"Lo, hutang penjelasan kepada kita!" todong Mega langsung pada poinnya.
   "Tentang?" Tanya Andara dengan dahi berkerut. Mega berkacak pinggang dengan mata melotot. Bukannya takut, Andara malah ingin tertawa, tapi ditahannya agar tidak keluar.
  "Enggak usah pura-pura bego! Tampangmu enggak pantas jadi pemain sinetron!" bisik Danasti tepat di telinganya. Gadis berkulit putih itu memeluk pundaknya, sambil menggoyangnya lembut. Mega ikut bergabung, dan memeluk tubuh mungil Andara. Â
   "Kami ada untukmu, Ra! Jangan simpan sendiri masalahmu," bisiknya menguatkan. Andara terdiam, tenggorokannya tercekat. Perhatian kedua sahabatnya membuatnya terharu. Dalam hati dia bersyukur memiliki dua sahabat yang perhatian, tetapi masalah ini terlalu memalukan untuk dibahas bersama mereka. Andara berkeras hati, tetap menyimpannya sendiri.
  "E, ada apa ini? Aku gapapa, aku baik-baik saja," katanya berbohong. Pelukan Danasti dan Mega terlepas.
   "Ra..."
   "Please, aku harus pulang sekarang. Di rumah ada bli Devandra, aku harus menemaninya," potongnya cepat.
   "Bli Devandra? Jadi, Lo gelisah hanya karena cowok Bali itu sedang di sini? Anjir, kirain Lo..." Mega langsung nyolot. Andara merespons dengan pura-pura tertawa lepas. Danasti tersenyum samar, apa yang dilihatnya tidak sama dengan yang dirasakannya. Andara menyimpan sesuatu dari mereka, dan dia menyadari tidak berhak memaksa.
   "Syukur kalau begitu, kita pulang yuk! Kasihan Bli Devandra sendirian!" putus Danasti bijak, yang langsung disetujui kedua sahabatnya. Untung ada Bli Devandra yang bisa dijadikan alasan, tanpa harus berbohong lagi. Andara merasa sangat lega, terlepas dari kekepoan sahabat-sahabatnya.
   Namun, apakah seseorang yang akan ditemuinya di depan pintu kelas, akan mudah dihindari juga?
(Bersambung)