Tak terasa langkah kita telah sampai di penghujung 2016. Rasanya baru kemarin pesta kembang api menyinari langit kota, tiupan terompet di mana-mana, pun nyinyiran yang mengecam dua produk budaya tersebut menggema. Sebentar lagi beranda sosmed kita pasti dipenuhi oleh perdebatan yang “itu lagi itu lagi”. Mengucapkan selamat natal haram, merayakan tahun baru dilarang, dan meniup terompet itu perbuatan tercela. Kan kasihan bapak-bapak yang mencari rezeki dengan terompet sederhana yang mereka jual jika semua orang terpengaruh dengan nyinyiran semacam itu.
2017 sebentar lagi tiba. Mari tutup 2016 dengan penuh senyuman akan kenangan tak terlupakan dan sambut 2017 dengan semangat dan antusias. Paling tidak ini yang dirasakan insan media dan insan politik. Februari mendatang pilkada serentak akan berlangsung tak terkecuali di ibu kota kita tercinta, DKI Jakarta. Atmosfer politik Jakarta yang tercipta (atau diciptakan) menjadi magnet yang menarik tak hanya untuk warga ibu kota saja, tapi seluruh Indonesia. Banyak sekali pihak yang berkecimpung dan bermain peran di sana. Dinamika mengemuka menjadi tontonan lebih mengasyikkan dari pada sinetron anak jalanan.
Tapi sebentar dulu, apakah Anda sudah menentukan pilihan? Kalau belum tentukanlah dari sekarang. Jangan sampai golput. Sungguh andai si Golput bisa bernyanyi ia pasti bersenandung laiknya Iwan Fals “Aku bukan pilihan”.
Bagi Anda yang masih bingung tak ada salahnya untuk lihat-lihat dulu semua pasangan calon yang menawarkan diri dan menjajakan visi misi mereka untuk Jakarta lebih baik. Anda bisa searchvisi misi mereka di Google atau menyaksikan debat demi debat yang diselenggarakan oleh stasiun TV swasta nasional ataupun yang nanti resmi diselenggarakan KPU. Eh, sebentar. Nomor urut 1 nggakpernah datang debat ding.Kira-kira kenapa ya?
Berikut beberapa kemungkinan mengapa mas AHY yang ganteng dan pasangannya itu belum mau datang ke acara debat.
AHY : “Saya bersama rakyat”
Sewaktu debat berlangsung AHY lebih memilih blusukan dan bertemu dengan calon pemilihnya. Bagi saya hal ini mengindikasikan dua hal ; a) AHY sadar ia belum berada di zona aman untuk menang makanya terus blusukan dengan intens, b) Rakyat lebih penting dari perdebatan di stasiun TV.
Indikasi pertama saya rasa cukup masuk akal, tapi indikasi kedua justru saya pikir blunder bagi AHY. Lah kok gitu? Sudah sepantasnya dan sewajarnya AHY berkaca pada bapaknya, SBY, dalam berpolitik. 2004 dan 2009 lalu saat mencalonkan diri sebagai calon pemimpin negeri ini SBY datang kok ke arena perdebatan dengan gagah berani dan berwibawa. Apakah yang dilakukan SBY itu menandakan bahwa SBY lebih mementingkan debat di stasiun TV daripada rakyat? Tentu beliau akan marah sampai lebaran kuda dengan statementsemacam ini.
Menguatkan citra islam
Ini adalah asumsi pribadi. Jika mengkomparasikan ketiga kandidat dari segmen pemilih yang menentukan pilihan beradasarkan agama tentu mas AHY yang paling aman. Kandidat nomor urut 2, koh Ahok, kita tahu sendiri kasus yang membelit beliau seperti apa. Bahkan gara-gara koh Ahok umat Islam sampai menyemut di Jakarta dalam Aksi Damai 212 beberapa waktu lalu. Kandidat nomor urut 3, mas Anies, beliau memang muslim namun beberapa waktu lalu isu yang menyatakan bahwa beliau orang syi’ah sempat menghangat kembali.
