelak akan membuat celaka yang meminumnya…
seperti dari kambing yang dipanggang terlihat sedap dipandang mata…
seperti pada keledai yang berat kaki mengangkut beban tuan yang membawanya…
seperti melalui sayur mayur busuk yang dipaksa disajikan demi pembesar yang berbangga…

janganlah begitu, dan janganlah begitu…
sebab gajah yang akan menutup belalai beban dimata…
sebab semut yang gagah mengangkat, tak terlihat hebat manfaat seni-ucapnya…
akibatnya hanya satu jua…hanyalah masalah tanpa pagar-awal yang selalu menyerta….
seperti genap yang tidak mengenali apa itu ganjil akibatnya….
seperti telunjuk yang awal yang tidak mau berdamai dengan jari tengah sebabnya….
seperti si-pincang yang mengeluh kekurangan langkah penyangga satunya…

jeda menanti penjaga sarang yang tak kunjung tiba, membuat celah bagi si-laba-laba…
seakan menyerbu dengan cerita khayal milik patrian kera yang hina…
seakan endusan berita perkasa, dikuasai hidung babi yang bertanda…
seakan lompatan katak yang dikepala, dicegah tuan tempurung yang memaksa air menjadi tiada…
sehingga sejuk tidak mengatur dingin yang dibawanya….
sehingga hangat tidak bisa menentukan panas yang mengiringinya….
sehingga asin tidak memiliki ketetapan lidah pembatas genap dan ganjilnya…
sehingga malam berujung kelam pekat yang mencekam kabarnya….
sehingga siang berujung terik luka yang mencadas cerca…

janganlah begitu, dan janganlah begitu…
karena goresan kata tak cukup berbicara tentang cinta...
karena cinta bukan hanya dialami lalu semata...
karena cinta dapat dipelajari dalam alam manusianya...
karena manusia dikatakan hidup bila berjalan dengan hatinya...

janganlah begitu, dan janganlah begitu…
ajaran itu bukan untuk diperjuangkan namanya…
ajaran itu bukan untuk dielu-elukan benda-rasa yang menyertanya…
ajaran itu hanya untuk mengingatkan…
bahwa orang ada, karena manusia sebelumnya ada…
sehingga yang sebelum mengingatkan yang sesudahnya….
ajaranNya itu HANYA mengajarkan satu hal….
manfaat itu yang pertama, saat memandang alam raya sebagai kekasihnya…
sehingga menjadi dekat dengan si-empunya air laut seluas samudra….
sehingga manusia akan bermanfaat kepada sesama manusia…
tanpa harus membunuh sesamanya…
tanpa harus memenjarakan sesamanya…
tanpa harus menyiksa sesamanya…
tanpa harus selalu mengenang manusia yang sudah tiada…[355]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun