Suatu ketika seorang anak dibelikan pulpen baru oleh sang ayah. Kebetulan mereka keluarga berada. Jangankan pulpen, mobil saja pun sanggup sang ayah berikan. Tapi pulpen itu bukan pulpen sembarangan. Pulpen itu ajaib. Tinta yang keluar dari dalam pulpen beraneka warna sesuai dengan tulisan apa yang digoreskan di atas kertas. Kala menulis surat cinta tinta yang keluar berwarna pink. Saat surat untuk sahabat yang digores tinta warna biru yang keluar.
Uniknya sang anak tidak menyombongkan diri lantaran punya pulpen anti mainstreamtersebut. Suatu ketika sang ayah berkata “Aku bangga padamu nak, aku membelikanmu pulpen itu dari uang yang sudah ku tabung bertahun-tahun. Aku Cuma punya satu tujuan membelikannya untukmu. Melatihmu agar tidak menjadi sombong dengan apa yang kamu miliki”
Sayang bulan madu rasa bangga dari sang ayah ke sang anak tak bertahan lama. Pasca kejadian itu sang ayah dibuat sering marah lantaran si anak enggan ke rumah ibadah. Kalau sekali dua kali sang ayah masih bisa mengelus dada. Namun tidak jika sudah 17 kali lebih.
“Maumu apa?” tanya sang ayah suatu ketika
“Maaf ayah, aku belum bisa mengikutimu ke rumah ibadah karena ragu akan satu hal”
“Ragu apa? Kamu ragu pada kebenaran agama kita?”
“Untuk pulpen aku bisa ayah”
“Bisa apa?”
“Mengatasi rasa sombong. Tapi aku belum yakin apakah setelah pergi ke rumah ibadah aku bisa menguasai rasa sombong atau tidak.”
“Hah? Sombong apa?”
“Sombong karena aku merasa lebih baik dari mereka yang tak beribadah”