"Secara struktur penyusun tubuhnya, tumbuhan lumut termasuk kelompok Thalopyta karena belum memiliki pembuluh angkut atau xilem dan floem. Sedang tumbuhan paku, sudah memiliki xilem dan floem, yang ada di akar, batang, dan daun. Tumbuhan lumut mempunyai spora yang homogen, sedang tumbuhan paku mempunyai dua macam spora yaitu mikrospora dan makrospora," jawab Andara mantap. Bu Dewi tersenyum lepas, kepalanya mengangguk setuju. Seketika kelas riuh, tepuk tangan membahana secara otomatis melihat reaksi Bu Dewi sangat mendengar jawaban tegas Andara.
   Mega dan Danasti yang sejak awal Andara maju ke depan terlihat tegang, menghela napas lega. Â
   "Andara memang keren, boleh dong jadi pacar aku!" celetuk Anton lucu. Celotehan cowok berambut ikal yang menjadi musuh Mega itu, disambung gelak tawa teman-temannya.
   "Mimpi aja, Lo!" balas Mega sengit. Bukannya marah Anton malah tergelak, senang pancingannya ditangkap Mega.
   "Ada yang cemburu, Ton! Sudah jadikan saja!" teriak Soni sang ketua kelas, mendukung Anton.
"Kayaknya habis ini, bakal ada yang jadian!" timpal Kefas memperparah keadaan. Kelas menjadi sedikit tidak terkendali, suara suit-suit gerombolan anak laki-laki yang duduk di pojok membuat Mega makin emosi. Belum lagi, bisik-bisik anak perempuan yang biasa nyinyir mengomentari sikapnya. Mega sudah mau membantah, tetapi tertahan oleh perintah Bu Dewi dengan suara tegasnya.
   "Sudah, acara lamarannya dilanjut nanti. Sekarang kita kembali ke materi. Andara, Kamu bisa kembali duduk. Terima kasih" Andara mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya diiringi tatapan bangga Danasti.
Sementara Mega, masih menantang Anton dengan tatapan mematikan. Anton menyeringai senang.
   Bu Dewi segera mengambil alih kendali. Kelas kembali senyap, hanya terdengar suara guru muda berkarisma itu yang menjelaskan ulang, dengan menggunakan tabel yang dibuat Andara. Cara mengajar yang menyenangkan, dan sosok guru cantik di depan kelas dengan mudah membuat anak-anak kembali fokus. Hanya bunyi bel akhir pelajaran yang berhasil mengalihkan perhatian mereka. Sorak kemerdekaan bergema. Bu Dewi hanya , menanggapi suka cita mereka, dengan tawa tanpa suara.
   "Oke, bel tanda kebebasan sudah berbunyi. Kita akhiri pelajaran hari ini, jangan lupa beberapa istilah yang sudah saya garis bawahi, harus, wajib, kudu kalian pahami. Itu konsep dasarnya. Ketua kelas, silakan pimpin doa!"
   "Siap, Bu!" Soni berdiri, langsung diikuti teman-temannya yang sudah tidak sabar. Cowok berkacamata itu memimpin doa dengan hikmat. Begitu Soni bilang amin, serempak anak-anak mengucapkan salam. Bu Dewi membalas dengan senyum ramah, lalu meninggalkan ruang kelas yang kembali riuh.
   "Dara, tunggu! Jangan pergi dulu!" Danasti menahan Andara, sebelum gadis itu meninggalkan tempat duduknya. Andara diam di tempat, berpikir cepat alasan apa yang bisa dipakainya untuk menghindari kedua sahabatnya. Mereka pasti ingin alasannya kabur dari kantin tadi. Tentunya mereka tidak mau kecolongan lagi.
   "Hei, ada apa?" tanyanya sok santai, sementara otaknya terus berpikir mencari cara terbebas dari Danasti dan Mega, yang sekarang sudah berdiri di dekatnya.