Mohon tunggu...
Sukino Kinoi
Sukino Kinoi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik Lembaga Pendidikan di Jogja, Ketua Takmir Masjid

Saya Sukino tinggal di Jogja. Sejak usia sekolah saya hobi baca dan nulis. Berulang kali hasil tulisan saya tampil di koran local Jogja. Topik favorit selama ini, saya suka parenting dan motivasi.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Resep Apem, Kue Khas Lebaran Warisan Keluarga

7 April 2024   16:39 Diperbarui: 7 April 2024   16:45 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum dijabarkan resep pembuatan kue apem, tidak ada salahnya apabila kita mengulik sejarahnya agar mengenal lebih detail. Karena mengacu kata bijak yang berbunyi: Tak kenal maka tak saying.

Sejarah Kue Apem

Melansir laman Wikipedia, berdasarkan legenda, kue apem dibawa Ki Ageng Gribig yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya kembali dari perjalanannya dari tanah suci. Ia membawa oleh-oleh 3 buah makanan dari sana. Namun karena terlalu sedikit, kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya. Setelah jadi, kue-kue ini kemudian disebarkan kepada penduduk setempat. Pada penduduk yang berebutan mendapatkannya Ki Ageng Gribig meneriakkan kata "yaqowiyu" yang artinya "Tuhan berilah kekuatan."

Pada saat itu, dikabarkan bahwa dahulu penduduk desa Jatinom, Klaten mengalami kelaparan yang sangat parah. Melihat hal tersebut, Ki Ageng Gribig kemudian membuat kue apem dan membagikannya kepada penduduk desa.

Namun, beberapa sumber menyebutkan bahwa kue apem yang diklaim sebagai kue tradisional Pulau Jawa itu sebenarnya berasal dari India. Di India sendiri, kue ini disebut "Appam", hampir mirip penyebutannya di Indonesia.

Terlepas dari asal usulnya, makanan ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yakni berasal dari saduran bahasa arab "affan" yang bermakna ampunan. Tujuannya adalah agar masyarakat juga terdorong selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Lambat laun kebiasaan 'membagi-bagikan' kue apem ini berlanjut pada acara-acara selamatan menjelang Ramadan.

Peristiwa itu pun kemudian menjadi sebuah tradisi dan juga budaya yang dilestarikan oleh masyarakat. Maka dari itu, kue apem kerap menjadi hidangan wajib saat acara syukuran berlangsung, termasuk menjadi suguhan khas lebaran.

Resep Warisan Keluarga

Saat lebaran tiba, hampir dipastikan semua rumah tangga, termasuk keluarga besar saya,  menyediakan berbagai jenis kue dengan bermacam-macam rasa di rumahnya.  Selain untuk dimakan para anggota keluarganya, juga untuk persiapan hidangan apabila ada tamu yang datang. Dari sekian banyak macam kue yang tersedia, kue apem menjadi kue favoritku.

Sejak saya kecil belum sekolah, hingga saat ini sudah berkeluarga dan memiliki anak, kue apem ini selalu tersedia di rumah orang tua saya saat lebaran.  Rasa manis, legit dan harum dan sedikit aroma gosongnya, belum pernah saya temukan di luar musim lebaran. Meskipun saat ini banyak tersedia jajanan pasar di beberapa toko kue maupun di pasar, namun aroma rasanya belum ada yang bisa menandingi dengan apem buatan keluarga besarku.

Saat saya masih kecil dahulu, kue apem yang tersedia di rumah ternyata  hasil buatan nenek.  Saat nenek masih hidup, kue apem dibuat oleh nenek dalam jumlah yang banyak. Kemudian hasilnya dibagikan kepada  seluruh anaknya. Saya sebagai cucu saat itu, juga ikut merasakannya. Konon, menurut adat Jawa, apabila sebuah keluarga besar masih memiliki orang tua, maka semua anaknya tidak diperbolehkan membuat kue apem sendiri.

Perlu diketahui bahwa kue apem yang saya makan saat itu, merupakan kue lebaran pertama kali yang pernah saya kenal. Mengingat aroma rasanya yang khas, sehingga selalu bikin ketagihan. Maka tidak mengherankan setiap kali mudik lebaran, kue apem ini yang pertama saya bidik saat sampai di rumah orang tua.

Setelah nenek meninggal dunia, apem dibuat oleh anaknya nenek yang perempuan paling tua. Saya lebih kenal dengan sebutan Mbok Dhe. Sampai sekarang apem yang sampai di rumah itu hasil buatan Mbok Dhe yang dibagikan kepada adik-adik dan anaknya.

Penasaran dengan aromanya yang khas, saya bisik-bisik ke istri untuk menanyakan resep pembuatan apem ala Mbok Dhe. Berikut ini yang bisa saya rangkum dari hasil bisikan istri.

Bahan  yang dibutuhkan untuk penyajian 20 kue apem:

  1. Santan segar 750 ml
  2. Daun pandan, 1 lembar
  3. Garam 1/2 sendok teh
  4. Tape singkong masak 200 gram
  5. Gula pasir 150 gram
  6. Tepung beras 500 gram
  7. Tepung terigu 100 gram
  8. Ragi instan 1 bungkus

Setelah semua bahan tersebut diatas sudah tersedia, kita menginjak cara membuat kue apem:

  1. Santan bersama daun pandan dimasak dengan api kecil hingga mendidih.
  2. Setelah mendidih, wadah diangkat dan diamkan hingga hangat, ambil daun pandannya.
  3. Tape singkong diremas-remas hingga halus benar, bila ada seratnya dibuang.
  4. Tape yang sudah halus diaduk bersama tepung terigu, tepung beras dan ragi instan hingga rata.
  5. Adonan nomor 4 dituangi santan hangat, lalu aduk hingga licin dan rata.
  6. Adonan dalam wadah disaring, lalu tutup wadah dengan serbet dan diamkan selama 1 jam hingga berbuih halus.
  7. Panaskan wajan kecil dari tanah liat, lalu olesi dengan minyak sayur tipis-tipis.
  8. Sebelum dituangkan  ke wajan tanah liat, adonan diaduk rata. Tuangkan setiap 1 sendok makan adonan kedalam wajan.
  9. Setelah matang, apem diangkat.
  10. Lakukan langkah sama dengan nomor 8,  sampai  adonan habis.

Cara pembuatan kue apem seperti tersebut diatas, sudah dilakukan oleh nenek yang kemudian diturunkan resepnya kepada Mbok Dhe. Resep kue apem warisan keluarga ini semoga tetap lestari, sehingga kue yang aeoma rasanya khas ini tetap bisa dinikmati seluruh keluarga besar, sampai turun temurun ke anak cucu dan seterusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun