Setelah kerja dua minggu ditempat yang baru, kemarin aku mendapatkan liburku. Ahai…, aku sudah meminta tiga temanku untuk menukar hari liburnya pada tanggal 16, agar bisa jalan-jalan bareng, tetapi hanya dua orang yang mendapat ijin dan teman yang satunya tidak boleh libur dengan alasan sudah dua orang Indonesia yang libur [caption id="attachment_89751" align="aligncenter" width="596" caption="Tangga yang curam"][/caption]
.
Sekitar pukul 10.30 pagi aku bersama dua temanku meninggalkan apartemen menuju bus stop yang sebelumnya telah mampir dulu kerumah makan untuk sarapan pagi. Dengan menumpang bis nomer 139 kami menuju central world dan turun di Pet Rama. Seorang temanku yang telah tinggal di Bangkok sekitar 6 tahun memberitahuku Mall yang di bakar masa ketika demo si merah dulu. Dan aku melihat Mall itu masih dalam perbaikan.
[caption id="attachment_89734" align="aligncenter" width="636" caption="Central wordl yang dulu pernah terbakar oleh demo kaos merah di Bangkok"]
Setelah sejenak aku bertanya tentang ini itu kepada temanku, dia mengajakku ketempat penukaran uang. Aku ingin menukarkan uang dollarku ke Bath, hem.. lumayan rame juga tempat penukaran yang kata temanku tempat itu memberi nilai tukar uang yang paling tinggi dibanding tempat-tempat lain. Setelah selesai kami bertiga pun menunggu bis untuk menuju BTS ( Bangkok Transit Mass) eh… setelah turun bis temanku mengagetkan aku. “ Ris, kamu tadi ga bayar ya naik bis?” aku menjawab dengan reflek “ Bukannya kamu yang bayarin? Karena tiap kemana-mana temanku yang bayarin dulu terus urusannya belakangan hahaha ! Dia bilang” tidak “ terus mereka berdua pakai senyum-senyum yang membuatku penasaran. Setelah aku desak akhirnya temanku memberitahuku kalau bis yang ada catnya berwarna biru adalah gratis alias tidak usah bayar. Akhirnya aku hanya bilang oo00oo saja sambil menuju BTS dan membeli tiket seharga 30 bath untuk menuju dermaga Saptan TakSin Pier.
[caption id="attachment_89735" align="aligncenter" width="644" caption="pelabuhan Taksin Piers"]
Setelah tiga puluh menit menaiki perahu yang selalu dipenuhi penumpang itu aku dan dua temanku turun di Tien Pier dan dilanjutkan naik perahu lain untuk menyebrang menuju Wat Arun yang hanya 3 Bath. Ada pemandangan yang menggelitik di mataku, di bawah restoran yang diatas sungai itu banyak sekali sampah. Jadi ingat Hong Kong yang selalu bersih. Di Bangkok banyak sekali debu hingga belum sampai sepuluh menit aku keluar apartemen sudah banyak debu yang menyapa sehingga aku terpaksa mencopot lensa yang aku pakai karena mataku iritasi kena debu yang berterbangan dan harus merelakan lensa mata itu terbuang hiks…!
[caption id="attachment_89739" align="aligncenter" width="572" caption="sampah yang ada di dekat dermaga"]
Sesampainya di Wat Arun tidak terlalu banyak para turis yang berkunjung disana. Terlihat tempat sembahyangan yang ada dipelataran dekat pintu masuk menuju candi Wat Arun. Aku di ingatkan temanku untuk tidak terlalu heboh * biasa diriku paling rame alias paling cerewet di antara teman-temanku*. Kami bertiga naik keatas candi yang tangganya sangat tegak. Wait … sesampainya di atas aku melongo kebawah dan jatungku terasa mau copot. Alamak..bagaimana aku akan turu nanti melihat tangganya tegak lurun saja aku sudah takut. Setelah mengumpulkan segenap keberanian akupun mulai menuruni tangga itu satu persatu dengan perasaan berkecamuk kalau-kalau pegangan tanganku lepas, apa aku akan menjadi rempeyek hiiiiii…ngeri man.
[caption id="attachment_89743" align="aligncenter" width="636" caption="Wat Arun kelihatan dari atas perahu"]
Setelah itu kita menyeberang lagi dengan perahu yang mengantarkan kami tadi menuju seberang dan melanjutkan ke Wat Pho atau disebut Budha tidur yang terbuat dari emas. Kalau di Wat Arun masuk dengan gratis tapi tidak di Wat Pho, Seorang petugas menyetop kami bertiga dengan bahasa Thailand untuk membeli tiket dahulu kepada kami. “ Sam Kun Khap” jawab temanku sambil menyodorkan uangnya. Satu orang harus membayar 50 bath untuk masuk. Setelah sampai pintu gerbang beberapa petugas menyuruh kami melepaskan sepatu sebelum masuk kedalam. Hemm…banyak sekali pengunjung ditempat ini pikirku sambil asik jeprat-jepret yang di ikuti dua temanku. Disebelah punggung patung budha tidur itu terdapat tempat seperti mangkok berwarna hitam yang digunakan untuk melempar uang recehan.
Temanku mengajaku keluar dari ruangan itu dan melihat empat menara yang menjulang tinggi serta lonceng di sekitar bangunan. Kata temanku ditempat daerah kerajaan raja ke tujuh itu pasti kelihatan bersih dan rapi. Dan benar saja setelah aku dan temanku keliling ke daerah Wat Phrakiewl yang telah tutup sejak pukul 3.30 kami terlambat tigapuluh menit, terasa bersih dan rumput yang hijau terhampar. Akhirnya kami bertiga memutuskan mencari minum dan beristirahat ditaman yang banyak burung merpatinya. Temanku membeli 10 bath jagung dan memberi makan burung dara itu. Wow burung-burung itu mengerumuni kami dan tidak merasa takut. Akhirnya dua orang bule didekatku itu tertarik untuk mengikuti kami bertiga member makan para merpati-merpati itu.
[caption id="attachment_89776" align="aligncenter" width="477" caption="Tugu Demokrasi ditengah-tengah jalan"]
Setelah melepas lelah temanku mengajaku pulang karena takut kalau jam lima keatas akan macet. Benar saja baru lima menit kita naik bis sudah terjebak macet. Temanku mengajakku turun dan berjalan kaki menuju King Rama Monument dan mengambil jalan alternative lewat sungai. Ada yang uniq ketika naik perahu lewat sungai yang menarik uang seorang perempuan dan berdiri di pinggir perahu sambil berpegang pada tali. Padahal perahu melaju sangat kencang. Kami bertigapun turun di Ratu Nam Pier dan berbelanja di Platinum Center. Temanku memberi tahuku kalau ini tempat grosir baju terbesar di Bangkok. Benar saja semua barang-barang murah meriah. Karena kelelahan akhirnya aku dan temanku pulang menuju Bang Na.
Bangkok,17 february 2011
Kine Risty
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H