Begitu juga dalam ibadah. Bisa jadi ketika kita rajin ke masjid benih kesombongan itu muncul dengan begitu halus. Kita merasa kasihan dalam hati kepada mereka yang masih asyik nongkrong saat azan berkumandang. Merasa lebih baik dari mereka. Bahkan bisa jadi mendoakan mereka agar bisa serajin kita dalam beribadah.
Tapi lambat laun jika ibadah itu konsisten dilakukan bukan tidak mungkin ia akan merasa kurang. Tak cukup rasanya hanya dengan beribadah di masjid. Ia merasa kecil di tengah luas dan tak terbatasnya karunia Sang Pencipta. Tidak ada yang pantas disombongkan. Tidak ada yang patut dibanggakan.
Maka saya menyarankan teruslah beribadah, perbaiki kuantitasnya dulu, perbanyak frekuensinya. Baru kemudian tingkatkan kualitas dan jika Allah meridhoi kita akan sampai pada derajat kulminasi ibadah yakni keikhlasan, ketulusan, dan ketidak-pamrihan. Semuanya butuh proses panjang yang tidak mudah. Dinamika pasti akan selalu ada. Semakin tinggi derajat kita semakin ciamik pula dinamika yang menerpa. Yang terpenting jangan berhenti beribadah utamanya ibadah fardhu(wajib).
Hey, kekhawatiran menjadi sombong bisa jadi adalah kesombongan itu sendiri. Tidak mau dikatakan sombong karena rajin ke masjid justru adalah kesombongan yang lebih merugikan. Wallahu a’lam.
Jogjakarta, 08 Februari 2017
10:40 WIB
Bang Izzu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H