Jujur dalam hati sekaligus ngenes melihat secara keseluruhan situasi kondisi dilingkungan sekitar daerah Banten lama yang nota bene bekas Ibukota kerajaan pada abad 19 sepertinya benar-benar terpuruk dikarenakan imbas dari penutupan Keraton oleh kolonial, ditutup secara paksa hanya oleh seorang gubernur jendral belanda.
Diantara puing-puing tersebut ada sosok nilai sejarah yang sangat tinggi dengan dilatar belakangi sikap tegas oleh prinsip kuat dari Sultan yang tidak mau patuh tunduk atas perintah Kolonial yang pada waktu itu berkuasa adalah Herman willlem daendels. Permintaan Daendeles untuk menyediakan tenaga kerja guna membangun pelabuhan yang akan dibangun di Ujung Kulon, rencana pembangunan jalan Anyer-Panarukan dan memindahkan Ibukota ke Anyer, apa yang terjadi? Dengan kekuatan yang tidak imbang Istana Surosowan yang dibangun dengan susah payah dengan cucuran keringat rakyat dan dana yang tidak sedikit sangat mudah dihancurkan dalam waktu yang sekejab dalam penyerangan membabi buta.
Sementara Sultan dan keluarganya disekap di Puri Intan di Istana Surosowan. Kemudian dengan semena-mena di penjarakan di Benteng Speelwijk, Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin diasingkan dan dibuang ke Batavia. Dengan pengumuman yang semena-mena pula bahwa Kesultanan Banten resmi dihapuskan pada tahun 1813. Jika membaca sejarah yang demikian terasa menyedihkan sungguh menggenaskan, seorang pemimpin yang berusaha menggalang, menata serta melanjutkan kemajuan kepemerintahannya tiba-tiba dirusak dalam sekejab, buktinya sisa puing yang ada di situs tersebut.[Sumber dari Wikipedia]
Apakah pemangku kepentingan yang sedang berkuasa di Banten dengan pihak yang terkait tidak merasa terpanggil untuk membuat situs-situs ini ditata kembali sesuai aslinya, minimal diberi atab, dengan tidak merubah sedikitpun bangunan yang ada, sehingga  merupakan perwujudan Istana kembali.
Selayaknya hal semacam ini Belanda lah yang bertanggung jawab untuk memperbaiki kembali situs dari kerajaan yang dirusaknya. Barangkali juga menunggu uluran tangan dari UNESCO
Dilihat dari segi keindahan wilayahnya
Secara kasat mata pedesaan, perkotaan dan lingkungan di Banten lama ini yang kebetulan letak dari keberadaan situs ini sepertinya suasana pembangunannya jalan ditempat. Masih nampak kekumuhan, sampah bertumpuk tanpa tuan, tiadanya sentuhan permainan manis landscape atau tetumbuhan hias yang tertata, berdebu, ini gambaran kegersangan kesan yang penulis dapatkan.
Disekitaran daerahnya, terlihat hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang memenuhi hasratnya sendiri tanpa terpengaruh dengan lingkungan. Dari sekian jalanan masih compang-camping apalagi disetiap jalan kecil yang menuju perkampungan belum ternampak jalan yang mulus.
Mengapa tidak ada greget bagi masyarakat yang menghuni bergandeng tangan dengan pemangku kepentingan dipucuk pimpinan daerah dan Propinsi tidak berhasratkah untuk memperhatikan lingkungan terutama perbaikan infrastruktur yang mengutamakan adanya drainase, karena terlihat ketika hujan tiba air menggenang memenuhi jalan. Sehingga membuat jalan-jalan yang sudah diperbaiki menjadi hancur karena genangan yang digerus oleh kendaraan yang bertonase tinggi.
Ini gambaran nyata terlihat bagi orang awam yang tidak tau seluk beluk dana APBD dan lainnya yang sudah dikucurkan atau belum, sampai kemana arahnya namun yang jelas tampak adalah sesuatu ketertinggalan dan terbukti demikian. Ditingkah dengan pedagang kaki lima yang sesukanya membuka lapak tanpa ada garis batas aturan.