Aku maunya memposting artikel yang ringan–ringan saja, seperti kejadian yang ada disekitarku, khusus halaman rumahku yang mini, selalu bakal dapat diceritakan disini, kebetulan kegemaran bertanam jadi akan membawa pembaca untuk merasakan kepuasan batin walau tidak membahana namun PUAS, selalu lah memulai segala sesuatu dari diri sendiri jangan yang neko-neko sederhana saja tetapi manfaat.
Cerita tentang cabe atau cengek, salah satunya adalah cabe hutan yang sangat kecil tetapi pedasnya bisa level lima bagi orang yang tidak begitu suka pedas, sementara menurutku hal yang demikian adalah pedas biasa meski terasa sampai keubun pedasnya . . . . Asal anda tau cabe rawit kandungan vitamin C nya tinggi, berkasiat obat.
Menanam cabe hutan ini mudah, asal kebutuhan utamanya terpenuhi seperti layaknya tanaman lain yaitu, Media yang bernutrisi bagus[didalam terpenuhi unsur hara yang mengandung kebutuhan tanaman] unsur air dan matahari. Hanya itu tok.
Ternyata meski di rumah dan halaman yang kecil, masih berlangsung system siklus daur ulang sedikit perputaran adanya ekosystem melalui alam secara otomatis.
Seru juga, meski dipemukiman yang bukan hutan penyebaran bibit tanaman pergerakan berkembang biak secara alam tetap berlangsung seperti, :
- Tanaman kersen yang sangat bermanfaat untuk konsumsi kesehatan ini juga disebar luaskan oleh burung-burung tersebut melalui proses alami. Senangnya.
- Tanaman petai cina di rumah, berkembang biaknya disebarkan oleh angin, jadi biji-biji setelah merekah berjatuhan sebagian terbawa angin dan tumbuh, sekarang yang terjadi di lahan kosong disebelah rumah penuh dengan tanaman petai cina. Biasanya banyak tetangga luar komplek perumahan yang suka mengambil dirumah secara diam-diam, tetapi sekarang dengan sepuasnya mereka mengambil di lahan kosong.
- Tanaman Ginseng juga termasauk mudah tumbuh berkembang biak dengan bantuan angin
- Tanaman hias Suplir juga mudah tumbuh dengan sendirinya, bersama angin spora-spora yang ada ditepi daun bertebaran lalu dihembus oleh angin
Ketika mendapatkan cabe ini jadi teringat kalau cabe ini juga ada di gunung Malino Makasar Sulawesi Selatan. Kebetulan pada waktu itu aku blusukan di Pasar nya dan melihat cabe-cabe kecil tersebut. Makanan acar di Restauran di Medan juga menggunakan cabe kecil ini. Termasuk di Indonesia bagian Timur, dipasar-pasar kecil terdapat cabe-cabe kecil ini. Cara menjualnya kebanyakan ditakar dengan literan, ada ukuran ½ liter dan kebawahnya lagi.
Karena keberadaan cabe ini banyaknya di pedalaman terutama di hutan-hutan dan liar maka aku menyebut cabe rawit kecil ini adalah “Cabe Hutan”. Barangkali petani juga enggan membudidyakan cabe ini karena ketika panen metiknya rumit saking kecilnya, sedangkan harganya tidak begitu menggairahkan. Banyak tenaga dan waktu pembudidaya yang terbuang, kecuali jika harganya menjanjikan.
Apakah jika ketika anda sekarang berada di perkotaan pernah anda dapatkan dan menemui cabe hutan ini? Sepertinya aku belum pernah menemui cabe-cabe hutan ini dijual dipasaran. Barangkali jika ingin menanam hanya karena sekedar penyuka makanan pedas dan untuk koleksi saja. Padahal inilah yang benar-benar disebut kecil-kecil cabe rawit.
Jika nanti tiba-tiba dirumah anda ada tetumbuhan liar berupa benih cabe yang muncul dihalaman anda, burung lah yang berjasa menebar bibitnya melalui kotoran yang di lepaskan dimana-mana, mungkin benih itu dari rumah aku.
<=>
Memang unik berceritera mengenai alam dan perilakunya, tanpa sadar hal-hal ini menebarkan aura keceriaan, kebahagyaan dan terutama kesehatan. Kenapa? Ketika aku menulis dan menceritakannya keadaan semacam ini emosi terasa sejuk, nyaman mak nyles, senang, damai berbalut Ke puas an, karena menyampaikan hal yang menyenangkan serta positif.
Berbeda dengan bila kita menceritakan pada hal-hal yang negatif penuh permusuhan kebencian kepada apapun, emosi kita menjadi membludak tekanan darah naik, jantung berdegup keras belum lagi emosi suka dan marah berdempetan, ketika mendapatkan komentar yang menyakitkan memojokkan kondisi emosi kita menjadi meluap-luap dan berapi-api. Contoh bagiku jika membicarakan kerusakan hutan, emosi terasa mendidih dan berapi-api untuk segera menyampaikan ketidak benaran lingkungan yang teraniaya tersebut . . . Duhhh Emosi.
Salam mari menanam.
-Ngesti Setyo Moerni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H