"Banci! Pantas ditolak!" teriakan Bram meluruhkan kesabaran Abimanyu. Cowok itu berbalik, siap menghadapi Bram yang tertawa bahagia bersama teman-temannya, termasuk Aswin. Langkah Abimanyu tertahan, pak Iyong sang pelatih berjalan ke arah mereka.
Â
   "Bro, Jangan terpancing! Kayak bukan Gading saja, dia sengaja mencari gara-gara!" bisikan Petra menyadarkan Abimanyu.
    Benar kata Petra, dia tidak boleh terpancing omongan cowok sok hebat seperti Bram. Si biang kerok, yang merasa hebat dengan sabuk ungu karatenya. Abimanyu tersenyum kecil, menyadari kebodohan yang hampir dilakukannya. 'Kayak bukan Gading saja' kalimat sederhana itu menggelitik hatinya. Memangnya Gading seperti apa? Sok tahu Petra! Tidak banyak orang yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Orang hanya tahu apa yang terlihat oleh mata, bukan yang ada di dalam hati.
   Sayangnya, kesadaran Abimanyu tidak bertahan lama. Abimanyu tidak bisa fokus, pikiran melayang ke Andara yang harus bergumul dengan perundungan yang dilakukan beberapa teman di media sosial gadis itu. Abimanyu tahu, gadis manis yang membuatnya jatuh cinta itu tidak menanggapi serangan teman-temannya. Andara juga terkesan membiarkan perundungnya bahagia dengan membiarkan tulisan-tulisan tidak mendasar itu. Andara tidak menghapus apa pun yang ada di sana.
   Gadis itu memang spesial. Abimanyu salut cara Andara mengatasi masalahnya, gadis itu sama sekali tidak terlihat gusar. Kecerdasan emosinya terbaca jelas dari sikapnya menanggapi pesan-pesan yang sempat dibahas sahabatnya di perpustakaan. Senyum selalu mengembang di bibir tipisnya, bahkan ketika sahabatnya ngambek. Hanya hari itu saja, Abimanyu melihat Andara marah, waktu dia menyatakan perasaannya. Jam istirahat terakhir tadi, mereka sempat bertemu tidak jauh dari kelas Andara. Gadis itu membalas senyum yang dilemparkannya. Andara terlihat biasa, tidak ada kecanggungan seperti dalam cerita-cerita tentang cinta ditolak. Andara tidak berusaha menghindarinya, semua berjalan wajar.
    Abimanyu yang bersikap tidak wajar. Pikirannya dipenuhi tentang Andara, sampai sengaja lewat di depan kelas gadis itu untuk memastikan. Seharusnya Abimanyu bisa tenang, Andara baik-baik saja. Nyatanya dia menjadi aneh, omongan Bram membakar amarahnya. Arahan pelatih di awal sesi latihan sama sekali tidak masuk ke dalam otak cerdasnya, permainannya menjadi kacau, yang membuahkan teguran keras dari sang pelatih. Abimanyu tidak tersinggung, dia mengakui kesalahannya, tidak bermain dengan baik.
    Pelatih berusia dua puluh lima tahun itu memberikan sanksi untuk kesalahanya dengan membereskan bola-bola yang mereka pakai tadi. Abimanyu menerimanya tanpa protes. Bram tersenyum sinis, merasa menang. Begitu pak Iyong membubarkan latihan, Bram meninggalkan barisan dengan tertawa lebar. Beberapa teman yang dekat dengan cowok perlente itu, mengikuti dengan berbisik. Abimanyu tidak tertarik menanggapi tawa kemenangan mereka. Boim dan Petra merangkul Abimanyu.
Â
    "I am sorry, Ding. Because of my question, made you uncomfortable throughout today's practice," sesal Boim. Abimanyu tersenyum tipis.
    "It's okey, i am fine!" katanya meyakinkan kedua sahabatnya.
    "I believe, you can solve this!" Petra ikut menimpali dengan memberikan dukungan.
   "Sorry, aku tinggal dulu kejar coach dulu! Keburu pergi!" Abimanyu pamit kepada keduanya.
   "Oke, biar bola kami yang membereskan!"
   "Enggak usah, entar aku beresin. Itu tugasku! Please, biar aku saja!" pinta Abimanyu sebelum menghampiri pelatihnya yang mulai meninggalkan lapangan.