Tahun 2017 diawali dengan kenaikan beberapa komoditi diantaranya listrik, BBM bersubsidi, STNK dan BPKB, hingga kenaikan harga cabai yang mencapai Rp. 100.000 lebih. Di Mataram sendiri harga cabai sudah mencapai angka Rp. 120.000/kg dari harga normal yang berkisar 30-70 ribuan.
Untuk listrik sendiri sebenarnya tidak ada kenaikan tarif, hanya saja untuk pengguna 900VA subsidinya dikurangi. Pemerintah mengklaim subsidi listrik tersebut banyak yang salah sasaran. Dan jangan khawatir, perlahan namun pasti pemerintah akan terus mengurangi subsidi pengguna daya 900VA hingga tarifnya sama dengan tarif listrik non subsidi.
Menurut sumber dari PLN kenaikan tarif akan dilakukan setiap dua bulan sekali yakni per 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, dan 1 Mei 2017. Pada 1 Januari 2017 pelanggan daya 900 VA mengalami kenaikan dari Rp. 605/kWh menjadi Rp. 791/kWh. Lalu Rp.1.034 per 1 Maret 2017 dan Rp.1.352/kWh mulai 1 Mei 2017. Luar biasa bukan? Hehe.
Nah, apakah kebijakan yang diambil pemerintah ini tepat atau tidak? Publik pun menanggapinya beragam. Ada yang protes, pun juga ada yang diam saja karena tahu nggak ada gunanya protes. Apalagi sekarang sudah ada Badan Siber Nasional. Bisa-bisa nanti protes yang kita layangkan malah dipelintir menjadi ujaran kebencian yang patut dipidana.
Sayangnya banyak masyarakat yang menyalahkan pemerintah lantaran kenaikan berbagai komoditi tersebut. Kasihan Pak Jokowi, tapi ya memang begitulah takdir kita, Pak Jokowi. Sebagai lelaki Njenengantentu sudah mafhum bahwa laki-laki selalu salah. Apalagi yang menyalahkan Njenengansekarang adalah ibu-ibu yang menjerit lantaran cabe rawit makin mahal dari pada cabe-cabean.
Saya juga sebenarnya sempat menjerit. Bagaimana tidak? kenaikan harga yang berjama’ah itu bukan tidak mungkin memancing inflasi. Nasib kami sebagai anak rantau-kos-kosan dipertaruhkan. Bagaimana jika biaya hidup di tanah rantau membengkak? Ah kalau terus berfikir seperti itu bisa-bisa saya prustasi (maaf, maksudnya frustasi) dan memilih jadi TKI di Arab Saudi dan saya tidak menginginkan itu. Makanya saya ganti cara melihat permasalahan ini. Biar nggak stres.
Menurut hemat saya ada beberapa keunggulan yang patut kita renungi dari kenaikan berbagai harga hari ini, khususnya bagi anak kos.
Bukan menghemat, tapi meningkatkan
Banyak orang yang menyarankan untuk menerapkan hidup hemat dalam menyikapi kenaikan harga cabai, BBM, dan lain-lain. Ini tidak salah, hanya saja hemat yang terus dipikirkan dan diperhitungkan tidak jarang membuat kita menjadi sosok perhitungan yang berlebihan. Hemat bukanlah tidak mengeluarkan uang atau menyedikitkan pengeluaran. Hemat adalah mengeluarkan uang untuk kebutuhan-kebutuhan utama. Silahkan berprilaku hemat namun jangan terlalu fokus pada itu saja.
Ketika kita sudah berhasil menerapkan pola hidup hemat kenapa kita tidak berfikir untuk mencari pola guna meningkatkan pendapatan? Harga BBM naik maka pendapatan pun harus naik, listrik naik pemasukan untuk membeli listrik pun kudu naik, wa ma asybaha dzalik.Pertanyaannya sekarang ; “bagaimana caranya?”. Itu tugas Anda untuk memikirkannya. Saya Cuma ngasih tips.
Sikapi dengan positif
Tak selamanya kenaikan harga-harga menyebabkan makin meningginya angka kemiskinan. Itu tergantung bagaimana sikap pemerintah dan masyarakat dalam menghadapinya. Zaman SBY dulu kenaikan harga biasanya dibarengi dengan pemberian BLT(Bantuan Langsung Tunai). Orang-orang pada ngantri di kantor pos untuk mendapatkan BLT. Wajah sumringah merekah cerah. Tak henti mereka memuja-muji SBY sebagai presiden terbaik yang pernah ada.
SBY terbenam Jokowi pun terbit. BLT dihapus, rakyat menjerit dan memaki presiden baru. Tapi Jokowi yakin BLT bukannya membantu tapi malah mendidik masyarakat untuk mengharapkan bantuan. Mungkin itu juga alasan kenapa Jokowi mencabut banyak subsidi-subsidi yang ada di zaman Pak Beye. Jokowi lebih senang membangun infrastruktur agar masyarakat lebih mudah dalam mencari rezeki.
Saya husnuzon saja, kenaikan ini adalah tantangan dari Pak Jokowi agar warganya kian giat bekerja. Sesuai semboyan kabinet beliau, KERJA! KERJA! KERJA!!! Kenaikan harga insya Allah berbanding dengan peningkatan daya beli. Semoga saja apa yang saya husnuzon-i ini memang benar adanya dan menjadi kenyataan.
Ujian kesabaran
Sebuah meme yang menyentil kebijakan Jokowi beredar, meme tersebut menuturkan bahwa setelah kenaikan tarif listrik, BBM non subsidi, dan Cabai, masyarakat nggak perlu khawatir karena pemerintah akan segera me-launching KIS (Kartu Indonesia Sabar).
Itu kuncinya, SABAR. Ketika berbagai harga meningkat kita punya dua pilihan ; bersabar atau mengeluh. Tentu pilihan pertama amat mulia, lantas apakah mengeluh tidak boleh? Pasalnya banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan kenaikan harga-harga tersebut? Saya rasa sebagai ekspresi kekecewaan ya sangat amat manusiawi jika keluhan itu ada, namun alangkah baiknya jika kita jangan terlalu asyik dengan mengeluh hingga lupa bagaimana cara hidup bahagia dalam berbagai kondisi dan situasi.
Sabar bukan berarti diam. Sabar tak identik dengan pasif. Namun sabar adalah sebuah pilihan hati. Ketika kita bisa menjadikan momentum kenaikan harga-harga tersebut sebagai awal langkah dalam meningkatkan kapasitas diri terutama dalam bidang ekonomi, bukan tidak mungkin Indonesia akan makin perkasa dan berdikari di kemudian hari. Mari mulai membangun negara dengan membangun mental tangguh dalam diri kita masing-masing.
Isykarima!! Hiduplah dengan Mulia!!
Lombok, 11 Januari 2017
11:04 WIB
Muhammad Izzuddin
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI