Kali ini Andara tidak ingin menanggapi, pikirannya sendiri penuh dengan tanda tanya hilangnya Abimanyu. Cowok itu berhasil menguras habis energinya, membuatnya kehilangan kebahagiaannya hari ini.
"Ra!" Panggilan Mega membuat Andara gelagapan. Dahi gadis metropolitan itu mengernyit.
"Lo sakit?" tanyanya kuatir. Dengan sigap, Mega pindah tempat duduk, lalu heboh menyentuh dahi Andara dengan punggung tangannya.
"Aku enggak apa-apa," sahut Andara lirih.
"Lalu kenapa bakso itu dibiarkan dingin? Lo, lagi ada masalah?" kejar Mega. Sejenak gadis itu mengabaikan kebosanan yang sempat mendera hatinya, lupakan tentang makanan. Bukankah hidup tidak hanya dari roti saja? Saat ini, Andara lebih membutuhkan perhatiannya.
Mega menatap Andara serius, dengan netranya dia mencoba memastikan kalau sahabatnya baik-baik saja. Andara balas menatapnya. Wajah yang semula datar, perlahan dihiasi senyuman. Mega tidak bodoh, dari ekspresi wajah Andara saja, dia bisa menebak sahabatnya sengaja menutupi sesuatu dengan senyum itu. Sejak mengenal gadis itu beberapa bulan lalu, Mega sangat tahu karakternya. Gadis berwajah oval itu, terlalu lugas, apa adanya, tidak munafik, dan jujur. Itu alasannya memutuskan menempel dengan Andara, dan Danasti yang ceplas-ceplos seperti dirinya.
"Hai, kok pada diam. Ada apa? Bakso enggak dimakan, Ra? Makanan Lo mana?" cerocos Danasti yang baru sampai dengan sepiring siomai dan jus jeruk. Gadis berambut panjang yang dibiarkan terurai itu duduk, tanpa mengalihkan pandangan dari kedua sahabatnya. Mega mengangkat bahu, lalu menghela napas panjang. Kening Danasti mengernyit, bingung dengan sikap mereka. Â Â Â
"Aku ke kelas dulu, ya!" Tiba-tiba Andara berdiri, melempar senyum kecil, mengambil gawai yang tergeletak di samping mangkok baksonya, lalu bergerak meninggalkan meja mereka.
"Tunggu, Ra!" Mega berteriak memanggil. Andara tidak bergeming, malah mempercepat langkahnya. Mega bergegas menyeruput minumannya, Danasti bengong tidak mengerti.
"Ada apa, sih?" tanyanya minta penjelasan.
"Gue juga enggak tahu. Buru, lama amat!" Seperti tersadar dari lamunan, refleks Danasti berdiri. Tanpa mengindahkan makanan yang diperolehnya dengan penuh perjuangan, Danasti mengejar Mega yang sudah lebih dulu menyusul Andara.