Nah, dalam pandangan sebagian kawan-kawan muslim debat adalah pekerjaan yang tidak baik. Meski muslim yang mengatakan demikian justru meng-elu-elukan Zakir Naik yang notabene seorang debater juga. Mas AHY sepertinya hendak mencuri hati dan pandangan orang-orang Islam yang berpikiran seperti itu. Makanya beliau nggakdatang debat.
Atau bisa juga lantaran stasiun TV yang mengadakan debat itu adalah stasiun yang bikin sensi beberapa orang Islam. Sudah jadi rahasia umum Habib Rizieq dan csnya ingin memboikot KOMPAS dan Metro TV yang dituduh sebagai stasiun TV liberal dan penebar fitnah. Mungkin untuk menunjukkan bahwa dirinya ada di pihak IslamAHY pun memutuskan tidak adatang.
Tidak siap berdebat
Ini alasan yang paling banyak mengisi pikiran orang-orang. Jika menilik pengalaman Agus memang tidak ada apa-apanya dibanding Ahok dan Anies. Sebagai petahana Ahok tentu Pede dalam berdebat. Beliau menguasai data yang ada dan program yang dijalankan. Sedangkan Anies adalah sosok birokrat, intelektual, dan public speaker handal. Apalagi dibantu mas Sandi yang notabene juga pengusaha yang tak jarang memberi motivasi bisnis sejak dahulu. Tentu mereka adalah pasangan enerjik dan kaya inovasi. Sedangkan apa yang ditawarkan AHY? Sosok muda? Pasangan wanita? Atau anak seorang mantan presiden? Hehe.
AHY belum tahu sensasi berdebat
Selama ini AHY sibuk di dunia militer. Dunia yang menjunjung tinggi kedisiplinan, semangat juang tinggi, dan etos kerja. Adalah wajar saat AHY memutuskan move on ke dunia politik ia harus melalui tahapan adaptasi yang tak singkat. Maka, wellcomedi dunia politik mas Agus.
Di dunia militer–saya tidak tahu pasti–mungkin saja debat itu tidak diajarkan. Dunia militer identik dengan loyalitas tanpa batas. Taat pada pimpinan. Patuh pada seluruh komando yang diberikan. Hanya saja, mas Agus, debat itu adalah pertarungan pemikiran, ajang untuk mengadu pendapat mana yang lebih baik. Wadah untuk mencari tahu kelemahan kita di mana. Dan yang terpenting sarana bagi masyarakat untuk bisa menilai calon mana yang memang pantas untuk mereka pilih.
Lah, ketika mas Agus ndak muncul-muncul di acara debat bukan tidak mungkin masyarakat akan berasumsi, “sepertinya mas Agus nggak mau dipilih, makanya nggak nongol di debat cagub-cawagub itu”.
Mas, Agus, saya ini mahasiswa Sastra Arab di salah satu kampus negeri. Alhamdulillah, solidaritas antar mahasiswa Sastra Arab lintas universitas di tanah air terjalin begitu erat. Masing-masing kampus sering mengadakan festival dan perlombaan sebagai ajang pertemuan. FKA UGM, FTT UI, Pekan Arabi UM, IUADC UII, GAM UNJ, dan lain-lain. Dari berbagai lomba yang kami selenggarakan, percayalah, lomba debat adalah lomba yang paling seru dan menarik bagi mahasiswa Sastra Arab, tentu tanpa bermaksud mendiskreditkan cabang lomba lain.
Kenapa bisa begitu? Karena kami sadar, lomba debat banyak memberi manfaat. Pengetahuan kami bertambah, tingkat berpikir kritis kami meningkat, dan tentunya bisa sharingpendapat dengan lawan debat serta sebagai wahana untuk mengukur sejauh mana sih kemampuan kami. Dan semua debat pasti begitu mas Agus, tak terkecuali debat calon pemimpin daerah. Ayolah mas Agus, jangan gengsi tukar gagasan dengan dua kompetitormu. Jangan merasa programmu adalah program paling sempurna dan paripurna. Siapa tahu bisa menang to, hehe.
Jogjakarta, 17 Desember 2016
09:21 WIB
Muhammad Izzuddin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H