[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"][/caption]Ini merupakan satu fenomena yang mampu merangkum berbagai keterkejutan, ketak percayaan dan kekaguman atas kiprah anak negeri yang masih belia memiliki kepedulian kemanusiaan sangat tinggi, terhadap teman-teman yang mempunyai ketidak sempurnaan phisik, terutama kaum tuna rungu.
Penulis merekomendasikan bagi para pembaca, jika kebetulan berada di Tangerang Selatan, tidak ada salahnya singgah di Deaf Cafe Finger Talk keberadaannya dekat kantor kelurahan Pamulang Timur, tepatnya di jalan Pinang no 37 Pamulang Timur. Karena Deaf Cafe ini tidak butuh belas kasihan sumbangan ketika hadir berkunjung, tetapi butuh pekerjaan yang menghasilkan uang, berkunjung dan hadir disini untuk belanja makanan, berbagai hasil kerajinan.
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
[caption caption="sumber gambar koleksi Ngesti S M"]
Dissa merasa prihatin atas nasib para tuna rungu di Indonesia yang pasti akan sulit sekali mendapatkan pekerjaan, sementara mereka butuh sesuatu untuk memenuhi berjalannya roda kehidupan. Ternyata memang benar menurut Nurul yang baru lulus dari sekolah luar biasa di Bandung sudah tiga kali melamar kerja namun tidak berhasil, beruntung katanya dia bisa bekerja di Deaf Cafe Finger Talk ini.
Menyediakan lapangan kerja bagi orang normal saja yang lulusan setara Sekolah Menengah Atas saja tidak mudah dengan berbagai cara dilakukan dapat memompa kepentingan mengutamakan tujuan kerja, apalagi mengajak insan yang tuna rungu.
Karena memiliki kekurangan pada pendengaran, paling tidak komunikasi terkadang kurang dapat saling bertemu, tentunya mereka memiliki perasaan yang sensitif terutama dari adanya rasa rendah diri tersebut maka sering tidak komunikatif.
Dissa Syakina berpesan kepada para pegawainya untuk bertanya sampai paham pada saat melayani tamu-tamu yang hadir di “Deaf Cafe Finger talk” agar semuanya menjadi gamblang dan tamu terlayani secara puas. Demikian ini yang ditekankan kepada para pegawainya. Sambil dengan sabar Dissa Shakina mengasuh mereka dengan rasa kasih, layaknya kepada anak-anak asuhnya.
Karena tidak mendengar ataupun belum terbiasa bekerja secara cepat, terkadang hal sepele dapat menjadikan hal-hal yang menghawatirkan, misalnya saja kran belum dimatikan, bisa juga peralatan listrik yang sudah tidak terpakai masih terus menyala atau bahkan kompor. Pelatihannya sendiri cukup berat, jelaslah sementara untuk melatih orang normal saja tidak juga mudah, namun Dissa Shakina terus saja melangkah demi kemanusiaan yang perlu dirangkul dan perhatikan.
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
Beruntung sebagaian dari anak-anak tuna rungu tersebut sudah memiliki kemampuan kerja dibidangnya masing-masing, tinggal memberikan pengarahan serta pelatihan khusus, bagaimana memanjakan para tamu dengan ramah, murah senyum.
Frisca Carolina Loho adalah Juru masak yang pernah bekerja di Bali juga mengatakan bahwa mencari pekerjaan bagi tuna rungu sangat sulit.
Komunitas Tunarungu
Komunitas tuna rungu dengan sendirinya terbangun, apapun beritanya mereka dapat mengetahui, kejadian apa saja di Dunia yang sunyi namun ceria didalamnya dapat dipantau dan selalu saling berhubungan. Jadi jika Deaf Cafe ini membutuhkan pekerja, mereka mudah menghadirkan para tuna rungu dimana saja berada. Dan tempat ini sudah tidak asing lagi bagi mereka karena biasa untuk tempat pelatihan dari segala segi minimal mereka pernah m,endatangi tempat ini.
Pat Sulistyowati adalah penderita tuli, namun beliau banyak berkiprah untuk kaumnya dari sejak muda beliau aktif berjuang sehingga pernah menduduki Jabatan Ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia[GERKATIN] seorang tuna rungu yang sangat giat dengan kemampuan yang dimilikinya terus berkiprah sampai iklas menyediakan Rumah dan sebidang tanah digunakan sebagai tempat kegiatan pelatihan dan kreatifitas bagi para penderita tunarungu, hingga akhiornya beliau mengiklaskan lahan yang berukuran lebih dari seribu meter ini untuk dijadikan lokasi Cafe, “Deaf Cafe Fingertalk” ini.
Sekarang ada tempat berharap bagi mereka untuk menggantungkan hidup kedepan, semoga Deaf Cafe Finger Talk ini dapat langgeng, dapat terealisir keinginannya untuk membuka cabangnya dipusat kota karena semua para tuna rungu ini merasakan betah sekali bekerja disini.
Dissa berharap, “Agar Cafe yang dikelola ini banyak tamu yang datang, dengan semakin banyaknya para tamu berarti pesan kepeduliannya tersampaikan, sehingga dapat semakin banyak menjangkau para disabililitas yang mendapat lapangan kerja. Aamiin.
-Ngesti Setyo Moerni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H