Andara menatap pemuda tampan yang berdiri di depannya dengan dahi berkerut. Apa tadi katanya? Jatuh cinta? Konyol, tidak mungkin! Seorang Abimanyu Gading Bawana, yang terkenal seantero SMA Bakti Wacana, jatuh cinta padanya? Mustahil! Big No.!
Tidak ada satu alasan pun, yang bisa membenarkan perasaan konyol itu, sama sekali tidak ada!
   Andara menatap lekat pemuda itu, mencoba mencari kebohongan di wajah tampan yang menatapnya lembut. 'Sial!' Gadis itu mengumpat dalam hati. Ekspresi Abimanyu terlalu polos, dia tidak menemukan apa yang dicari. Senyum manis masih mengembang di bibir cowok idaman gadis-gadis di sekolah. Kissable, begitu kata beberapa teman ceweknya. Cute, tipis dan kemerahan, pasti manis kalau dicium. Otak Andara auto terbang ke percakapan absurb teman-temannya tentang Abimanyu, si jago mapel eksakta sekaligus jago basket. Si sempurna menurut Mega, sahabatnya yang tergila-gila dengan oppa-oppa Korea.
   "Lihat deh Ra, bibirnya cute banget kayak bibir Minhyun. Nggak kebayang rasanya kalau bibir seksi itu nyium gue!" bisiknya lirih, sambil melirik Abimanyu yang saat itu sedang asyik menikmati es teh manisnya. Tampang Mega mupeng banget, Andara geli melihatnya.
   "Minhyun siapa?" bisik Andara tak kalah lirih. Otomatis mata belok Mega menatapnya jengkel.
   "Anjir, Lo itu cewek apaan sih, mosok gak tahu Minhyun?" teriaknya sewot. Andara malah tergelak. Tindakan yang mengundang banyak pasang mata beralih ke arah mereka, termasuk mata elang cowok yang mereka bicarakan.
  "Memang penting ya, tahu oppa-oppa cantikmu itu? Geli gue!" ejeknya ikut memakai logat Betawi Mega. Sahabatnya yang super cantik itu memang berasal dari kota Metropolitan. Gadis itu terpaksa pindah ikut nenek di kota kecil itu, karena tidak mau ikut tugas orangtuanya ke luar negeri. Katanya capek, pindah-pindah muluk. Padahal kan asyik pindah-pindah, banyak pengalaman.
   "Sumpah, mata elangnya bikin gue gila!" Danasti yang dari tadi sibuk menyantap bakso tenisnya ikut mengumpat lirih. Sendok yang tidak bersalah, diempaskan kasar. Meja mereka sedikit bergetar. Tanpa aba-aba, tangan Danasti menyambar es jeruk favoritnya. Lalu berpura-pura tenang, sementara matanya mengintip malu-malu ke arah Abimanyu. Mau tidak mau, Andara ikut menengok.
   "Please Ra, jangan lihat! Oppa ganteng lihatin kita!" larang Mega sambil menyentuh tangan Andara. Dasar Andara, gadis itu malah menatap cowok idaman teman-temannya yang duduk dua meja dari tempat mereka. Sekilas Andara melihat Abimanyu tersenyum, lalu mengangguk sopan.
   "Doi senyum, Ra, Lo lihat? Manis kan?" Andara gagal paham dengan celotehan sahabatnya. Tidak ada yang salah dengan senyum itu. Semua orang juga tahu, kalau wajah tersenyum itu selalu manis. Kalau muka marah, baru asem.
   My God, wajah senyum itu sekarang ada didepannya. Sejenak fokus Andara beralih ke bibir tipis Abimanyu. Betul kata Mega, bibir itu tipis kemerahan. Dia enggak pakai lipstik, kan? Batinnya bertanya. Asli, bibir itu memang... Eh, kenapa? Andara menggeleng kasar. Kenapa jadi mikir bibir yang sedang tersenyum itu?
   Andara melihat kepala Abimanyu sedikit miring. Mata elangnya masih memindai dirinya tanpa berkedip. Bukan tatapan tajam yang biasa membuat gadis-gadis berteriak histeris, melainkan mata teduh yang menyejukkan. Senyum manis juga masih menghiasi wajah sempurnanya. Abimanyu masih sabar menunggu, tetap dengan sikapnya yang tenang. Ini enggak benar! Konyol, dia hanya mau main-main. Aku enggak boleh terjebak. Ini pasti jebakan! Bantah Andara masih dalam hati. Gadis itu kembali menggeleng, kali ini lebih pelan. Mencoba mengusir pikiran yang mengusik hatinya.