Â
Â
Kesempatan yang baik tidak disia-siakan
Oleh puteri kecil-ku pada saat berencana
Menikah dengan calon suami berbeda suku
Tiga budaya bertemu pada satu muara
Antara budaya Jawa – Sunda – Aceh
Semua kami serahkan pada mereka berdua
sebagai orang tua hanya tut wuri Handayani
Dan Acara tersebut di angkah sesuai pembagian budaya yang pas
Berbagi suasana ketika acara resepsi baru menggunakan budaya Ala Sunda
Â
Dikediaman, memasang janur kuning melengkung
serta tuwuhan yang terdiri dari kembar mayang
pisang masak dua tandan berikut pohonnya
tebu wulung, padi 2 ikat, bunga manggar(bunga kelapa)
kelapa cengkir 4 buah daun beringin dan lainnya
mengandung makna harapan bahwa manusia hidup itu
berdampingan dengan tuwuhan dan alam
untuk kebaikan pasangan calon pengantin agar selalu ingat
untuk tidak merusak pepohonan di lingkungan
yang sudah memberikan andil
dari hasil tanaman yang dinikmati
ooo
Â
 Wuk cah Ayu . . .
Sekarang ini dirimu sudah melangkah lebih jauh
Adanya Ijin & Ridho Gusti Alloh Kang Murbeng Dumadi
Ketetapan hati untuk menunjuk pendampingmu
Sebagai Pemimpin keluargamu
Bagi bapak dari anak-anakmu kelak
Sebagai Imam dalam bahteramu
Sudah sesuai dengan keinginanmu
Â
Kau masih ingat asal-usulmu yang lekat dengan busana Jawa
Ibu bangga Wuk, tata cara adat jawa, dekorasi ala jawa
Termasuk hidangan ala Jawa, ketika suasana siraman
Ada jajan pasar, dawet, Soto kudus, nasi liwet, selat Solo, nasi Bali
Wedang Ronde dan masih ada lainnya dimalam midodareni . . .
Semua sangat Njawani, ditingkah Gending-gending sinom Parijoto
Â
Tentunya tidak ketinggalan pengajian, memohon Doa bersama
Terasa sakral sekali meski tidak mewah dan hura-hura
Sempat aku tawarkan keroncong untuk mengiringi makan sore
Tetapi gending-gending karawitan & gamelan dengan sinden
Lebih pas nyaman katamu untuk mengiringi suasana siraman
Oh . . . . Puteri kecil-ku yang tegas berwibawa dalam keputusan
Â
Membawa rasa ini berbunga-bunga .. . .
Seperti di alam era tujuh puluhan saat Ibu remaja
Sering diajak kondangan alias njagong temanten
Gending-gending itu masih terngiang
hingga ketika saat pernikahan Ibumu
Dan . . . kau mengulanginya. Hemm . . .
Â
Padahal kali ini sudah abad dua puluh Satu
Dan dirimu sendiri yang usul adanya musik gamelan itu
Untuk Upacara Siraman Midodareni dan Akad Nikah
Dengan diwiwiti Bowo Dandanggulo Padasih
Minggah Gambir Sawit Sembunggilang, lalu Ketawang Sinom Parijata
Masih diiring Ketawang ShangHyang, ayak-ayak,
Dhandanggulo, Ilir-ilir lalu Ayak-ayak Umbul Donga
Terus mengalun lembut tenang di bathin dan tenang di telinga
Dari pesinden Tantinah, sinden tomblok serta sinden Sunyahni
masih sangat menikmati seni karawitan
Terimakasih Wuk, cah Ayu . . .
teruskan nguri-uri budaya kesenian Jawa
Padahal usiamu masih muda
Seharusnya dirimu menikmati
musik genjrang-genjreng yang hingar bingar
Lalu siapa lagi yang akan melestarikan budaya ini?
kecuali generasimu dan generasi dibawahmu nantinya.
Â
dalam ketentuan Islam sebagai agama mu serta pasanganmu
Busana Jawa dan paes menghiasi rias wajahmu
pas sekali bagi wajah yang ditunjang tubuhmu yang ramping,
Kau terlihat ayu . . .
ozo
Matur Sembah Nuwun Gusti Alloh Ingkang Moho Kuaos
Ijin Serta Ridho sudah kami dapatkan Dari-Mu Ya Alloh
Semuanya berjalan lancar mulus, bersama Doa teman-teman
Dan Partisipasi apa saja hingga tidak ada sandungan apapun. Aamiin.
Terimakasih bagi semua yang sudah menyayangi kami . . . .
Â
  xxoOoxx
Â
*** Semoga banyak putera-puteri Negeri ini yang menyayangi serta mengagungkan seni budaya yang menjadi tanda dimana dia berasal, entah Sunda, Madura, Menado, Papua, Padang Aceh dan lainnya agar budaya-budaya tersebut tetap lestari tidak hilang dimakan arus Globalisasi serba modern.
Dan ternyata rasa kesakralannya menonjol sekali hingga membuat hati terasa mongkok[terharu & bangga tak tertara]
Sayang lagu-lagunya tidak dapat disertakan seperti Kompasiana model lama.
Â
-Ngesti Setyo Moerni
         Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H