Di dalam buku itu banyak sekali pantun dan peribahasa. Kayaknya peribahasa berasal dari sana kali ya
Ternyata kesewenang-wenangan keluarga pejabat sudah ada sejak dulu. Slogan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas, ada benarnya juga. Tutup mata dari kebenaran demi keluarga itu nyata gaes
Satu lagi yang hampir terlupa, gangguan mental karena cinta, baik cinta dengan pujaan hati atau pun keluarga mampu membunuh seseorang sudah ada sejak dulu. Kerinduan dan tekanan membuat orang sakit tanpa bisa diobati. Itulah yang dialami ibu Halimah dan Bapak Midun. Mereka berdua pada akhirnya terjatuh tidak berdaya karena kehilangan yang tidak mampu diatasi. Jangan anggap remeh mental health ya...
Meski sulit menemukan orang seperti Midun yang tulus dan tidak pernah berusaha menjatuhkan orang yang mencuranginya, tetap percaya bahwa ketulusan itu penting. Tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan yang sama. Pembalasan itu bukan hak kita, tetapi hak Tuhan sang sumber kuasa. Biarkan DIA yang melakukannya untuk kita.Â
Pelajaran terakhir yang aku dapat dari buku ini, hargai perbedaan! Pertolongan tidak selalu datang dari saudara sedaerah, bisa jadi orang beda budaya dan adab yang akan membantumu. Midun dihancurkan Kacak yang dari kecil tumbuh bersamanya, tapi ditolong pak Karto, Sumarto (orang Jawa), Turigi (orang Bugis) orang jauh yang tidak dikenalnya dan orang Belanda yang tahu berterima kasih karena anaknya ditolong Midun.
Jangan menganggap rendah orang lain, karena mungkin dialah yang akan menjadi penolongmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H