Mohon tunggu...
Hana Sugiharti
Hana Sugiharti Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dua anak, berdomisili di Abu dhabi. \r\nNormally woman, writing, friendly.! other blog \r\nkinzihana.blogspot.com/\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Etika Aksara Kata

26 Desember 2013   02:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:29 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena bulan desember ini masih berkaitan dengan hari ibu, saya jadi teringat Ibu saya. Emak, saya memanggilnya, karena dia berasal dari daerah sunda. Sedangkan Abah saya berasal dari daerah Jawa timur. Selama saya bersama mereka sampai di detik usia menjelang tiga puluh lebih ada ribuan perbedaan yang mewarnai hari-hari itu bersama keduanya. Mereka dilandasi rasa cinta yang besar. Begitupun saat saya dan Kakak yang lain hadir kedua, sudah tentu kami adalah produk kasih sayang mereka toh.

Tapi, munculnya delapan kepala dalam satu keluarga yang dilandasi cinta tak melulu berjalan mulus. Masih terekam jelas dalam ingatan, bagaimana sesama saudara harus beradu argumen hanya karena sebuah nasi kotak pemberian hajatan seorang tetangga.

Saudara paling besar, merasa dialah yang paling berhak mengatur bagaimana membagi jatah nasi tersebut untuk adik-adiknya. Sedangkan salah satu adiknya merasa apa yang diatur Kakaknya adalah hal sangat curang karena pasti akan menguntungkan diri sendiri. Prasangka yang dikedepankan tanpa mendengar dan melihat apa yang menjadi alasan sang Kakak membuat urusan jadi tambah runyam.

Berdasarkan dari pengalaman, ada beberapa yang bisa dijadikan acuan saat seseorang berpendapat atau beradu argument.  Jika melihat yang terjadi, maka Emak  akan datang sebagai penengah dan biasanya semua akan patuh dan setuju dengan apa yang Emak putuskan. Sebelum memutuskan sesuatu biasanya Emak mendengar baik-baik apa yang kami keluhkan. Setelah itu baru keputusan keluar.

Mungkin ada yang berfikir lama sekali ya prosesnya cuma untuk sebuah nasi kotak? Hehe Tapi setidaknya itulah pelajaran yang selalu saya ingat jika saya mempunyai perbedaan pendapat dengan siapapun.

Perbedaan pendapat dalam keluarga yang notabene dari aliran darah yang sama saja banyak sekali menimbulkan riak emosi , apalagi dalam lingkup lebih luas yaitu dalam lingkup media masa. Ada banyak aksara dan kata yang berserakan menunggu untuk diuntai dengan santun menjadi sebuah etika.

Ada banyak latar belakang pendidikan dan adat istiadat yang menjadi dasar terbentuknya sebuah pendapat. Tetapi jika di selami selalu ada jalan keluar bagi setiap perbedaan. Jika bahasa medisnya tak ada penyakit yang tak ada obatnya.

Dalam berpendapat , menurut seorang pembalap juga  pasti harus ada bensin, oli dan kendaraan  yang baik yang harus dimiliki saat dalam arena. Begitupun saat beradu opini, dalam pengungkapan perbedaan pendapat. Ada bekal yang harus disiapkan agar kepala tetap dingin walau perdebatan kian hangat.


  • Tidak mengedepankan Emosi, saat seseorang menangggapi pengutaraan pendapat kita dengan nada negatif, terus gali komunikasi dengan santun agar tercapai kesepakatan pemahaman bagi masing-masing.
  • Harus mempunyai wasit atau penengah yang sesuai dengan bidangnya, saat kita membahas sebuah topik tertentu misalnya.
  • Positif thinking, adalah modal utama dalam segala hal termasuk saat perbedaan pendapat merajai.
  • Jika menemui perbedaan pendapat maka jadikan sebagai ilmu dan masukan baru untuk memperkaya pola fikir kita sehingga bisa melihat sebuah topik melalui sudut pandang siapapun.
  • Kembali kepada tujuan semula, apa yang menjadi tujuan anda dalam pengungkapan pendapat. Jika kebenaran yang dikedepankan maka sudah pasti perbedaan pendapat akan disikapi dengan fikiran terbuka.


Karena sejatinya sebuah pendapat yang berbeda merupakan sebuah kekayaan pola fikir antar manusia. Bukankah sebuah botol lebih besar dari pada tutupnya, tetapi bisa menciptakan sebuah harmonisasi dan manfaat yang besar. Demikian juga dengan perndapat yang berbeda, entah itu dominan atau tidak tapi asalkan bisa memaknai dengan benar dan sesaui porsi maka keserasian dan keharmonisan yang tercipta.

Yuks berpendapat dengan sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun