Mohon tunggu...
Kinu Natlus
Kinu Natlus Mohon Tunggu... lainnya -

Tukang Kebun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terpidana Narkoba bukan Sebab Generasi Muda Kita Terpuruk

29 Juli 2016   22:24 Diperbarui: 29 Juli 2016   22:41 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini untuk mereka yang gegap gempita mendesak hukuman mati bagi para terpidana narkoba yang rata rata menjustifikasi bahwa karena merekalah anak anak kita, generasi kita mati. 

Kenapa menyalahkan terpidana narkoba? Kesulitanmu mengawasi sendiri anak anakmu, ketidakberdayaanmu menghadapi kelinglungan dunia saat ini kemudian mengkambing hitamkan orang lain ketika anakmu sendiri yang memutuskan untuk “mencoba” “menikmati” “bergengsi” dengan ekstasi. TAngan mereka yang sembunyi sembunyi mencuri uangmu, membeli diam diam dan menelan pil itu di pesta pesta yang kau tak tahu apa dan dimana diadakan. Anakmu yang memutukan mempunyai dunianya sendiri ketika yang keluar dari mu hanyalah acuh, takut, peringatan, kata jangan, diam!.

Dukungan mental yang kuat menghadapi perubahan, baik jiwa maupun raga adalah yang terbaik. Bukan hujatan, bukan penilaian, bukan cacian. Generasi muda mencari jati diri tanpa harus tercaci maki ketika ingin mencoba segala hal yang tampak silau dihadapan mereka.  Kenapa sulit sekali kita memberi mereka kesempatan? KEnapa sulit sekali kita membuka tangan dan hati, menerima naik turunnya kehidupan mereka, kisah mereka yang menantang, mengusik, mengkhawatirkan? Kenapa sulit sekali kita membiarkan mereka mengepakans sayap sendiri dan terbang kemana saja mereka ingin pergi?.

Ditengah metode pendidikan orang tua yang serba terkukung pada konsep "mapan (berkarir, menikah), sukses (kaya, beranak pinak, bermobil banyak) dan bermanfaat (tulang punggung keluarga, dermawan)" namun dibungkus dan dilengkapi dengan metode yang otoriter, premanisme, koruptif, main pukul dan main kekuasaan, siapa yang tidak gila? Kontradikisi yang menyesakkan hati nurani. “Saya orang tua, kamu anak kecil, kalau dibilangin nurut” "Kamu miskin, saya kaya, kamu putih saya hitam, kamu kacung saya boss" itu sudah tak mempan lagi. Tak bisa lagi terterima. Parahnya, nenek moyang kita terdahulu juga tidak pernah mengajarkan bagaimana. Kultur otoriter ini sudah mengakar begitu kuat, hingga jiwa anak anak jaman ini tak lagi mampu menerima kegilaan ini. 

BIsakah memanjakan anakmu dengan diskusi? Jadikan informasi, ilmu dan kecakapan diplomasi sebagai senjatamu. Jangan paksakan pendapatmu, biarkan mereka berjalan sendiri. Biarkan mereka mengepakkan sayap mereka sendiri. Berhenti menyalahkan orang lain ketika sejatinya kekacauan hidup anakmu bukanlah karena sebuah pil ataupun setenggak alkohol. Kekacauan ini karena tertutupnya akal kita para orang tua terhadap proses pendewasaan mereka. Kemalasan kita , orang tua, menemani mereka ketika kebingungan, kekalutan dan tekanan jiwa sebagai bagian dari proses tumbuh kembang menemukan jati diri.

Dan memang yang paling mudah adalah mengkambinghitamkan pihak lain. Menumpahkan segala kekesalan dan kepedihan yang lahir dari ketakutan melihat kesalahan diri sendiri. Seribu pidana narkoba, sejuta nyawa anak anak kita, tak akan mengurangi apa apa sepanjang kita tak mau demi membuka diri dan mengakui bahwa ini semua adalah kesalahan dirimu sendiri, bukan pil, bukan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun